Rabu, 23 Februari 2011

Jumat Malam दी Ranjang Kami

Ia tidur di sampingku. Sangat dekat hingga aku dapat merasakan panas napasnya. Kami berpelukan. Dalam temaram cahaya dari luar kamar, dapat kulihat ia menatapku. Lalu kami saling tersenyum, mencium, membelai dan berpelukan lebih erat. Saat itu aku lihat jam dinding. Pukul 10.12 WB.




"Ma, Tata nggak mau Mama meninggal," lo, kok itu sih, ngomongnya?
Teranglah awak jadi heran. Sedang mesra-mesra begini, bicara soal mati? Hallo....
"Kenapa Tata takut?" tanyaku.
"Iya pokoknya Tata nggak mau..." ia merengek.
Aku diam sejenak. Entah apa yang terlintas dalam pikirannya, tapi aku berpikir, soal kematian adalah perkara hakiki yang harus diketahuinya. Ajal di tangan Tuhan. Kalau memang sudah ditakdirkan akan mati besok pagi, siap tak siap, mau tak mau, ia harus menghadapinya.
"Ta... semua manusia itu akan meninggal. Mama juga begitu. Doakanlah agar Mama panjang umur ya Nak, supaya bisa melihat Tata besar, jadi orang hebat. Mama selalu mendoakan Tata supaya menjadi anak shalihah, karena doa anak shalihah itu akan dikabulkan Allah. Kalau nanti Mama meninggal, lalu Tata berdoa pada Allah agar dosa-dosa Mama diampuni, maka Allah akan mengampuninya. Kalau Mama sudah dikuburkan, lalu Tata berdoa, maka kuburan Mama akan menjadi lapang, tidak sempit. Makanya, Tata harus jadi anak shalihah ya Nak..."
"Iya," jawabnya sendu.
"Oya, Tata masih ingat doa untuk orangtua? Rabbighfirli itu lo..."
"Masih," katanya. Lalu kami berdua mengulang doa itu. "Selagi Mama hidup, Tata harus jadi anak shalihah ya Nak, jangan melawan sama Mama, Papa dan kakak. Jangan malas lagi shalatnya, ya," kataku.
"Ma, ma'afkan dosa-dosa Tata ya Ma," ia mengulurkan tangan. Kami bersalaman.
Kulihat ia menarik ujung selimut dan mengusap matanya. Pakai nangis?
Tak lama kemudian, ia kembali mengungkit soal mati itu.
"Tata nggak mau Mama meninggal," katanya.
"Kenapa?" aku memang jadi penasaran, apa yang ditakutinya?
"Iya...pokoknya Tata nggaku mau," ia menangis sedih. Matanya merah dan air matanya tumpah.
"Iya, tapi kenapa?"
"Tata nggak mau melihat Mama jadi tua, terus kesakitan lalu meninggal. Itu yang Tata nggak mau, huhuhu...."
Oh, Sayang...sungguh mengharukan. Sunggah di luar dugaanku.
Jadi itulah ketakutannya. Ia takut melihatku menderita. Ia bukan memikirkan akan seperti apa dirinya setelah aku meninggal. Aku pikir, ia khawatir tidak akan ada lagi yang mengurusnya, membelai atau menggeli-gelikan wajahnya sebelum tidur, membangunkan di pagi hari, menjemputnya pulang sekolah, mengajaknya jalan-jalan, membelikan mainan, dan semuanya.
Aku bahagia memilikimu, Anakku
bangga menjadi ibumu
terharu akan rasa cintamu
semoga segala yang terbaik akan kau dapatkan dalam hidupmu...

"Besok bangunkan Tata subuh-subuh ya Ma, Tata mau shalat," katanya.
"Iya Nak..."

Sepertinya si Tata sudah taubat nasuha malam itu. Tapi ternyata, paginya, ia kembali ke habit semula. Susah bangun. Dan akupun otomatis kembali ke habit semula, jadi cerewet. Romantisme semalam tinggal kenangan...
"TATA....SUDAH JAM TUJUUUUH. CEPAT BANGUUUUUUNNNN!!!!"

Selasa, 22 Februari 2011

Alzheimer


Minggu malam, usai makan bersama, aku memutar VCD tentang detik-detik penangkapan Saddam Hussein, Presiden Iraq. Ini siasat kedua yang aku jalankan agar Papa betah di rumahku dan tidak minta pulang ke Padang. Lama juga aku memilih-milih film yang akan aku putar di depan Papa, pengisi waktunya sebelum tidur malam bersama anak cucu. Akhirya aku pilih tentang Saddam Hussein, produksi Discovery Channel.
Berhubung telinga dan mata papaku sudah tidak bagus lagi kualitasnya, maka aku dapat tugas tambahan membacakan teks film itu. Jadi sepanjang pemutaran film, aku menonton sambil membaca keras-keras teksnya di dekat telinga Papa.
Film diawali dengan cuplikan wawancara Samir bin Fulan (sengaja nama keluarganya disembunyikan, demi alasan keamanan) dengan salah satu stasiun televisi Amerika. Samir seolah telah disiapkan Tuhan untuk menjalan tugas itu. Ia seorang warga Islam Syiah yang mengalami kekejaman rezim Saddam Hussein. Samir lahir pada 1970 di Nasiriyah, Iraq. Ia terpaksa meninggalkan negerinya setelah terjadi pemberontakan antara kaum Syiah dengan pemerintahan Saddam Hussein pada saat Perang Teluk 1991. Samir diusir bersama puluhan ribu orang Syiah lainnya. Selama tiga setengah tahun Samir tinggal di barak pengungsian di padang pasir Arab Saudi.
Pada 1994 Samir diterima sebagai pengungsi politik di Amerika Serikat. Pada 13 Desember 2003, Amerika menginvasi Iraq. Samir mencari alasan untuk membantu tentara Amerika, entah sebagai apapun. "Peluang yang terbuka hanya sebagai penerjemah," cerita Samir.
Samir dipilih sebagai tokoh sentral dalam film ini menurut saya karena dia punya latar belakang sejarah yang paling menarik untuk dikemukakan. Selain itu, ia punya foto tentang penangkapan itu. Foto Samir bersama Saddam Hussein yang sengaja disungkurkan ke tanah hingga pipinya menyentuh pasir, beberapa saat setelah mantan diktator itu berhasil dikeluarkan dari bunkernya, bisa jadi adalah foto paling awal yang diambil setelah Saddam Hussein berhasil digulingkan. Kebetulan pula, Samir membawa kamera pribadi dalam misi penting itu, hingga ia dapat mengabadikan wajah Saddam Hussein sebelum dicukur. Digambarkannya, rambut diktator itu berminyak dan ia menduga sudah berbulan-bulan Saddam tak mandi.
"Ketika Saddam Hussein digulingkan, ada teman Apa (Papa) dari Mesir, si Ali, yang sangat mendukung Saddam Hussein. Ia bilang, 'tolong doakan Saddam Hussein'," papaku bercerita di sela-sela pembacaan teks yang sedang kulakukan.
Film dilanjutkan dengan persiapan tentara Amerika untuk mencari Saddam Hussein di tempat persembunyian. Konon ia berada dalam sebuah bunker yang terletak di tengah kebun di wilayah Ad Dewr, dekat Tikrit, kampung halaman Saddam Hussein.
Salah seorang pengawal Saddam berhasil ditangkap tentara Amerika dua hari sebelumnya dan diinterogasi. Dari dialah diketahui dimana Saddam bersembunyi selama sembilan bulan dari kejaran tentara Amerika.
"Ada teman Apa, si Ali, dia orang Mesir yang sangat mendukung Saddam Hussein. Katanya, 'tolong doakan Saddam Hussein'," papaku berkata lagi.
Aku dan ibuku saling tersenyum. Hingga sekitar satu setengah jam berikutnya, sepanjang pemutaran film penangkapan Saddam Hussein itu, mungkin sekitar lima atau enam kali Papa menginterupsi acara pembacaan teksku dengan informasi yang sama.
Temannya si Ali yang warga Mesir, meminta ia mendoakan Saddam Hussein. Ali bin Fulan itu merupakan guru bahasa Arab di sekolah agama dekat rumah kami di Padang, hasil program pertukaran guru antara Indonesia-Mesir. Ali dan papaku merupakan jamaah Masjid Ikhwanussaffa dan Ali memberikan les Bahasa Arab pada jamaah yang berminat. Papaku salah satunya.
Saat aku pergi umrah dengan Papa pada 2008 lalu, ia juga punya pengalaman yang selalu disebut-sebutnya kemudian. Ceritanya, saat duduk di Masjidil Haram menunggu waktu Ashar, ia disodori Al Quran oleh seorang pemuda Arab. Papaku berasumsi, si pemuda Arab menyuruhnya baca. "Mungkin dikira saya tak bisa membaca Al Quran," katanya. Papa dengan percaya diri bertanya dalam Bahasa Arab, hasil les dengan Ali, "yang mana?" (sori, aku lupa apa persisnya Bahasa Arabnya). Si pemuda Arab menunjuk satu surat lalu Papa membacanya. "Aku baca dengan irama sebagus-bagusnya. Lalu aku balik menantang dia, kusodorkan Quran itu, lalu kubilang, "Wa anta," artinya 'dan kamu'. Ternyata ia membacanya seperti kita membaca koran, tak pakai irama sama sekali! Pantas saja orang Indonesia juara MTQ tingkat internasional." Kisah ini beratus-ratus kali aku dengar.
Bila ia mengingat beberapa hal penting, sebaliknya, ia melupakan hal-hal lainnya yang dianggap kurang penting. Salah satunya, soal makan. Aku dan ibuku seringkali menahan tawa kalau waktu makan tiba. Papa selalu mengatakan, jangan masukkan nasi banyak-banyak ke piringnya. Nafsu makannya sekarang sudah banyak berkurang dibanding saat muda dulu. Namun saat ia merasa masakannya enak, ia nambah dua hingga tiga kali. Beberapa waktu kemudian, kalau kami bertanya, apakah ia sedang tidak nafsu makan, Papa akan menjawab, "Iya, Apa tidak selera. Sedikit saja makan Apa sekarang," katanya.
Begitulah papaku. Di usianya yang mungkin sudah 70 tahun lebih (pastinya aku tak tahu, karena Beliau sendiri tak pasti tahun lahirnya). Kubaca di internet, penyakit lupa papa itu salah satu tanda-tanda Alzheimer. Film Cinta yang diperankan almarhun Sophan Sophiaan dan Widyawati, juga berkisah tentang lelaki tua penderita Alzheimer. Sepertinya papaku juga menderita itu.
Ditulis dalam Wikipedia, resiko untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahun, kata seorang dokter. Menurutnya, sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orangtua, namun sejarah membuktikan bahwa pesakit pertama yang dikenal pasti menghidap penyakit ini ialah wanita dalam usia awal 50-an.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orangtua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat, saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Aku, ibuku dan saudara-saudaraku yang lain, sangat mengkhawatirkan Papa. Ia orang yang sedikit keras kepala dan menurut kami juga sedikit takabur. Ia yakin mengetahui segala hal, jalan, jalur angkutan umum dan sebagainya. Ia tak khawatir akan tersesat, karena bisa membaca. Sekali waktu, dalam rangka membujuk supaya tak pulang ke Padang juga, aku bawa Papa ke Pasar Arengka, untuk bersilaturrahmi dengan para keponakannya, yang rata-rata jadi tukang daging. Waktu hendak pergi, aku bertanya, apakah papa bisa pulang sendiri? Perlukah aku jemput? Kalau iya, tunggu di sini, nanti seusai rapat dari kantor, aku akan menjemputnya.
"Tidak, aku bisa pulang sendiri. Aku tahu dimana berhentinya, gampang itu. Pulang sajalah!"
Walau sedikit khawatir dan ragu, akhirnya aku pergi juga. Siangnya aku tahu, Papa memang tersesat. Beliau lupa di jalan apa harus berhenti. Walhasil, ia turun sekitar setengah kilometer dari jalan yang seharusnya.
Satu lagi hal yang dilupakan Papa adalah, keberatan kami dengan pilihan bacaannya. Kami semua tidak suka Papa membaca Pekanbaru MX yang isinya didominasi berita kriminal. Terlebih sampul depannya seringkali dihiasi artis cantik setengah
telanjang. Secara umur Beliau sudah 70 tahun lebih gitu looo....Yang paling aku ingat, pagi itu kulihat artis Five-Vi yang bahenol itu, diberitakan baru saja putus pacar di koran itu. Berita biasa saja sebenarnya. Tapi si Five-Vi ditampilkan dalam pakaian kurang bahan yang bikin aku risih. Aaarrrggghhh!!!

Jumat, 18 Februari 2011

Pawai Indah Murid TK Se-Sukajadi Berlangsung Meriah

Sabtu (19/2) pagi, digelar Pawai Indah Murid TK se-Sukajadi sekitar 700 murid, sebagai rangkaian dari Lomba Kreativitas Guru dan Murid se-Kecamatan Sukajadi.
Pawai ini dibuka Kepala UPTD Disdik Sukajadi Drs Ahmad. Saat mengawali pawai di belakang Kantor Gubernur di Jalan Cut Nyak Dien, ia mengatakan, sangat mendukung acara ini dan berharap ini memberikan kenangan indah bagi para murid yang mengikutinya. "Semoga ini juga menambah wawasan anak-anak dan mengasah emosional mereka," katanya.
Sementara itu Ketua Panitia Pelaksana Pawai Ismalina dari TK Tarbiyah Islamiyah yang beralamat di Jalan Kamboja 113 ini, pawai diikuti 14 TK dan sekitar 700 siswa. Tema pawai ini adalah 'Dari sabang Sampai Merauke' yang diimplementasikan para murid dengan pakaian adat daerah-daerah di Indonesia.
Meskipun demikian hampir separuh murid TK Aisyiyah II yang mengikuti pawai ini, memilih pakaian alat negara, seperti polisi, polwan dan tentara. Ada juga yang mengenakan seragam dokter dan perawat. Dikatakan Kepala TK Aisyiyah II Ny Tengku Asmaroni, sepertinya para siswa masih mengidolakan para pembela negara ini, sehingganya hampir separuh peserta pawai dari total 150 anak, memilih mengenakan seragam alat negara.
Diterangkannya, motivasi untuk mengikutkan para siswa dalam kegiatan ini adalah untuk memberikan kesan yang menyenangkan pada anak-anak. "Sekolah di TK itu kan rata-rata hanya satu tahun. Sementara di SD nanti mungkin mereka tidak akan mengikuti pawai lagi, atau jarang ikut. Jadi kami berharap kegiatan ini akan meninggalkan kesan yang indah bagi anak-anak," katanya.
Pawai ini mengambil rute dari Jalan Cut Nyak Dien, terus ke Jalan Jenderal Ahmad Yani, masuk ke Jalan KH Ahmad Dahlan dan berakhir di Mako Brimob yang panjangnya diperkirakan sekitar 4 km. Iring-iringan pawai juga melalui tenda kehormatan di depan Kantor Camat Sukajadi. Terlihat Camat Sukajadi Seniwati yang baru dilantik, melambaikan tangan pada para peserta.
Iring-iringan ini diawali dengan kelompok drum band murid TK. Di belakangnya, berbaris para polisi, perawat, polwan, tentara, pengantin dengan pakaian adat berbagai daerah dan ditutup oleh rombongan orang tua murid.

Heboh
Pawai para murid TK selalulah heboh. Dengan aneka kostum, mereka terlihat lucu. Belum lagi tingkah laku mereka yang polos. Seperti pagi itu, seorang gadis kecil peserta drum band, terus menengok ke pinggir jalan sambil tangan terus menabuh drum seiring irama. Matanya mencari-cari. Rupanya ia kehilangan ibu.
Sementara di pinggir jalan, rombongan ibu-ibu sibuk mengabadikan anak
masing-masing dengan kamera. Ada pula yang memboyong baby sitter ke jalan, sambil
menenteng keperluan si anak. "Sini jalan dekat Bunda, Sayang," kata ibu itu pada polisi kecil yang berjalan di tengah barisan. Maksud si ibu, anaknya pindah ke pinggir. Tapi polisi itu menolak. "Enggak, aku mau di sini," katanya.
Sepanjang jalan, para guru TK sibuk merapikan barisan murid-murid sembari
'merapikan' para orangtua yang sebentar-sebentar turun ke jalan, agar lebih leluasa mengambil gambar, memberi minum, merapikan pakaian anak dan lain sebagainya. Bahkan ada juga orangtua murid yang masuk ke barisan, untuk memberi minum anaknya. Tak pelak, semua aktivitas ini membuat jalan sepanjang rute pawai ini menjadi macet.
Meskipun demikian, secara umum semua berjalan lancar. Tak ada insiden berarti yang terjadi, kecuali beberapa peserta keluar dari barisan sebelum waktunya karena kelelahan. Aparat Kepolisian terlihat mengamankan jalannya pawai.

Tata Pilih Seragam Sendiri



Si Tata, sejak beberapa hari lalu sudah aku pesankan seragam perawat. Awalnya minta seragam dokter, ternyata sudah habis, jadi diganti dengan seragam perawat. Sudah mendapat persetujuan si empunya badan sebenarnya, tapi ternyata sehari sebelum pawai digelar, ia menemui gurunya dan minta diganti dengan seragam Polwan.
Duuh...jadi bulek padek deh! Si papa jadi doyan memotret Tata dengan seragamnya.
Malam sebelum pawai, ia tidur larut sekitar pukul sebelas malam. Untung tidak sulit dibangunkan keesokan harinya. Sebelum pukul setengah delapan, ia sudah siap berangkat dan tak sabar ingin segera bergabung dengan teman-temannya.
Aku dan ibuku ikut serta mendampingi Tata. Sekalian aku bikin liputannya. Pas berbaris dengan para polisi, perawat, tentara dan lainnya, ketahuan si Tata paling sederhana tampilannya. Peserta lain, yang kebagian berpakaian adat, pagi-pagi sudah masuk salon dan tampil di pawai dengan riasan wajah yang aduhai. Untung anak-anak tak kenal minder atau rendah diri. Jadi mereka santai aja.
Aku lihat di Anel juga pakai seragam Polwan. Hm...jangan-jangan....

Rabu, 16 Februari 2011

Koleksi Kata-kata dan Frasa Lucu Anak-anak

Beberapa hari lalu saya punya proyek spesial menyangkut anak-anak saya, yaitu mengumpulkan koleksi kata-kata mereka. Sebagian dari kata-kata dan frasa itu masih digunakan sampai sekarang, namun sebagian sudah ditinggalkan. Sengaja saya tulis, siapa tahu kelak saat mereka dewasa dan membaca tulisan ini, mereka akan tersenyum, seperti saya sekarang saat menuliskannya. Baru ini yang terkumpul. Akan saya tambahkan kalau ingat lagi yang lainnya...

si yu tromow : see you tomorrow
grismis : christmas
kebeliaran : berkeliaran, contoh penggunaan dalam kalimat; Jangan main di luar rumah maghrib-maghrib, setan kebeliaran!
ayem mentoli : I am sorry, disadur secara ilegal dan asal dari lagunya Charlie ST12, judulnya lupa, teksnya lebih kurang 'I am sorry, ku tak mau love you lagi....'
seterah : terserah
bulek padek : menggemaskan (note: secara fisik, tidak ada hubungannya dengan saya!)
mister brin : Mr Bean
kahin : kain
orat : aurat
altantis :atlantis
amak igot : o my God
apepe ape tuyu : happy birthday to you
asna usna : asmaul husna
tokliti : polisi
ibuk bulu : ibu guru
ammarihoh : An Namiroh
ail cuncan : air mancur
bondo : bundo (bahasa Minang= bunda)
koko : toko
sebentan tara : sebentar
dulu kemarin : kalau bukan kemarin ya kemarin lusa
baju bintik : baju batik
minyak kerimi: minyak kemiri
sedetil-sedetil: sedetil-detilnya
tollah: sekolah
wawang: bawang
sanubari: salero barih (minang=ngences sedang tidur)
pentin: pantene (merk shampoo)
het en sonde: head and shoulder (merk shampoo)
todok: kodok
teno: gendong
yok: rok



kategori frasa
kurang suka : artinya tidak enak, ucapkan ini bila kamu menghindar dari kewajiban makan sayur
bukannya iri : diucapkan bila kamu hendak menggosipkan temanmu
ini hanya contoh : ucapkan ini kalau kamu ingin memamerkan kata-kata kotor yang baru saja kamu dapatkan dari temanmu. Kalau tidak, malaikat akan mencatat satu dosa.
atau enggak atau iya : maksudnya 'entah iya entah tidak' cara ngeles paling lazim digunakan. Contoh penggunaan: "Benar tadi ngelap tangan kotor ke baju?" "Entah enggak entah iya, Tata nggak ingat..."
maaf ya Ma : frasa pembuka yang paling umum dipakai bila kamu baru saja memecahkan sesuatu.
maaf kalau Tata bohong : artinya memang sudah berbohong
tong geli-gelikan: tolong geli-gelikan
sabun cuci ekomani: sabun cuci ekonomi
kau menuat ku mena'ata: "kau membuat... ku berantakan..." (d massiv)


ternyata ada pembaca yang ingin menambahkan koleksi ini. ini update koleksinya dari saya pribadi dan di bawah ada kiriman dari teman-teman

atopula ajim : astaghfirullahhal adziim...
disourus : dinosaurus
jiblab : jilbab
seba : bra
estoran : restaurant
Bo Bo Hong : berbohong
ngangi : nyanyi
kesian lama : sekian lama (dikutip dari lagu Ridho Roma; sekian lama... aku menunggu...)
otop : suap. Contoh penggunaan: Tolong otopkan (suapkan) Tata.
e kiss mi : excuse me...
iftitah : i'tikaf





koleksi titipan:

dari Wina n Bilal
pak satam : pak Satpam

dari Dhea di Padang (koleksi paling 'nganeh' yang pernah saya dengar, hahaha...)
alek mamam :baralek
ato ten : coco crunch
eh em eh : sms
sarang  mimik: bra

Ketika 'Mama Lagi Gak Ada Duit' Sudah tak Mempan

Waktu menjemput Tata dari TK-nya, beberapa hari lalu, begitu keluar dari pintu kelas, ia sudah ribut minta dibelikan tempat minum yang ada gelasnya, seperti punya Anel, temannya.
Anel memang trend setter bagi Tata. Semua yang dikenakan Anel, selalu menarik baginya. Saat Anel mengenakan baju renang biru dengan motif bunga-bunga, Tata minta dibelikan seperti itu juga. Demikian pula dengan baju muslim Anel yang dipakainya Hari Jumat, sebelum seragam sekolah selesai dijahitkan.
Sekarang, masih Anel yang itu juga, punya termos air baru dengan tutup dwifungsi, sebagai penutup termos sekaligus cangkir. Si Tata tak mau kalah ingin itu juga.
"Ma....iya ya Ma, belikan Tata tempat minum kayak Anel. Bagus Ma. Ada gelasnya," katanya. Kala itu kami sudah berada di atas motorku. Ia berdiri di depan.
"Mama lagi gak ada duit, Ta. Lagian termos Tata kan masih bagus?"
"Jelek Ma....punya Tata itu gak ada gelasnya..." dia masih merengek.
"Aaah...bagus itu. Punya Tata bagus. Belum rusak. Kita tidak boleh mubazir Nak," kalau dengan Rara, selesai sudah pembicaraan sampai di situ. Paham dia. Tapi Tata adalah pribadi yang lain. Ia tetap berjuang mendapatkan termos baru itu.
"Kan Mama punya duit. Ada Tata liat di dompet Mama uang seratus ribu," katanya. 'Dan tinggal segitu-gitunya,' sambungku dalam hati.
Dia masih bergeming. Akhirnya kataku, "Gini deh. Coba Tata ambil daun di pohon itu (ada pohon pelindung pinggir jalan yang banyak sekali gugur daunnya), kumpulkan beberapa helai, terus bawa ke Matahari. Tanyakan ke orang yang jualan di sana, "Berapa tempat minum yang ini Nte?" Terus, Tata bayar aja dengan daun itu."
"Mana mau dia!" cepat dia menjawab.
"Kenapa gak mau?"
"Ya masak pakai daun? Pakai uanglah!"
"Nah itu, Ta. Kita kalau mau membeli sesuatu, pakai uang. Walaupun Mama bekerja setiap hari selama satu bulan, terima gajinya sekali saja. Itulah yang harus dihemat sampai terima gaji sekali lagi, sebulan yang akan datang. Kalau semua uangnya kita belanjakan, mana lagi yang akan kita tabung? Kita kan mau ke Amerika?"
"Tapi Tata mau termos kayak Anel..."
Lama-lama gue jitak juga nih, si Anel.
"Masa semua yang Anel punya Tata harus punya juga sih? Nanti kalau Anel kakinya patah, kamu juga mau kakinya dipatahkan? Sekalian aja ambil mama Anel, adiknya, papanya, tinggal di rumahnya, tidur di sana. Mau? Kalau mamamu diganti, belum tentu Mama Anel mau geli-gelikan mukamu sebelum tidur," sedikit rahasia, kalau aku ada di rumah dan dia akan pergi tidur, tugasku adalah menggeli-gelikan wajahnya. Kadang ada instruksi untuk pindah ke areal tengkuk, leher, atau lengan. Tapi areal wajah itu wajib hukumnya. Belum afdol rasanya dia berangkat tidur tanpa 'tolong geli-gelikan muka Tata,'. Anehnya, ini hanya jadi tugasku. Kakaknya tak pernah diperintah menggeli-gelikan wajahnya. Papanya apalagi.
Mungkin membayangkan akan merana tidur tanpa geli-geli muka, akhirnya dia diam. Tapi beberapa hari yang lalu, berhasil juga ia mendapatkan termos impian itu, setelah 'membajak' papanya. Tapi pagi, saat ia sarapan, kulihat cangkir di termos itu tak digunakannya. Ia tetap minum melalui pipet.
"Tu kan, lihat kan? Kamu gak pakai cangkirnya, tapi pipetnya. Jadi untuk apa termos ini dibeli?" kataku.
Baru menciut dia.

Rusli Zainal Versus Ellyas Pical

Pertarungan Paling Kocak Awal Tahun Ini


Rencana Gubernur Riau HM Rusli Zainal menantang mantan Juara Dunia Kelas Bantam Junior WBF Elyas Pical, akhirnya terwujud juga, Sabtu (22/1/11) di Pusat Latihan Tinju (PLT) Pertina Riau, Jalan Yos Sudarso, Rumbai.

Acara ini dikemas sedemikian rupa, sehingga sangat berkesan seperti acara akbar. Demikian pula saat Rusli Zainal selesai berganti pakaian di ruang ganti dadakan, ia dibawa keluar dalam iring-iringan yang ramai, lengkap dengan mantel merah layaknya petinju akan memasuki arena. Sorak-sorai penonton seketika membahana, melihat sang Gubernur keluar dari ruang ganti.

Elyas Pical mengenakan mantel putih dan ia membawa serta sabuk juaranya, yang hari itu rencananya akan dipertahankan dalam pertandingan tiga ronde. Banyak penonton yang penasaran, apakah ini pertandingan sungguhan atau main-main. Keraguan itu semakin menjadi melihat persiapan panitia untuk acara ini. Wasit yang didatangkan, bukanlah wasit pura-pura, ring tinju, sarung tinju, sabuk juara Elyas Pical yang akan diperebutkan, dan segala hal terkait tinju, semua asli.

Apalagi Rusli Zainal sempat 'sesumbar' akan meng-KO-kan Elyas Pical pada ronde kedua. Ia juga menangkis keraguan banyak orang tentang kemampuan bertinjunya. "Jangan salah, waktu kecil dulu saya juga seorang petinju, orang tidak tahu saja," katanya. Tapi ia kemudian menambahkan, "Tapi pelatih saya, saya suruh juga siapkan handuk putih, karena mana tau..." katanya.

Disiapkan Ayat Kursi
Keraguan yang sama juga dirasakan sang istri Gubernur, Septina Primawati Rusli. Cerita Gubri, "Ibu sempat bertanya, 'Ini tidak serius kan Pa? Kalau serius, biar saya bacakan Ayat Kursi'. Saya katakan, "Dimana tidak seriusnya? Ini sama seriusnya dengan upaya pemerintah menangani kasus Gayus," katanya diiringi tawa.

Keraguan itu segera sirna begitu pertandingan dimulai. Rusli Zainal dan lawannya Elyas Pical belum apa-apa sudah tertawa-tawa bareng di arena itu. Dan sebelum Rusli Zainal melayangkan pukulan, Elyas Pical sudah maju ke tengah ring dengan posisi bertahan, yaitu tangan diletakkan persis di depan wajah, melindunginya dari pukulan.
Jangan harap akan ada jual beli pukulan dan pertandingan itu. Jangan harap juga mantan juara dunia itu akan menunjukkan kegarangannya. Elyas Pical sepertinya hanya memposisikan diri menjadi sparing partner sang Gubernur.

Walaupun demikian, sempat juga Elyas Pical terjatuh karena pukulan Rusli Zainal. Peristiwa ini terjadi di ronde pertama dan kedua. Dan setelah ronde ketiga, eksebisi ini diakhiri dan juri menyatakan pertandingan berakhir draw, walaupun Rusli Zainal sempat mengatakan, "Seharusnya saya menang angka." Ditambahkannya, "Itu tadi baru setengah kemampuan yang saya keluarkan. Uppercut saya belum keluar. Nantilah. Saya sudah pancing Elyas Pical, tapi tidak keluar juga."

Menyedot Perhatian
Pertandingan eksebisi ini menyedot perhatian banyak orang. Dikatakan Ketua KONI Riau Yuherman Yusuf, baru kali ini ada pertandingan tinju yang banyak ditonton kaum perempuan, mulai dari anak-anak hingga lansia. Sejak siang, kawasan Jalan Yos Sudarso tepatnya di depan PLT itu, sudah ramai oleh kendaraan, bahkan macet. Apalagi saat waktu pertandingan semakin dekat, semakin banyak pula kendaraan yang parkir di sekitar lokasi, mulai dari roda dua hingga roda empat. Kursi-kursi di sekitar ring, bahkan hingga ke pinggir jalan, penuh oleh penonton. Demikian pula dengan para wartawan media cetak dan elektronik, memenuhi arena. Pertandingan ini bahkan disiarkan secara langsung oleh RRI Pekanbaru dan RTV. Niat Gubernur melawan Elyas Pical itu, ternyata bergaung tak hanya di Pekanbaru, tapi sudah ke seluruh Indonesia hingga sms masuk ke hp sang Gubernur bertubi-tubi, untuk memastikan niatnya itu.

Sosialisasi PON
Dikatakan Rusli Zainal, eksebisi ini salah satu langkah sosialisasi Pemprov Riau dan Pertina Riau terhadap PON ke-18 yang akan digelar di Riau pada 2012 mendatang. "Kita harus sukses mengadakan PON ini. Paling tidak meraih juara umum," kata Gubri. Melihat antusiasnya masyarakat menyaksikan Gubernur mereka bertanding, agaknya sosialisasi ini mencapai target. Penonton pertandingan ini berasal dari berbagai kalangan, mulai dari warga sekitar, para pejabat di Pemprov Riau, kaum ibu dan pemuka masyarakat. ***

Gema Salawat Membahana Masjid Agung An Nur

Tablig Akbar Peringati Maulid Nabi Bersama Hadad Alwi


Gema salawat membahana di Masjid Agung An Nur, Rabu (16/2) pagi, saat Hadad Alwi mengomandoi lebih dari lima ribu jamaah untuk memuliakan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dalam acara Tablig Akbar Menyambut Maulid Nabi Muhammad 1432 H.
Acara ini dimulai sekitar pukul delapan pagi. Jamaah berdatangan dari segala penjuru, baik masyarakat umum, para karyawan, jamaah masjid dan wirid, aparat kepolisian, para pejabat, serta para siswa mulai dari SD-SMA. Hadad Alwi terlihat sangat komunikatif dengan massa yang memenuhi masjid itu. Puji-pujian kepada Nabi Muhammad digaungkan Hadad dan diikuti para jamaah.
Selain itu, tablig akbar ini juga diisi dengan perenungan, mengajak kaum muslimin zaman ini untuk mengingat dan membayangkan sekiranya Nabi Muhammad berada di sisi mereka saat itu. Banyak jamaah yang meneteskan air mata saat Hadad menyerukan kepada Allah, agar salam mereka disampaikan kepada Nabi yang telah mendahului mereka.
"Ibu-ibu dan Bapak-bapak sekalianlah yang dimaksud Nabi SAW, ketika suatu ketika ia berkumpul dengan para sahabatnya, kemudian Beliau berkata, "Aku rindu, aku rindu." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, pada siapakah Engkau rindu?" Nabi menjawab, "Pada umatku, yang mencintai aku, mesti tidak pernah berjumpa denganku. Mereka yang hidup tidak sezaman denganku, namun kecintaan mereka demikian besar kepadaku," Kitalah umat Muhammad itu. Semoga salawat yang kita ucapkan hari ini, membuat kita berhak untuk bertemu dengan Beliau, di akhirat nanti," kata Hadad.
Beberapa jamaah yang menekurkan kepala, terlihat mengusap air mata, termasuk Hadad. Usai menggemakan salawat di dalam masjid, acara dilanjutkan ke halaman Masjid An Nur yang luas. Di sana, telah menunggu ribuan jamaah dan di sini Hadad kembali mengajak mereka bersalawat. Di penghujung acara, Hadad mengajak jamaah menyanyikan lagu Salawat Nabi diiringi musik dan terkesan lebih populer.
Keadaan menjadi sedikit tak terkendali, saat di penghujung acara, panggung dipenuhi jamaah yang ingin bersalaman dan memotret Hadad Alwi dari dekat. Untung tak terjadi hal-hal yang buruk dan Hadad segera dibawa kembali masuk ke dalam masjid.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementrian Agama Riau H Anshari Noor, mengatakan, tingginya antusias masyarakat mengikuti tablig akbar ini membuat pihaknya gembira. Ia berharap akan menggelar acara serupa karena ini sangat besar manfaatnya tidak saja bagi orangtua, melainkan juga generasi muda, terutama untuk meningkatkan kualitas moral dan akhlak. [ ]

Minggu, 13 Februari 2011

Menelusuri Jejak Para Nabi dan Rasul Melalui Pedang





Warga Pekanbaru selama sebulan sepanjang Februari ini dapat menikmati wisata religi dengan mengunjungi pameran replika peninggalan Nabi Muhammad SAW yang dibawa dari Musium Topkapi, Istambul, Turki.
Pameran ini berlangsung di Anjung Seni Idrus Tintin (Purna MTQ), Pekanbaru, dimulai sejak 12 Februari lalu dan akan berakhir pada 12 Maret mendatang. Pameran digelar sejak pukul 09.00-21.00 setiap hari, termasuk Minggu. Kemarin (13/2) sore,
cukup banyak juga pengunjung yang datang ke pameran itu dan umumnya berkelompok, mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia. Melihat mayoritas warga Pekanbaru adalah muslim, tidak heran bila minat mereka mendatangi pameran ini cukup tinggi.
Harga tiket cukup terjangkau, yaitu Rp20 ribu untuk umum dan RP15 ribu untuk siswa. Begitu memasuki gedung, pengunjung digiring dulu untuk menyaksikan tayangan tentang sejarah benda-benda suci peninggalan Nabi yang akan dipamerkan itu. Tayangan itu berlangsung selama lebih kurang 10 menit, mengulas tentang aneka koleksi Musium Topkapi, Istambul, Turki, yang berkaitan dengan peninggalan Nabi Muhammad SAW.
Setelah itu, pengunjung dipersilakan naik ke tingkat dua gedung itu dan memasuki arena pameran. Di pintu masuk, petugas akan memeriksa tiket, lalu pemandu pameran akan menerangkan segala hal terkait sejarah benda-benda yang dipamerkan itu. Di sisi kanan pintu masuk dipajang replika sendal sebelah kanan milik Nabi Muhammad SAW yang berukuran cukup besar untuk kaki orang Indonesia. Sendal itu aslinya terbuat dari kulit unta dan digunakan Nabi untuk sehari-hari. Di sisi kiri pintu masuk, terdapat replika jejak kaki Nabi yang konon sengaja dibuat Allah SWT tercetak di batu, saat Nabi naik ke langit ke tujuh dari Masjidil Aqsa di Palestina, dalam
peristiwa Isra' Mi'raj.
Masuk ke dalam, terdapat tongkat Nabi berukuran sekitar 113 cm. Tongkat itu terbuat dari kayu dan bentuknya tidak lurus, tapi agak berliku-liku. Konon tongkat ini digunakan Nabi untuk menopang dirinya saat usianya semakin tua. Ada pula sepasang busur panah dalam kotak kaca yang disebut merupakan pemberian dari seorang sahabat nabi dari negeri Cina. Anak panahnya terbuat dari bambu sedangkan busurnya terbuat dari kayu pinus. Konon kedua benda itu tak pernah digunakan Nabi saat berperang, melainkan hanya dipajang di rumah sebagai bentuk penghormatan kepada sahabatnya.
Terdapat pula beberapa replika pedang seperti Ar Rasub sepanjang 140 cm. Dian Yudinda, pemandu pameran, mengatakan, ada pula pedang Al Qadib, yang digunakan Nabi untuk perjalanan dan bukan untuk berperang. Pedang Al Ma'thur merupakan pedang kebesaran karena diturunkan dari ayah Nabi. Pedang itu dilapisi dengan emas dan dihiasi dengan batu biru. Pedang itu konon telah dimiliki Nabi sejak sebelum menerima wahyu.
Sedangkan Pedang Al Qadib merupakan satu-satunya pedang milik Nabi yang berukir kalimat syahadat. Pedang itu tak pernah dipakai untuk berperang dan hanya dipajang sebagai simbol kehormatan dan kebesaran. Belakangan, pedang itu menjadi
simbol kekhalifahan.
Ada pula replika tongkat Nabi Musa yang aslinya dulu pernah berubah menjadi ular dan dapat membelah Laut Merah saat Nabi Musa dan pengikutnya dikejar-kejar oleh Firaun. Tongkat aslinya terbuat dari pohon kaukat atau pukkaha dan panjangnya hampir 2 meter. Sementara Pedang Al Battar merupakan pedang hasil rampasan perang dari seorang raja yang sangat zalim. Nabi Daud AS merampasnya dari sang raja, lalu diturunkan kepada nabi-nabi sesudahnya, hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW. "Pedang ini disebut juga Pedang Para Nabi," jelas Dian.

Bermanfaat
Salah seorang pengunjung, Hj Maya, mengatakan, wisata religi seperti ini sangat bermanfaat tidak saja bagi dirinya yang sudah tua, melainkan juga bagi generasi muda. Sore itu Hj Maya datang bersama suami dan cucunya, menyaksikan tayangan tentang sejarah peninggalan Nabi dan menyaksikan aneka pedang dan tongkat Nabi.
Ia juga menyempatkan diri membeli VCD tentang peninggalan Nabi dan Rasul yang dijual seharga Rp30 ribu dengan durasi film 1,5 jam. Hj Maya sengaja membeli dua keping VCD untuk dibagi pada cucu-cucunya yang tak sempat datang.
Sedangkan Permata (5), siswi TK Aisyiyah II, Pekanbaru, mengaku sedih melihat sendal Nabi yang sudah usang. Permata dan kakaknya Lira (9), datang bersama orangtua mereka ke arena pameran itu. "Banyak pelajaran sejarah yang saya pelajari di sana. Sekarang saya tahu, ternyata firaun itu banyak, ada 310 orang," kata Lira. Ia juga mengaku terkesan dengan pameran itu dan berharap teman-teman sekelasnya juga mengunjunginya untuk menambah pengetahuan. []

Minggu, 06 Februari 2011

Launching dan Bedah Buku A9ama Saya Adalah Jurnalisme





Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya buku 'A9ama Saya Adalah Jurnalisme' karya Andreas Harsono, resmi diluncurkan di Gedung C Perpustakaan Soeman Hs, Pekanbaru, Minggu (6/2/11).
Banyak hal yang dibicarakannya terkait perkembangan pers dunia saat ini. Apa yang akan dilakukan wartawan bila berita yang ditulisnya tidak dinaikkan media tempatnya bekerja, bagaimana menjaga idealisme, bisakah 9 elemen jurnalisme diterapkan dalam kehidupan nyata para wartawan di lapangan, dan lain sebagainya.
Ternyata jawabannya sederhana saja. Bila tidak dimuat di media cetak, bukankah masih ada blog, youtube, facebook, twitter, dan lainnya? Itulah bedanya pers jaman dulu dengan sekarang. Dalam lima tahun terakhir, demikian pesatnya perkembangan pers, menembus batas negara. Ia juga menegaskan, wawancara melalui chatting di fb-pun, selagi sumbernya layak dipercaya, adalah akurat dan sah-sah saja dijadikan berita.
"Karena itulah, wartawan sekarang harus mempelajari bahasa internet, shooting video, cara mengedit gambar dan suara, buat blog dan ikuti arus perkembangan media," tegasnya.
Soal menjaga idealisme, jawabannya juga sederhana saja; menulislah dengan baik. "Kalau tulisan Anda baik, pekerjaan akan datang dari mana-mana," katanya. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang berkeliling terus dari Sabang sampai Merauke dalam
rangka pekerjaan-pekerjaan itu.
Dan soal penerapan 9 elemen jurnalisme dalam kehidupan sehari-hari, sangat bisa, apalagi oleh pers kampus yang tak perlu khawatir akan diputus kontrak iklannya oleh pihak manapun. Jawaban ini disampaikan oleh Juwendra Asdiansyah, salah seorang
pendamping Andreas dalam mengupas buku ini.

Tiga rekomendasi
Tiga hal yang direkomendasikan Andreas Harsono pada wartawan hari ini adalah, pelajari Bahasa Inggris, buat blog dan carilah beasiswa. Dengan bahasa Inggris, berita yang sama akan dihargai berlipat-lipat dibandingkan bila ditulis dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan media lokal. "Menulislah dalam bahasa Inggris, karena media-media di luar lebih menghargai karya jurnalistik," pesannya.
Lagipula, tak lama lagi media konvensional yang dicetak dengan kertas, kelak akan ditinggalkan, seiring makin sulitnya mendapatkan bahan baku kertas karena adanya pelarangan penebangan kayu. Saat ini saja, demikian dikatakan Sutrianto dari Riau Pos, harga koran yang dijual ke pasaran, jauh di bawah harga ideal dan perusahaan harus mensubsidinya.
Andreas Harsono yang telah berada di Riau sejak sepekan silam untuk mengajarkan tentang jurnalisme pada wartawan kampus, hari itu didampingi tiga pendamping dan seorang moderator, yaitu Ahmad Jamaan dari UR sebagai moderator, Budi Setiyono dari Yayasan Pantau, Juwendra Asdiansyah dari Lampung dan Sutrianto dari Pekanbaru.
Buku 'A9ama Saya Adalah Jurnalisme' ini berisi kumpulan tulisan Andreas Harsono sejak 1999-2007 seputar jurnalisme. Dikatakan Ahmad Jamaan, buku ini setara dengan novel filosofi Dunia Sophie karya Jostein Gaarder yang bercerita tentang filsafat dengan cara yang sederhana dan ringan. Wajar saja bila kemudian ia tidak saja patut dibaca oleh para jurnalis, tapi juga layak dikonsumsi oleh masyarakat umum. Sementara Benny Glay dari Sekolah Tinggi Theologia Walter Post, Sentani, Papua, menulis di sampul belakang buku, "Andreas...dorang bahas dan persoalkan barang-barang yang disembunyikan." Statemen yang menarik dan mengena.
Andreas Harsono merupakan satu dari segelintir wartawan Indonesia penerima Neiman Fellowship on Journalism dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Bila jurnalisme adalah sebuah 'agama', maka Bil Kovach adalah 'nabi'nya. Bill Kovach
mengajarkan tentang 9 elemen jurnalisme. Terbitnya 'buku-bukuan' ini, demikian Andreas menyebutnya, adalah wujud terima kasih dan balas budinya pada sang Nabi Bill Kovach. ***