Senin, 30 Januari 2012

200 Hektar Lahan Konservasi PT Musim Mas Dibakar OTK

Sedikitnya 200 hektar lahan konservasi PT Musim Mas, dibakar orang tak dikenal, dua pekan lalu, dan hingga saat ini apinya masih terus berusaha dipadamkan perusahaan.

Vokal bersama 9 wartawan lainnya, berkesempatan meninjau lokasi kebakaran itu di pinggiran Sungai Nilo, Pangkalan Lesung, Sabtu (29/1) lalu. Terlihat anggota tim pemadam kebakaran terus bekerja menyiramkan air ke lahan yang dibakar oknum tak dikenal (OTK). Menurut Manajer Estate VI Ranap, kebakaran terakhir terjadi pada Kamis (5/1) silam, dan pihak perusahaan telah melapor ke Dinas Kehutanan (Dishut)
serta Polsek Pangkalan Lesung.

Mendapat laporan itu, Polisi Hutan (Polhut) Dishut datang meninjau lokasi itu, tapi setelah delapan hari kemudian. Kawasan konservasi telah terlanjur terbakar seluas lebih kurang 20 hektar. Ranap bersama anggotanya, mengaku telah memadamkan api sejak tiga malam dan dua hari terakhir. Namun api masih saja menyala dari celah-celah gambut yang dalamnya mencapai tiga meter ke dalam tanah.

"Kami bekerja sistem shift. Satu kelompok berisi 10 orang dan ini sudah hari kedua, malam ketiga kami bekerja nonstop 24 jam," kata Ranap.

Ia terlihat letih, demikian pula dengan anggotanya. "Sudah tiga malam Pak Ranap tidak tidur," terus GM PT Musim Mas Mr Yusni Abd Gafur, yang ikut mendampingi.

Ali Wahyudi, salah seorang anggota tim pemadam kebakaran PT Musim Mas, mengatakan mereka sedikit kesulitan memadamkan api, karena lokasi kebakaran jauh di tengah hutan dan sumber air. Hingga saat ini, tidak ada tindakan tegas dan cepat dari pihak-pihak terkait, seperti Polsek Pangkalan Lesung maupun Dishut terkait kebakaran ini. Polisi memang datang meninjau lokasi, namun tidak memasang police line, sebagaimana semestinya.

"Hingga saat ini, baru kami yang memadamkan api secara swadaya. Baik Polhut maupun Polsek belum melakukan tindakan apa-apa. Kami sangat berharap, pihak-pihak yang terkait itu, sesuai kesepakatan, mengambil tindakan tegas atas pengrusakan areal konservasi ini," kata Mr Yusni.

Dalam kesepakatan antara PT Musim Mas dengan Dishut Pelalawan, Lurah Pangkalan Lesung, Kades Pesaguan, Tanjung Beringin, Talau dan Betung, pasal 2 menyebutkan dengan tegas kewajiban pihak-pihak yang bersepakat untuk melakukan upaya pencegahan dan penindakan tegas terhadap oknum-oknum dan atau pihak-pihak lain yang merusak sebagian atau seluruhnya kawasan sempadan sungai.

Pihak perusahaan sesungguhnya telah melakukan tindakan pencegahan kebakaran dengan menyediakan tenaga patroli yang terus bergerak di sekitar sempadan kebun. Di titik-titik tertentu, perusahaan juga mendirikan menara pemantau api.

 "Kebakaran ini diketahui petugas sekitar pukul satu dinihari dan tim pemadam datang satu jam kemudian. Api sudah besar. Kami tidak dapat memantau penebangan yang dilakukan warga karena mereka memulainya dari bagian dalam kawasan konservasi, sementara di pinggir jalan masih terlihat rimbun. Makanya tidak kentara," kata Mr Yusni.

Rombongan wartawan bersama PT Musim Mas juga meninjau ke dalam hutan sekitar 400 meter dari jalan. Di sana, OTK bahkan telah memasukkan ekskavator untuk membuka jalan agar dapat membersihkan lahan itu. Api terlihat menyala-nyala, menjulang ke pucuk-pucuk pohon yang tinggi.

Sejauh itu, tim pemadam kebakaran PT Musim Mas belum dapat memadamkannya, karena medan yang sangat sulit. Dari arah jalan, orang harus melalui titian dari dua batang kayu di atas parit yang memisahkan antara areal lahan konservasi dengan jalan.

"Kami punya bukti, para pembakar hutan itu masuk dari arah sungai," kata Humas PT Musim Mas Region Sumatera Tengku Kanna Ramdhan, sambil memperlihatkan foto-foto yang berhasil didapat perusahaan saat lahan konservasi itu baru dibabat. Terlihat ada beberapa batang pohon sengaja dibentangkan di atas parit untuk membuat jembatan. Dengan demikian ekskavator dapat masuk dengan mudah. Perusahaan juga mendapatkan foto ekskavatornya di dalam areal konservasi itu.

Di kawasan itu, dapat terlihat bahwa para pembabat hutan menebang pohon menggunakan chainsaw. Pohon tidak ditebang habis, namun hanya setengah dari diameter pohon. "Mereka memanfaatkan angin yang kuat untuk menumbangkan pohon-pohon ini. Jadi, begitu ada angin kencang datang, pohon-pohon ini tumbang dan menumbangkan pohon lainnya, yang memang sudah tak kuat lagi."

Ranap mengatakan, ia bersama timnya sempat menginterogasi dua pekerja yang membuka lahan itu. Mereka mengaku dibayar. "Mereka tidak mau menyebutkan nama, cuma bilang, mereka dibayar untuk membuka lahan itu," katanya.

Kami melihat segala jenis pohon di lahan konservasi ini, rebah dan terbakar. Ada rotan hutan yang kuat dan liat, ada pula jenis pohon-pohon lainnya.

Lahan konservasi ini memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem. Di lahan seluas lebih kurang 28.332 hektar itu, aneka hewan dan tumbuhan hidup dalam habitat aslinya. Hendra, yang menangani masalah lingkungan PT Musim Mas, menerangkan, hingga Desember 2011 silam, di kawasan konservasi itu terdapat 27 jenis burung, dimana empat di antaranya merupakan jenis yang dilindungi undang-undang. Jenis burung itu adalah rankong, raja udang, elang tikus dan cangak merah.

Selain itu, terdapat pula 28 jenis kupu-kupu di sana serta satwa lainnya. Akibat kebakaran ini, kerugian mencapai miliaran rupiah perusahaan mencapai miliaran rupiah, belum termasuk waktu yang diperlukan untuk membuat kawasan itu lestari kembali.

Melihat api yang tak kunjung padam, perusahaan akan mengambil langkah pencegahan agar lahan yang terbakar tidak semakin luas.

"Kirim ekskavator ke sini, isolasi lahan yang terbakar agar tidak meluas," kata Mr Yusni kepada karyawannya.

Kadishut Pelalawan Hamdani, saat dihubungi via telepon, mengaku belum mendapatkan laporan resmi dari timnya. "Hingga saat ini saya baru dengar dan lihat, belum dapat laporan resmi. Tapi terkait pembakaran itu, Dishut akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti PT Musim Mas, Polsek dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pelalawan, sebab mereka yang punya anggaran untuk memadamkan api itu."

Namun ia mengakui bahwa Dishut Pelalawan telah menurunkan tim ke lokasi yang terbakar. "Ya, tim kami sudah turun. Tapi saat tim itu datang, alat beratnya sudah tidak ada. Kami menilai aneh kalau (informasi) ini bocor. Saya menduga warga bersama-sama patungan menyewa alat berat untuk membuka lahan konservasi itu. Nggak sendirian membuka lahan pakai ekskavator. Mahal itu. Sejam aja sudah berapa," katanya.

Ia juga mengatakan akan mencari siapa pelaku membakaran itu dan melakukan tindakan-tindakan lain yang diperlukan.***

behind the news

Memadamkan api di lahan gambut, ternyata memang tidak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, gambut itu berupa lumpur campur akar pohon dan tanaman lainnya yang kedalamannya mencapai tiga meter di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau, lahan gambut ini kering dan api yang jatuh ke sana, walaupun sudah mati di permukaan, belum tentu juga mati sampai ke lapisan bawah. Bayangkanlah berapa dalamnya tiga meter itu. Itulah yang harus dipadamkan para pemadam kebakaran PT Musim Mas.

Tidak heran bila kerja dua hari tiga malam nonstop itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Asap masih mengepul di beberapa titik. Walaupun kecil, tentu kita tak boleh menyepelekan, mengingat yang terbakar itu adalah lahan gambut dan sedang musim kemarau pula.

"Jadi, bagaimana ini?" tanya seorang karyawan PT Musim Mas yang ikut masuk ke areal konservasi yang dibabat orang tak dikenal, saat melihat lahan itu sudah terbakar. Di ujung sana, jauh ke tengah hutan, asap mengepul dimana-mana dan lidah api menjulang menggapai pucuk-pucuk pohon.

"Cari kucing hitam, siram agak setengah jam, biar turun hujan deras," celetuk seseorang.

"Iya, biar Pak Ranap bisa tidur, kasian," sambung yang lain, segera.

Mereka sampai berpikir demikian. Setelah cara-cara rasional dengan menyemprotkan air tak mempan, mereka mulai mempertimbangkan langkah-langkah irrasional. Saya tak tahu pasti, apakah memang dengan memandikan kucing hitam maka hujan deras akan turun, wallahualam. Tapi sebagian orang percaya hal itu dapat dilakukan.

"Cobalah cari tiga ekor kucing hitam, siram agak setengah jam di dekat kawasan yang terbakar itu, mudah-mudahan nanti turun hujan lebat."

Aku dan beberapa orang wartawan, masuk hingga ke titik terjauh yang bisa ditempuh. Setelah itu, kami tak berani mendekat, karena api masih menyala. Beberapa orang mengambil foto.

Untuk mencapai lokasi itu, rombongan ini harus melewati tiitian dua batang pohon yang dibentangkan di atas parit. Lumayan ciut nyaliku melewati titian ini. Takut kecebur. Mana sepatuku sangat tidak mendukung. Untung tadi pakai kaos kaki. Kalau tidak, mungkin sudah lecet-lecet tergores ranting dan akar pohon yang harus diinjak.

Lahan konservasi itu sengaja dibiarkan lestari oleh PT Musim Mas, sesuai dengan MoU yang telah disepakati. Di areal itu, berbagai flora dan fauna hidup dengan habitat aslinya. Sayang, penduduk setempat tidak mengindahkan hal ini dan tetap saja membabat areal di sempadan Sungai Nilo itu.

Bila kebakaran ini tidak diisolasi, bukan tidak mungkin api akan menjalar hingga ke kebun sawit PT Musim Mas. Jelas ini sangat merugikan. Selain itu, kebakaran yang berada di lokasi HGU mereka, bila tertangkap satelit, tentu akan merusak citra perusahaan itu juga. Orang tentu mengira perusahaanlah yang membuka lahan dengan cara dibakar.

Sebagai pemegang sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) pertama di Indonesia, tentu PT Musim Mas sangat keberatan bila lahan konservasi itu dibuka bahkan dibakar. Apalagi pemegang sertifikat RSPO sejatinya memproduksi minyak sawit dengan cara-cara yang lestari, dan mengikuti hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat beroperasinya.

PT Musim Mas secara sukarela mematuhi aturan-aturan dalam RSPO, dengan pertimbangan telah menjalankan usaha perkebunan itu sesuai aturan yang berlaku. Pemegang sertifikat RSPO dapat memasarkan minyaknya ke pasar Eropa -yang memang sedang sangat memperhatikan masalah lingkungan- dengan harga yang lebih mahal.

Usai meninjau lahan konservasi yang terbakar itu, rombongan ini melanjutkan perjalanan ke kawasan dimana dulu pernah mantan Bupati Pelalawan Rustam Effendi menanam pohon bersama Pendiri PT Musim Mas Bachtiar Karim. Di lokasi itu, ternyata telah disiapkan lima pokok pohon untuk ditanam para wartawan. Maka bergilirlah kami yang berminat menanam pokok-pokok itu -termasuk aqiu- di daerah sempadan sungai.

Setelah itu, kami foto bersama lalu kembali ke Pekanbaru. Aku tiba di rumah pukul setengah sembilan malam, dan anak-anak masih 'menyala'...

Rabu, 25 Januari 2012

Eksperimen Telur Berdiri Saat Imlek


Sejak awal Januari lalu, saya menjadi penanggung jawab halaman Gong Xi Fa Cai, yang sengaja dihadirkan koran tempat saya bekerja. Jadilah setiap hari saya mencari berita seputar pernak-pernik, makanan, tradisi dan legenda-legenda yang berkaitan dengan Imlek dan kebudayaan warga Tionghoa.

Suatu hari, saya membaca bahwa pada hari Imlek, telur dapat dibuat berdiri. Silakan cari sendiri berita-berita terkait hal itu di internet. Banyak juga. Dikatakan, ini bukan masalah mistik dan sebagainya, namun secara ilmu pengetahuan, memang pada saat itu daya gravitasi bumi demikian kuatnya sehingga dapat menahan telur tetap berdiri di bagian yang paling runcing sekalipun.

Pada hari itu pun, salah satu televisi swasta juga sedang menayangkan film tentang anak-anak penghuni kuil shaolin dan salah satu adegannya adalah seorang anak yang mendirikan semangka.

Maka, untuk memuaskan rasa penasaran saya dan juga (idealnya) mengajarkan pada anak-anak tentang ilmu baru ini, saya katakan pada si Rara bahwa pada Senin (23/1), kami tidak akan pergi kemana-mana. Sebaliknya, kami akan membuat telur berdiri.

Rara langsung tertarik sementara si Tata langsung lari pergi main. Dia sepertinya tak mendengar kata-kataku atau tidak mengerti? Wallahualam...

Pada hari H, sekitar pukul sepuluh pagi, Rara mengingatkan, "Ma, katanya mau bikin telur berdiri?"

"Oh iya. Menurut berita yang Mama baca, telurnya cuma bisa berdiri selama satu jam. Masalahnya, Mama lupa, dari jam berapa sampai jam berapa ya?"
Aku mengingat-ingat kembali, pukul berapa sebenarnya waktu yang tepat untuk mendirikan telur? Pukul 11.00-12.00? Atau pukul 12.00-13.00?

Aku dan Rara mencobanya pukul 11.00, tapi gagal. Aku memang kurang sabaran. Kataku, "Gak bisa, nanti saja dicoba lagi."

Sekitar pukul setengah dua, Rara pergi jajan ke warung. Pulang-pulang, ia berkata, "Mana telurnya, Rara mau coba lagi."

Sebelum sempat menjawab, ia sudah mencapai lemari es dan menbawa sebutir telur ke halaman. Saya di dapur. Dari dapur itu saya hanya dapat

melihat punggunya yang sedang mencoba mendirikan telur. Saya sedang mengurus sesuatu di dapur, entah apa, lupa. Yang jelas, kali pertama usaha mendiriakn telur dilakukan Rara seorang diri.

"Mama! Bisa! Telurnya bisa berdiri!"

Aku cepat-cepat datang dan menyaksikan sendiri telur itu memang bisa berdiri. Semula saya kira telur itu akan berdiri dengan sendirinya.

Ternyata tidak. Rara mendirikannya, lalu jarinya perlahan-lahan dilepaskan. Memang perlu kesabaran untuk melakukannya dan berkali-kali Rara gagal. Telurnya terguling. Tapi lama-lama ia berhasil juga. Saya sendiri mencoba tak sampai dua menit sudah menyerah.

Tau-tau datang si Keriting maoncong-oncong dengan temannya si Intan. Sekali sentuh dengan telunjuknya yang sakti, terguling-gulinglah telur itu tak karuan. The Little Destroyer is coming....

"Iiiiih..... Tataaaa...." seru kakaknya.

"Ngapa Kakak? Ih, kok bisa? Tata mau coba jugaaa..." dia mulai cerewet.

Lalu enam telur keluar dari lemari es.







Rara berhasil mendirikan lima dan si Tata satu. Tapi setelah aku perhatikan, telur yang didirikan Tata ternyata berada di retakan semen, sehingga permukaannya tidak rata. Jadi itu tidak dihitung. Pada Rara aku dapat menjelaskan sekilas, bahwa telur-telur itu dapat berdiri karena kuatnya daya tarik bumi (gravitasi).

Si Tata tak mendengarkan, karena sedang asik mencoba membuat telur itu berdiri.

Gong Xi Fa Cai....