Selasa, 25 Mei 2010

Blue Smoke Obsesi Sosiopat pada Api


Catarina Hale, polisi khusus penyelidik kebakaran Baltimore, Amerika, dibuat panik dan ketakutan karena ulah sosiopat yang membakar satu demi satu orang-orang terdekatnya.
Awalnya wanita dewasa blasteran Italia-Amerika itu, mengira itu hanya kebakaran biasa, akibat kelalaian seseorang atau kecelakaan. Namun lama kelamaan semua menjadi jelas, bahwa seseorang tengah mengincar dirinya dan keluarganya, pemilik restoran pizza Sirico's untuk dihancurkan. Reena berpacu dengan waktu untuk mengakhiri aksi gila itu, agar ia sendiri tak dibakar sang sosiopat.
Buku ini menarik untuk dibaca. Joke-joke segar para tokoh di dalamnya, sepanjang buku ini, akan membuat anda tersenyum sendiri. Anda juga akan dapat 'melihat' bagaimana suasana kekeluargaan dalam gaya hidup orang-orang Italia, meskipun mereka telah berpuluh tahun pindah ke Amerika.
Anda juga akan mendapatkan ilmu baru tentang cara kerja polisi penyelidik kebakaran, untuk menentukan apakah kebakaran itu disengaja atau memang kecelakaan.
Walaupun kejutan utama tentang siapa pelaku pembakaran itu, sudah dapat ditebak di tengah cerita, namun pembaca tak akan menyangka bagaimana Reena berhasil mengungkap kasus ini. Demikian pula, target mana lagi yang akan dikejar sang sosiopat. Penulis dengan pintar menggiring pembaca untuk terus mengikuti alur pikiran tokoh utama, tanpa sempat memikirkan cara berpikir sang sosiopat. Tiba-tiba, anda dan Reena akan sama terkejutnya melihat target sang sosiopat untuk dibakar agar mendapatkan perhatian Reena.
Blue Smoke juga dapat dikatakan sebagai novel yang 'sangat Amerika'. Ini dapat dilihat dari keluarga Reena, keturunan Italia-Amerika, yang menganut nilai-nilai religius mereka sama beratnya dengan toleransi mereka pada gaya hidup moderat masyarakat setempat. Jadi, ketika Reena berusia 19 tahun dan belum pernah sekalipun tidur dengan pria, ia merasa ada yang aneh dengan dirinya.
Demikian pula saat mengetahui bahwa Reena telah memberikan keperawanannya pada seorang pria, padahal belum menikah, sang ibu tak menganggapnya sebagai sesuatu yang salah.
Selain itu, biasa bagi mereka setelah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidup, memiliki pria hanya untuk sebatas 'teman tidur' dan bukan kekasih. Hal ini pula yang dilakukan Reena dengan seorang penasehat keuangan, Luke. Walaupun hubungan mereka tak langgeng, toh sang sosipat juga menjadikan Luke sebagai target.
Mungkin pembaca akan sedikit terganggu dengan bagian ini, namun novel setebal 631 ini tetap memiliki nilai tersendiri. Penulisnya, Nora Roberts, cukup cerdas mengulas satu tema ke tema lainnya, dengan cara yang lugas, tidak berbelit-belit dan paragraf-paragraf yang pendek sehingga tidak membosankan. Bagaimana Reena mengungkap kasus ini, apa motif sang sosiopat hingga membakar semua korbannya tanpa rasa berdosa, silakan temukan sendiri. Selamat membaca.

judul buku : Blue Smoke
penulis : Nora Roberts
penerbit : Writters House LLC and Maxima Creative Agency, 2005
terjemahan Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama, Februari 2010
jumlah halaman: 631

*** peresensi: Fitri Mayani

Si Penderita Disleksia yang Mencuri Petir Zeus


Judul buku: Percy Jackson & The Olympians,
The Lightning Thief
Pengarang: Rick Riordan
Penerbit:Mizan Fantasi
Tahun terbit: April 2010 (cetakan IV)
Jumlah halaman:454+viii



Bagaimana jadinya bila ternyata kau adalah anak seorang dewa yang ada dalam mitologi Yunani? Inilah yang dialami Percy Jackson, putra blasteran Dewa Penguasa Lautan Poseidon dengan Sally Jackson, seorang perempuan biasa.
Percy yang menderita disleksia dan telah berkali-kali pindah sekolah karena dianggap payah, pada suatu hari menghadapi kenyataan bahwa ia sedang dikejar-kejar monster. Semua monster berbagai wujud dari mitologi Yunani yang selama ini dianggapnya hanya omong kosong, muncul di hadapannya, bermaksud untuk membunuhnya. Ia harus menghadapinya, meski harus merelakan ibunya hilang dalam debu keemasan.
Perlahan-lahan, setelah tahu jati diri yang sebenarnya, Percy Jackson memulai petualangan tak masuk akalnya dengan teman seekor manusia kambing bernama Grover dan putri blasteran Dewi Athena dengan seorang dosen sejarah bernama Annabeth.
Tugas pertamanya tidak gampang dan tantangannya maut, yaiut mengembalikan petir asali milik Zeus. Bila ini tidak dilakukan, dewa-dewa lainnya akan memicu perang dunia III yang dahsyat. Nasib dunia berada di tangan bocah disleksia yang susah diatur dan terkesan tak diinginkan ayah, ibu dan ayah tirinya itu.
Berhasilkah Percy menuntaskan mission impossible itu? Monster apa saja yang harus dihadapinya?
Buku ini, sejak paragraf pertamanya di halaman 1, telah memancing rasa ingin tahun pembaca. Sebagian buku yang disebut-sebut bagus, terjebak di permulaan cerita yang terasa membosankan. The Lightning Thief berhasil lolos dari lubang jarum itu. Buku ini menarik sejak awal dan terkesan tidak bertele-tele.
Pelajaran moral yang disampaikannya terasa sangat terang; jangan sepelekan siapapun di sekitarmu. Orang pincangpun ternyata memiliki kekuatan super, seperti Grover, bocah pendek pincang yang suka mengembik itu dan terkesan sangat rendah diri dan penggugup itu, ternyata adalah satir (manusia setengah kambing dalam mitologi Yunani, red) yang melindungi Percy dari kejaran dan kebrutalan para monster.
Selain itu, lewat buku ini pembaca mendapatkan pelajaran gratis mata pelajaran sejarah, khususnya tentang mitologi Yunani yang penuh berisi dewa-dewi. Buku ini juga membentangkan imajinasi penulisnya tentang dunia mitologi, baik yang ada di langit, laut maupun alam bawah tempat para roh orang mati berkumpul. Kengeriannya tidak terlalu terasa, karena disampaikan dengan bahasa anak-anak yang sederhana. Rick Riordan sebagai penulis juga cerdas mencari setting untuk kisah ini, sehingga pembaca dapat membayangkannya.
Serial Percy Jackson & The Olympians ada lima dan The Lightning Thief adalah yang pertama. Buku ini telah memenangkan banyak penghargaan sejak pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada 2005. Edisi Bahasa Indonesianya pun sudah cetak ulang empat kali sejak pertama kali terbit pada Desember 2009. Satu lagi, The Lightning Thief juga telah difilmkan. ***

Membesarkan Sang Pemimpin dan Artis Hebat

Ternyata, si Permata (Tata) itu, adalah calon pemimpin masa depan. Menurut Ayah Edi (Apa ya, sebutan untuk dia? Sori aku lupa :D) ciri-ciri karakter si Tata adalah ciri-ciri calon pemimpin.



Ya benar, dia menangis dengan suara melengking tinggi. Heboh sampai ke langit ke tujuh, begitu aku menyebutnya. Tidak gampang kapok, walaupun sudah dihukum.

Waktu baru lahir secara caesar saja, dia sudah menunjukkan bahwa dirinya yang berkuasa. Tangisnya meledak tinggi, membuat kakaknya tersurut takut. Bahkan kata si Abang, matanya menatap tajam kakaknya di usianya yang baru beberapa menit itu.

Jadi kataku berkelakar, waktu kecil saja, si adik itu sudah nantangin kakaknya. "Mungkin dia mau bilang, 'Apa kau?!' sama Rara," kataku. Lira jadi tertawa terpingkal-pingkal membayangkan adik bayinya yang masih merah itu sudah menantang berkelahi...

Salah-satu ciri calon pemimpin adalah tangisnya yang keras, rasanya bisa membangunkan dua tiga rumah tetangga. Selain itu... dia suka ngeles. disuruh mandi minta makan, disuruh makan bilang ngantuk, disuruh belajar ngaku capek.

Sudah jelas itu gelas barusan dia yang gunakan, tetap tak ngaku saat sudah pecah. "Bukan Tata, jatuh sendiri. Tata cuma pegang." suaranya tinggi penuh percaya diri dan mata mendelik seolah aku telah berlaku tidak adil dan menebar fitnah dengan menuduhnya memecahkan gelas. Ya benar, itu dia!

Semangat bersaingnya cukup tinggi dan daya tangkapnya bisa dibanggakan. Sekarang dia sedang menghafal Asmaul Husna. Selagi mengulang nomor 1-30, dia marah kalau aku atau siapapun mencoba mengingatkan, bila ada salah satu yang dia lupa.

Tapi dia anak yang tidak dapat dipaksa. Calon pemimpin adalah pribadi yang harus diberi pilihan, melakukan atau tidak. Calon pemimpin itu harus membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Apakah dia akan berdoa saat masuk wc atau tidak. Apakah dia akan memakai celana panjang saat tidur atau tidak. Perintah semacam, "Tata, pakai sepatunya!" tak akan dapat menaklukkannya.

Terkadang, dia bertanya padaku, baju yang mana yang bagus ia kenakan sehabis mandi pagi. Kupilihkan seleraku, ternyata ia menolak.

"Jadi, buat apa nanya Mama?"

"Tapi Tata mau pakai baju yang ini," ditariknya pelan-pelan baju favorit yang sudah lusuh dan bikin malu itu. Lagi dan lagi. Hm...

Lira


Dari tangisnya yang berurai air mata, tersedu-sedu di balik bantal hingga mata bengkak dan merah, ya benar, dia akan kuat di bidang seni atau science. Ia menangis dalam diam saat menonton film My Name is Khan.

Kulihat, buku-buku seri ilmu pengetahuan alam maupun hewan-hewan, sangat digemarinya. Setumpuk boneka hadiah ulang tahunnya dulu, tak begitu disukai. Sebagian besar sudah diturunkan ke si 'calon pemimpin'.

Ia suka membaca buku dan dapat bertahan hingga berjam-jam dengan buku itu. Bahkan hingga larut malam, saat aku pulang dari kantor sekitar pukul setengah sebelas (itu standarnya, kadang bisa lewat), sering ia masih terbangun.

Sering di hari libur, kami pergi ke Perpustakaan Wilayah Soeman Hs yang megah untuk meminjam buku. Kuperhatikan, buku yang dipinjamnya tak jauh-jauh dari buku ilmu pengetahuan, semisal dunia rawa, angkasa luar, petir dan lain sebagainya.

Dan aku berbagi pengalaman keisengan masa kecil, tentang ulahku yang 'menguji' guru dengan ilmu pengetahuan umum yang kuketahui. Salah satu yang masih kuingat adalah istilah emas hitam untuk minyak bumi, emas hijau untuk hutan belantara dan emas putih untuk platinum. Itu semua aku dapatkan dari ensiklopedi.

Untuk menguji guru di kelas, aku bertanya, "Apakah emas hijau itu?" Si guru bengong, lalu berkata dengan nama heran campur mengejek, "Tak ada emas yang hijau." Aku tersenyum. Satu-kosong.

Ternyata sekarang Rara melakukannya pada gurunya. Dan aku kaget, pertanyaannya sama, apakah emas hijau itu? Reaksi gurunya sama dengan guru SD Inpres-ku, 30 tahun yang lalu....hehehe...

Mungkin aku salah mengajarkan dia soal itu. Tapi sisi baiknya, ia jadi lebih suka belajar. Sasaran tembaknya tak lagi guru, tapi juga teman-teman sekelas.

Usianya baru delapan tahun (Agustus 2010 nanti genap 9 tahun. Ha! Anakku sudah 9 tahun!!). Melihat gayanya, di waktu kelas 2, ia kumasukkan les menari. Alhamdulillah sekarang sudah disuruh tampil membawakan tari satu-satunya yang dia kuasai setakat ini, Tari Persembahan.

Beberapa hari lalu, kami mencari tempat les musik. Di salah satu mall di Pekanbaru, petugas administrasi yang menerima kami, mengatakan, untuk pemula seperti dia, bagusnya belajar piano klasik dulu. "Nanti setelah mahir, dia gampang pindah ke alat musik manapun, biola, gitar, atau apa saja," katanya.

Lira mengatakan mau ikut les. Otakku sibuk membuat pengurangan imajiner, bagian mana dari pos pengeluaran yang akan dipotong untuk biaya les piano klasik itu. Ditambah adiknya yang sudah pasti tak mau kalah, tentu biaya akan jadi 2 kali lipat. Hampir setengah juta untuk empat kali pertemuan dikali setengah jam sekali pertemuan. Belum termasuk adiknya.

Dan sebagai catatan, percuma merundingkan masalah itu dengan si Papa, karena ia kurang (bahkan tidak sama sekali), tertarik terhadap hal-hal semacam ini.

Itulah anak-anakku. Dua saja, tapi serasa punya selusin. Bila salah satu tak ada di rumah, rumah itu sepi, tenang dan damai saja. Tapi begitu keduanya lengkap, rumah jadi ramai. Jeritan, tawa, tangisan juga, bunyi benda jatuh, gelas pecah (itu kayaknya si Tata lagi deh), derap kaki berlarian, semua ada. Hm.. i love you full!!