Kamis, 07 Januari 2010

Kok Gini Sih, Pendidikan Kita???

Pagi itu, Senin 4 Januari 2010, yang bersejarah, karena merupakan hari pertama
Lira sekolah di semester kedua kelas III-nya. Sejak malam hari dia sudah
bersemangat, karena kukatakan, mungkin sekarang ia akan masuk pagi setelah
satu semester sebelumnya masuk siang terus.
Ia memandangku tak berkedip. Takjub membayangkan kesibukannya di pagi hari untuk pergi ke sekolah.

"Tapi tugas-tugas pagi tetap harus dikerjakan ya!" kataku.

"Iya Ma," jawabnya segera.

Maka pukul tujuh kurang sedikit, ia pergi diantar papanya. Ia dibekali handphone
agar nanti bisa menghubungiku kalau akan pulang. Pukul sembilan, aku telpon dia,
menanyakan, jam berapa akan pulang. Hari pertama, biasanya hanya berisi
pengumuman tentang jam sekolah keesokan harinya.

"Belum Ma, kami masih di luar kelas. Masuknya nanti jam sepuluh," katanya.
Untung banyak kawan-kawannya yang lain juga menunggu seperti dia.

Jadi, menunggu pukul sepuluh, aku pergi dulu berbelanja dapur untuk makan siang
hari itu. Pergi sama si Tata, adiknya. Pukul sepuluh, aku kembali ke sekolah itu. Sebagian murid sudah pulang namun masih banyak yang tinggal.

Aku kaget ketika Lira mengatakan ia akan kembali masuk siang seperti semester
sebelumnya.

"Bagaimana dengan kelas III A?" tanyaku, mulai jengkel.

"Tetap masuk pagi."

Dengan kesal, kutemui guru kelasnya. Sang guru, sedang hamil, menemuiku sambil terus berdiri, karena ruang tamu sedang diisi orang lain. Kutanyakan, benarkah murid kelas III B masuk siang lagi, seperti semester sebelumnya. Mengapa tidak ada rolling sejak dia kelas satu dulu. Mengapa murid kelas III A tidak merasakan sekolah siang? Apa istimewanya kelas itu?

Jawaban yang kuterima, asal saja. Lokal kurang, jadi tidak ada rolling. Murid kelas III B, ya begitulah, kebijakan kepala sekolah, akan masuk siang terus. Kenapa kelas III A masuk pagi terus, ya begitulah. Mengapa murid kelas III B tidak berubah sejak kelas I, ya begitulah...

OMG... Mengapa mereka tak punya inisiatif untuk membuat penyegaran bagi anak-anak didik itu? Kalau seperti ini sistemnya, berarti murid kelas III B itu akan terus menghadapi guru-guru tak kreatif seperti itu. Saingan-saingan yang sama dan biang-biang kerok yang sama...

Aku jadi rindu sekolah inpres tempat aku menuntut ilmu dulu. Di sana, setiap selesai menerima rapor, kami akan bergantian masuk pagi atau siang. Kalau yang sebelumnya masuk pagi, maka sekarang ia akan masuk siang, dan sebaliknya.

Dan setiap kali tahun ajaran baru, berarti kami akan masuk ke kelas baru, kawan
baru dan guru baru... Momen itu sangat kami nanti-nantikan... karena itu artinya
kawan-kawan akan bertambah banyak, peta persaingan akan berubah dan wawasan juga akan berubah.

"Kenapa bu? Oh, ibu kerja ya?" kata si guru berusaha memaklumiku. Tapi malah
bikin tambah jengkel.

"Bukan saya Bu.. tapi anaknya. Kasihan dia tak merasakan sekolah pagi dan tak
bertambah kawannya sejak kelas satu dulu," kataku, berusaha menahan kejengkelanku yang nyaris meledak.

Tak ada solusi. Aku pulang dengan marah. Sorenya, baru aku mengadu pada suami, bagaimana sebaiknya. Rasanya setiap kali mengantarkan Lira ke sekolahnya itu, aku akan jengkel terus.
Huh!!!