Rabu, 30 Mei 2012

Ironi

Ada banyak ironi yang kita saksikan beberapa hari terakhir ini di Indonesia. Salah satu yang menyedot perhatian dunia adalah tragedi Sukhoi Superjet 100, pesawat komersial buatan Rusia yang dikatakan sangat canggih. Sebelum memproduksi pesawat komesil, Sukhoi telah lebih dulu memproduksi Sukhoi jenis pesawat tempur yang banyak digunakan saat Rusia berperang melawan tetangganya Georgia yang ingin memisahkan diri.

    Ironi Sukhoi menurut pandangan saya adalah datangnya bantuan dari Rusia ke Indonesia dengan tujuan mencari puing-puing pesawat itu. Ketika seluruh dunia mengikuti tragedi ini detik per detik, ketika para keluarga korban harap-harap cemas menunggu kabar tentang anggota keluarga mereka, ketika Indonesia seolah mengerahkan seluruh kemampuan, tenaga dan daya untuk mencari 45 penumpang yang bisa saja masih ada yang selamat, pihak Rusia hanya ingin mencari puing-puing pesawat kebanggaan mereka itu. Tidak lebih. Hm... ternyata puing-puing Sukhoi pun jauh lebih berharga daripada pilot terbaik mereka yang tewas dalam tragedi itu.

    Ironi kedua adalah, pesta mewah ulang tahun ke-17 anak pengacara kondang Hotman Paris Hutapea di sebuah hotel berbintang di Jakarta, tak jauh-jauh kali dari Gunung Salak, tempat 45 jenazah yang telah terkeping-keping, berserakan menunggu dikumpulkan kembali.

    Pesta digelar saat Basarnas mengumpulkan dan tim DVI menyusun kembali potongan-potongan puzzle yang terserak di jurang Gunung Salak yang angker, untuk dibentuk kembali menjadi 45 sosok manusia.
    Ironi lainnya, Hotman Paris juga menghadiahkan putrinya mobil mewah seharga Rp9 miliar! Bayangkan uang Rp9 miliar itu. Dengan uang untuk satu mobil mewah itu, kita bisa membangun 5 lagi tugu Countdown PON XVIII yang baru saja diremukkan mahasiswa yang geram, tempo hari. Kita juga dapat memperbaiki banyak sekolah-sekolah berdinding pelepah sawit dan beratap rumbia.

    Tak hanya Hotman Paris, artis Julia Perez pun pamer mobil mewahnya beberapa hari lalu. Dan kemarin, giliran Andi Soraya pamer mobil mewah buatan Eropa yang limited edition seharga Rp7,8 miliar, hadiah dari sang suami.

    Ironi lainnya, setiap tahun ribuan umat Islam pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan bila Anda mendaftar hari ini, jangan harap bisa berangkat tahun depan. Tunggulah hingga tahun 2023 mendatang, baru tiba giliran Anda, itupun kalau Anda tak meninggal duluan.

    Namun di saat yang sama, ribuan juga jumlahnya tenaga kerja Indonesia yang menyapu, mengepel, mendodos karet dan sawit ke negeri jiran. Mereka pergi karena beratnya hidup di Indonesia, sulitnya mencari uang, sehingga harus pergi ke 'rumah' tetangga. Walupun resikonya akan dipandang hina dan direndahkan. Bahkan bila silap sedikit, bisa-bisa pulang dalam peti jenazah dengan jeroan yang sudah tak lengkap.

    Memang sungguh banyak ironi di negeri ini. Kalau kita perhatikan lagi baik-baik, akan kita temukan ironi-ironi lain. Tentu saja saya bukan bermaksud menyalahkan orang-orang yang meraih kesuksesan setelah bekerja keras dan menikmati hidup dengan memberi barang-barang mewah itu. Mereka berhak atas itu semua. Tinggal sekarang para pemimpin kita membuat sistem yang jelas sehingga ketimpangan antara si miskin dan si kaya tidak demikian jauh, seperti sekarang ini.***

Tragedi Sukhoi Superjet 100



Sejak tragedi jatuhnya pesawat canggih Sukhoi Superjet 100 buatan Rusia pekan lalu, berita seputar pesawat jet itu dan juga Gunung Salak, menjadi ramai dibicarakan. Ada yang serius, tentang upaya pencarian dan pengevakuasian para korban dari lereng Gunung Salak dengan kemiringan hingga 85 derajat, ada pula yang berbau mistis. Tidak sedikit pula rumor yang agak menyinggung rasa nasionalisme kita, serta penyebaran foto palsu oleh orang tak dikenal di twitter tentang kondisi korban Sukhoi yang sangat mengenaskan.

    Seperti yang ditulis di salah satu media, tim penyelamat yang tidur di lereng gunung itu, secara aneh mengalami mimpi basah bersamaan.  Tema mimpinya sama, yaitu dijamu wanita cantik di sebuah rumah bak istana di puncak gunung itu.Ada pula yang mendengar suara wanita minta tolong, walau tak jelas dari mana sumbernya.

    Di Rusia, tragedi Sukhoi yang cukup menarik perhatian masyarakat internasional ini, juga membawa 'korban'. Seorang pramugari dipecat dari pekerjaannya karena menulis di akun twitternya tentang tragedi itu dan menyumpahi Sukhoi sebagai pesawat yang menyebalkan. Tulisan yang tidak mencerminkan empati terhadap para korban dan keluarganya itu, juga menyinggung rasa nasionalisme masyarakat Rusia. Istilah kita, 'sesama bis kota dilarang saling mendahului'. Kira-kira artinya, sesama Rusia dilarang saling menjatuhkan.

    Lalu muncul pula kisah baru, pilot Sukhoi ditemukan tersangkut di ranting pohon dengan parasut di punggungnya. Hallooo.... pilot berlisensi internasional, dengan jam terbang tinggi, duta bangsanya untuk menjual pesawat kebanggaan, menyelamatkan diri sendiri dengan parasut? Ini mungkin lebih kurang sama dengan ulah Francesco Schettino, kapten kapal pesiar Costa Concordia yang karam setelah menabrak karang di Tuscsan yang dekat dengan pulau Giglio, Italia.

Ia yang seharusnya keluar dari kapal paling akhir, tentu saja setelah memastikan semua penumpang telah turun dari kapal, malah duluan naik ke sekoci penyelamat. Ia konon telah diperingatkan hingga 10 kali agar kembali ke kapal dan membantu mengevakuasi para penumpang, namun menolak. Kapten itu berakhir di pengadilan.

    Pemerintah Rusia dapat dikatakan 'kebakaran jenggot' akibat kecelakaan ini. Bagaimana tidak. Sukhoi Superjet 100 yang akan ditawarkan ke perusahaan-perusahaan penerbangan di Indonesia, juga sudah dipesan sebanyak 200 unit  oleh perusahaan penerbangan lainnya. Selain itu, beredar pula kabar tak sedap bahwa Sukhoi sebenarnya dirancang oleh insinyur-insinyur tak bersertifikat. Dengan adanya kecelakaan ini, ditambah dengan sekumpulan kabar lainnya, masih adakah yang berminat untuk membeli Sukhoi?

    Belum lama ini, seorang pengamat kedirgantaraan dengan tegas mengatakan bahwa teknologi Sukhoi sebenarnya telah lebih dulu diterapkan PT Dirgantara Indonesia (sebelumnya bernama IPTN) dan dipimpin BJ Habibie. Perusahaan itu dulu pernah berjaya memproduksi pesawat-pesawat komersial dan dijual ke negara-negara tetangga. Walaupun pesawat itu 'dibarter' dengan beras oleh negara pembeli, paling tidak Indonesia telah pernah mencapai tahap sebagai produsen pesawat.

    Kini, IPTN atau PT DI telah ditutup. Sebagai gantinya, siswa-siswa SMK merintis kembali dari nol perakitan pesawat dan dimulai benar-benar dari dasar. Sebagai gantinya juga, kita ditawari Sukhoi, yang teknologinya 'meniru' produksi kita sendiri, beberapa tahun lalu. Adakah pelajaran yang bisa kita petik? Semoga...
   

(edisi revisi) Antara Lady Gaga, Lycra dan Tasya



Pada Kamis (17/5/12) lalu, aku dan anak-anak patungan membeli tiga ekor  anak kelinci yang lucu-lucu. Hampir setahun berkantor di Jalan Durian, baru beberapa hari yang lalu aku tahu bahwa di seberang kantor itu ada pasar hewan peliharaan yang lumayan lengkap. Sehari sebelum pergi membeli kelinci, aku dan Tata telah survey lokasi dan melihat aneka binatang dijual di situ. Kucing angora, kalong, kelinci, monyet, aneka burung, ayam, dan lainnya.

Hari  itu, setelah semua pekerjaan beres (dibantu dengan semangat 45 oleh Tata dan Rara), bertiga kami pergi ke Pasar Palapa. Kata Rara, seorang temannya sekelasnya sekarang punya peliharaan kelinci angora dan Rara juga ingin  memilikinya.

 Aku tak keberatan, melihat bagaimana mereka sebelum ini cukup telaten mengurus enam ekor anak ayam warna-warni yang kami beli di Pasar Cik Puan, sehari sebelum Lebaran Idul Adha 2011 lalu. Walaupun pada akhirnya hanya dua ekor yang bertahan hidup hingga dewasa,  namun kepedulian mereka pada hewan-hewan itu sudah teruji.
               
Kedua ayam itu berakhir di penggorengan….
               
Maka sebelum kami membeli kelinci, Tata mengeluarkan ultimatum, “Kelinci Tata kalau sudah besar tidak boleh dimakan. Kalau mati kuburkan aja!”
               
“Kok gitu Ta? Mama mau makan sate kelinci. Kata orang enak. Kelinci halal lo.”
               
“Pokoknya nggak boleh!”
               
“Iya kenapa?”
               
“Tata kasiaaaaan….” Wajahnya sendu. Padahal itu kelinci belum lagi kami beli. Halah!
               
Siang itu, kami memilih tiga ekor anak kelinci yang kata si penjual berumur sekitar tiga bulan. Bulunya yang lebat dan lembut sungguh menggemaskan. Tiga ekor kelinci itu harganya Rp100 ribu. Dan karena tidak punya kandang, kami beli juga kandangnya seperti kerangkeng dari kawat.  Harganya Rp150 ribu. Jadi total Rp250 ribu.
               
Sampai di rumah, anak-anak sungguh girang. Masing-masing memberi nama kelinci peliharaannya. Tata memilih nama Tasya. Entah dari mana dia dapat ide. Sedang Rara memilih nama Lycra.
               
“Mereka kolor gue,” celetukku usil.
               
“Bukaan! Merek kaos kaki Rara,” serunya. Aku tertawa.
               
Sedangkan kelinciku yang berwarna coklat mulus, kuberi nama Lady Gaga. Secara sedang heboh kali berita Lady Gaga yang terancam gagal menggelar konser di Jakarta.
               
Dan dimulailah petualangan kami memelihara tiga ekor anak kelinci yang lucu-lucu. Si Tata menggendongnya ke sana kemari, bahkan mengambil jilbab usangku untuk dijadikan ayunan si Tasya.  Teman-teman sekompleks pun dengan cepat menyukai ketiga kelinci itu. Mereka tak henti mengejar, mengajaknya bermain dan memberi makan.
               
Sore hari, saat aku pergi bekerja, biasanya Rara memasukkan kandang kelinci itu ke dalam rumah.  Pulang dari kantor, pukul berapa pun, pasti aku sempatkan untuk menengok mereka sejenak. Laporan... Dan belakangan ternyata semua anggota keluarga melakukan hal yang sama. Siapa saja yang baru datang, akan menengok dulu kelinci-kelinci itu.
               
Saat si Papa pulang dari Bagansiapiapi, Jumat (18/5/12) dia  kaget sudah ada anggota keluarga baru.  Anak-anak ribut menceritakan tentang kelinci-kelinci itu.
               
Lalu aku diinterogasi. Kok teringat membeli kelinci?
               
“Aku sudah kena pukau sama anak-anak tu. Sebenarnya kami akan membelinya Hari Sabtu besok, saat aku libur. Tapi karena Hari Kamis libur juga, mereka membujuk agar dibelikan hari itu juga. Aku tak bisa mengelak, karena semua syarat mereka penuhi. Tata jadi penurut sekali pada semua perintahku,”
               
Si Papa tertawa. Ia sangat mengenal anaknya.
                T
Tapi seperti biasa, si Papa selalu punya sesuatu untuk membuat kami jadi bad mood. Katanya, mengapa harus diberi nama Lady Gaga yang kebarat-baratan?
               
“Lycra itu merek kolor,” kataku.
               
“Merek kaos kaki Rara!” protes Rara keki.
               
“Berilah kelinci itu nama-nama yang Islami.”

 Apa? Aku dan anak-anak mengerutkan alis. Ada-ada saja.

“Abdul?” kataku sambil menahan tawa. Tapi anak-anak tertawa saja. Si Papa pura-pura tak mendengar.

“Misalnya asmaul husna,” katanya asal ngomong.

“Minta disambar petir ya?!”

Anak-anak dan aku bertahan dengan nama yang sudah kami pilih. Dan si Papa sesuka hatinya memanggil kelinci itu si Mukminin.

“Mukminiiin! Sini!”
               
“Tunggu sampai kelompok garis keras mendengarnya, siap-siap rumah kita dilempari bom molotov! Itu bisa dianggap pelecehan agama,” kataku lagi.

21 Mei siang, tak ada yang aneh dengan ketiga kelinci itu. Semua makan dengan lahap selada yang kami beri. Demikian pula dengan wortel dan daun-daun lainnya. Tapi keesokan harinya, Tasya sudah tak bernyawa. Subuh-subuh saat aku bangun, biasanya yang pertama kulakukan adalah memindahkan kandang itu ke luar rumah. Saat itulah kulihat si Tasya sudah tegang. Lycra terlihat menciuminya. Sedang Lady Gaga cuek saja dan terus memamah biak. Di lantai, terlihat ada kotoran berwarna cokla pucat dan encer. Mungkin Tasya salah makan atau apa.
               
Aku membangunkan Tata dan mengabarkan berita buruk itu. Seketika ia bangkit dari tempat tidurnya dengan wajah sedih. Bergegas pergi untuk melihat Tasya yang sudah kaku. Lama dia terdiam. “Mama harus ganti!” katanya menjatuhkan ‘hukuman’. Kok gue???
               
“Mulai saat ini, setiap tanggal 22 Mei, Rara akan ziarah ke kuburan Tasya. Kuburkan dia di bawah pohon mangga itu ya Ma,” kata Rara.
               
Aku setuju. Maka pagi itu, setelah anak-anak pergi sekolah, mulailah aku menggali lubang kecil di bawah pohon mangga lalu menguburkan Tasya di sana. Tinggal Lycra dan Lady Gaga yang bermain-main di bawah rimbunnya bunga-bungaku. Kelinci ternyata suka makan pucuk-pucuk daun yang masih muda dan lebih lunak. Sesekali aku lihat Lycra mengangkat kedua kaki depannya untuk menjangkau tunas bayam yang cukup tinggi untuk dirinya.

Kadang-kadang, aku bawa keduanya ke luar halaman untuk mencari rumput segar. Mereka sepertinya senang. tapi jelas keduanya berbeda. Lycra tak mau jauh-jauh dari kakiku dan menerima semua yang aku sodorkan ke depan hidungnya yang terus mengendus-endus.  Apalagi di depan rumah kami ada anjing galak yang salakan cukup membuat nyali ciut. Termasuk nyali si Lycra. Maka saat dilihatnya anjing itu mendekat, secepat kilat ia berlari menyeberang jalan dan masuk ke pekarangan rumah. Ia lalu bersantai di bawah motorku, terkantuk-kantuk.

Hari itu juga, aku melihat bagaimana kelinci berusaha melindungi diri dari musuhnya. Lady Gaga merapatkan tubuhnya ke tanah saat anjing tetangga menyalak keras ke arahnya. Jarak mereka hanya sekitar dua meter. Lady Gaga juga menurunkan telinganya hingga merapat ke badannya dan matanya waspada.  Ia membatu di tanah.
               
Sebelum anjing tetanggaku jadi kalap, cepat aku angkat Lady Gaga dan kubawa pulang. Cukup wisatanya pagi ini ya!

Hari itu, aku kehilangan Lycra. Biasanya dia bersantai di bawah pagar dekat jendela kamar Rara. Di sana ia rebahan sambil menikmati angin. Tapi hari itu, dia tak ada di sana. Aku mencari ke segala sudut, termasuk ke luar halaman, tidak ketemu. Di balik pot-pot bunga juga tak ada.
               
“Lady, mana Lycra?” tanyaku. Lady Gaga pura-pura gak dengar, terus saja mengendus-endus aku.
               
“Jangan meledek ya! Memang aku belum mandi kok!”
               
Pikiran buruk mulai muncul. Mungkin dicuri orang? Dulu kami juga kehilangan dua ekor anak ayam warna-warni itu. Suatu sore, mereka yang biasanya pergi main berombongan, pulang-pulang tinggal dua ekor.
               
Setelah mencari kemana-mana tak juga ketemu, akhirnya secara tak sengaja kulihat si Lycra sedang duduk di balik pintu ruang tamu. Aku tertawa lega. Hari itu, Lycra memakan satu tangkai daun selada yang aku berikan. Lady Gaga tak kebagian.

Tapi keesokan harinya, Lycra terlihat mulai sakit. Ia terbaring dengan keempat kakinya terjulur. Aku pegang tubuhnya, masih hangat. Aku kasihan dan ingin memberi obat, tapi tak tahu apa.
               
Rara sedih sekali. “Kita bawa ke dokter hewan aja Ma,” katanya.             
               
“Mama gak tau dimana ada dokter hewan. Lagi pula ini masih pagi sekali, belum ada yang buka.”
               
Aku berusaha menyuapkan sedikit selada, tapi ia diam saja. Aku dekatkan moncongnya ke air, ia menggelinjang sebentar. Tapi kemudian terkapar lagi. Hari itu, untuk pertama dan terakhir kalinya, aku mendengar Lycra mengeluarkan jeritan lirih.

Akhirnya, beberapa jam kemudian, Lycra meninggal. Rara sedang di sekolahnya. Sekali lagi aku menggali lubang di bawah pohon mangga dan menguburkan Lycra di sana.

Pulang sekolah, Tata membuatkan batu nisan untuk Lycra, terbuat dari batu bata yang dibungkus dengan kertas bukunya lalu dibalut dengan selotip. Ia menulis nama Lycra di batu nisan itu dan minta izin mencabut setangkai mawarku yang cantik untuk ditaburkan di atas kuburan itu. Kuburan Tasya juga ditaburi bunga mawar oleh Tata.

Tinggal Lady Gaga sendiri.

“Harusnya kita cari informasi tentang beternak kelinci di internet,” kata si Papa.

Ia sedang di depan komputernya. Untung dengan cepat Google menampilkan berbagai info. Aku sedang di dapur, sementara si Papa mencari informasi.

“Tips memelihara kelinci. Satu: Jangan diberi nama…”

“Aah! Bohong nih!” aku jadi gemas.

“Panggil saja :BINATANG!”

“Lalu siapa yang menyuruh memanggilnya Mukminin?”

Kami tertawa.

Ternyata, kelinci terus memamah biak di malam hari. Jadi stok makanannya harus dipastikan cukup sepanjang malam. Kelinci tidak membutuhkan banyak air. Ia suka berbagai jenis rumput. Bagi pemula seperti kami, sebaiknya membeli anak kelinci yang telah berusia di atas tiga bulan. Di bawah usia itu, anak kelinci rawan hama dan penyakit.

Mungkin Tasya dan Lycra belum genap tiga bulan… entahlah.

Setelah tahu informasi itu, maka kami selalu memastikan bahwa Lady Gaga pergi tidur dengan selada, wortel dan  ubi jalar. Kalau tengah malam dia lapar, tinggal menggigiti semua yang ada di depannya.

Setiap pagi aku cemas membuka kandangnya, takut nanti menemukan kelinciku mati juga. Tapi untunglah hingga saat ini dia baik-baik saja.

Siang hari,  pintu kandangnya  sengaja kubuka dan membiarkan dia berkeliaran di halaman.  Kini dia punya tempat berleha-leha yang nyaman, yaitu di balik pot bunga kuping gajahku.  Di sana ia terkantuk-kantuk, menikmati angin yang bertiup. Kalau aku datang, cepat dia bangun dan mendekatiku.

Segala macam daun yang bisa dimakannya, pasti diembat. Dan dia juga mulai mengenaliku. Kalau aku datang dan memanggilnya sambil memperlihatkan sesuatu di tanganku, cepat di datang.  Dia juga mau menerima makanan dari tanganku. Duuh, senangnya.

Hari Sabtu (26/5/12), Lady Gaga pergi sendiri ke luar halaman. Dia mencari rumput di bawah mobil  kami yang parkir di sana. Aku khawatir saja nanti dia lari kemana-mana. Aku juga khawatir anjing tetangga akan memburunya.

Aku panggil-panggil, dia tak mau keluar. Kupikir, biar ajalah main di situ sebentar, nanti akan kujemput. Tapi ternyata saat aku datang lagi, dia sudah tak ada! Rara dan Tata ikut sibuk mencari sebelum berangkat ke sekolah. Aku sampai membungkuk serendah-rendahnya untuk melongok ke bawah mobil itu, kalau-kalau dia ada di sana. Aku juga pergi ke rumah tetangga, siapa tahu dia pergi ke sana. Tapi tetap tak ada.

Aku sudah pasrah. Ya sudahlah, pikirku. Apa boleh buat.

Tapi ternyata, ia muncul lagi di bawah mobil itu. Dari jauh, terlihat dia tenang-tenang saja menikmati pucuk-pucuk rumput liar di sana. Saat aku perhatikan, ternyata selama ini dia bersembunyi di antara mesin mobil itu. Rupanya, saat merasa terancam, dia dengan cepat memanjat melalui roda belakang mobil, lalu terus ke mesin dan duduk menunggu di sana hingga suasana kondusif. Begitu bahaya menjauh, dia keluar lagi.

Lega si Lady Gaga aman-aman saja, aku berkata, “Unyu-unyu, nanti cepat pulang ya!”

Dan memang, dia pulang sendiri. Pergi ke tempat favoritnya di balik pot bunga, bersantai di sana dan terkantuk-kantuk. Hingga saat ini, kalau dia pergi ke bawah mobil itu, aku tak khawatir lagi.

Sekarang aku panggil dia si Unyu-unyu. Walaupun tidak Islami, paling tidak itu tidak kebarat-baratan dan lebih Indonesia. Dia sepertinya tak keberatan dengan pergantian nama itu. Yah, hitung-hitung buang sial, supaya jauh dari penyakit, siapa tahu membawa hoki dan membuatnya berumur panjang.

Si Unyu-unyu tak mungkin kami biarkan membujang seumur hidupnya. Kasian dia kalau makan, makan sendiri…, tidur,  tidur sendiri… (seperti lagu dangdut). Tunggulah aku gajian ya Unyu-unyu, aku akan mencarikan jodoh untukmu…

Kini, piala sebagai orang terbulek padek sedunia versi si Tata yang berada di tanganku selama tiga tahun berturut-turut, kayaknya akan direbut si Unyu-unyu ini.

Sambungan (30/5/12)
Kemarin malam,di kantor aku dapat telpon dari si papa yang mengabarkan bahwa Si Unyu-unyu hilang. Aku pikir bercanda, tapi saat aku telepon balik ke Rara di rumah, ia menjawab dengan lemas bahwa memang Lady Gaga sudah tidak ada.

Ia menceritakan kronologi kejadiannya, “Tadi sore Rara main bulutangkis dan Lady Gaga main-main ke jalan. Ia sampai masuk ke halaman rumah Om Arip (baca: Arif). Sudah Rara ambil dan bawa pulang. Terus Rara masukkan ke kandangnya, tapi pintunya memang gak Rara kunci. Waktu Rara selesai main, dia sudah tidak ada. Rara sudah cari kemana-mana...”

“Ya sudahlah. Biarkan saja. Nanti kita beli lagi. Tapi mudah-mudahan dia kembali, seperti kemarin saat pagi-pagi main ke bawah kolong mobil, bisa pulang sendiri. Bukakan saja pintu kandangnya, taruh banyak makanan di sana. Mudah-mudahan nanti dia pulang ya,” kataku.

Saat menjelang pulang malam itu, datang lagi telepon dari si Papa, mengabarkan bahwa si Unyu-unyu sudah kembali dari pelariannya. Terdengar suaranya girang. Si Unyu-unyu ini memang sudah menjadi idola kami semua. Si Papa kalau pulang mengantarkan Rara dan Tata ke sekolah, selalu membawakan daun-daun untuk makanan Unyu-unyu.

Dan kulihat, dia juga mulai mengenali kami. Bahkan tidak takut naik ke pangkuan Tata sambil terus mengendus-endus. Tata tertawa-tawa senang dan geli.

Tadi siang (30/5/12), terjadi peristiwa cukup traumatic bagi si Unyu-unyu. Seekor kucing preman datang dan mengejarnya. Si Unyu-unyu lari tunggang-langgang dari balik satu pot ke pot lainnya. Bunyinya gaduh sekali. Melihat gelagat buruk ini, aku cepat datang dan memarahi kucing itu. Tapi memang preman, si kucing balas menatapku dengan berani. Aku lalu mengusir kucing itu yang pergi dengan tenang.

Lady Gaga masih sangat ketakutan, bahkan padaku! Ia lari bersembunyi ke balik pot lainnya yang selama ini tak pernah menjadi tempat favoritnya. Lama ia di sana.

Ia baru terlihat rileks kembali saat Tata pulang sekolah dan mulai main masak-masakkan sendiri di halaman. Masih dengan seragam, jilbab, sepatu dan tas sekolah yang tergolek di teras. Itu anak mengambil aneka daun dan menguleknya di atas sepetak paving block. Ia asyik dengan permainan itu dan mengabaikan perintahku untuk mengganti baju dulu.

Si Unyu-unyu datang sambil mengendus-endus hampir seluruh tubuh Tata yang bisa dijangkaunya. Bahkan tanpa malu-malu ia naik ke pangkuan Tata dan menciumi seragamnya. Tata tertawa geli dan senang.

“Mungkin dia suka bau ketek Tata,” kataku sambil tertawa. ****




               

Senin, 28 Mei 2012

Antara Lady Gaga, Lycra dan Tasya

Pada Kamis (17/5/12) lalu, aku dan anak-anak patungan membeli tiga ekor anak kelinci yang lucu-lucu. Hampir setahun berkantor di Jalan Durian, baru beberapa hari yang lalu aku tahu bahwa di seberang kantor itu ada pasar hewan peliharaan yang lumayan lengkap. Sehari sebelum pergi membeli kelinci, aku dan Tata telah survey lokasi dan melihat aneka binatang dijual di situ. Kucing angora, kalong, kelinci, monyet, aneka burung, ayam, dan lainnya. Hari itu, setelah semua pekerjaan beres (dibantu dengan semangat 45 oleh Tata dan Rara), bertiga kami pergi ke Pasar Palapa. Kata Rara, seorang temannya sekelasnya sekarang punya peliharaan kelinci angora dan Rara juga ingin memilikinya. Aku tak keberatan, melihat bagaimana mereka sebelum ini cukup telaten mengurus enam ekor anak ayam warna-warni yang kami beli di Pasar Cik Puan, sehari sebelum Lebaran Idul Adha 2011 lalu. Walaupun pada akhirnya hanya dua ekor yang bertahan hidup hingga dewasa, namun kepedulian mereka pada hewan-hewan itu sudah teruji. Kedua ayam itu berakhir di penggorengan…. Maka sebelum kami membeli kelinci, Tata mengeluarkan ultimatum, “Kelinci Tata kalau sudah besar tidak boleh dimakan. Kalau mati kuburkan aja!” “Kok gitu Ta? Mama mau makan sate kelinci. Kata orang enak. Kelinci halal lo.” “Pokoknya nggak boleh!” “Iya kenapa?” “Tata kasiaaaaan….” Wajahnya sendu. Padahal itu kelinci belum lagi kami beli. Halah! Siang itu, kami memilih tiga ekor anak kelinci yang kata si penjual berumur sekitar tiga bulan. Bulunya yang lebat dan lembut sungguh menggemaskan. Tiga ekor kelinci itu harganya Rp100 ribu. Dan karena tidak punya kandang, kami beli juga kandangnya seperti kerangkeng dari kawat. Harganya Rp150 ribu. Jadi total Rp250 ribu. Sampai di rumah, anak-anak sungguh girang. Masing-masing member nama kelinci peliharaannya. Tata memilih nama Tasya. Entah dari mana dia dapat ide. Sedang Rara memilih nama Lycra. “Mereka kolor gue,” celetukku jail. “Bukaan! Merek kaos kaki Rara,” serunya. Aku tertawa. Sedangkan kelinciku yang berwarna coklat mulus, kuberi nama Lady Gaga. Secara sedang heboh kali berita Lady Gaga yang terancam gagal menggelar konser di Jakarta. Dan dimulailah petualangan kami memelihara tiga ekor anak kelinci yang lucu-lucu. Si Tata menggendongnya ke sana kemari, bahkan mengambil jilbab usangku untuk dijadikan ayunan si Tasya. Teman-teman sekompleks pun dengan cepat menyukai ketiga kelinci itu. Mereka tak henti mengejar, mengajaknya bermain dan memberi makan. Sore hari, saat aku pergi bekerja, biasanya Rara memasukkan kandang kelinci itu ke dalam rumah. Pulang dari kantor, pukul berapa pun, pasti aku sempatkan untuk menengok mereka sejenak. Saat si Papa pulang dari Bagansiapiapi, dia kaget sudah ada anggota keluarga baru. Anak-anak ribut menceritakan tentang kelinci-kelinci itu. Lalu aku diinterogasi. Kok teringat membeli kelinci? “Aku sudah kena pukau sama anak-anak tu. Sebenarnya kami akan membelinya Hari Sabtu, saat aku libur. Tapi karena Hari Kamis libur juga, mereka membujuk agar dibelikan hari itu juga. Aku tak bisa mengelak, karena semua syarat mereka penuhi. Tata jadi penurut sekali pada semua perintahku,” Si Papa tertawa. Ia sangat mengenal anaknya. Tapi seperti biasa, si Papa selalu punya sesuatu untuk membuat kami jadi badmood. Katanya, mengapa harus diberi nama Lady Gaga yang kebarat-baratan? “Lycra itu merek kolor,” kataku. “Merek kaos kaki Rara!” protes Rara keki. “Berilah kelinci itu nama-nama yang Islami.” Apa? Aku dan anak-anak mengerutkan alis. Ada-ada saja. “Abdul?” kataku sambil menahan tawa. Tapi anak-anak tertawa saja. “Misalnya asmaul husna,” katanya asal ngomong. “Minta disambar petir ya?!” Anak-anak dan aku bertahan dengan nama yang sudah kami pilih. Dan si Papa sesuka hatinya memanggil kelinci itu si Mukminin. “Mukminiiin! Sini!” “Tunggu sampai kelompok garis keras mendengarnya, siap-siap rumah kita dilempari bom molotov! Itu bisa dianggap pelecehan agama,” kataku lagi. 21 Mei siang, tak ada yang aneh dengan ketiga kelinci itu. Semua makan dengan lahap selada yang kami beri. Demikian pula dengan wortel dan daun-daun lainnya. Tapi keesokan harinya, Tasya sudah tak bernyawa. Subuh-subuh saat aku bangun , biasanya yang pertama kulakukan adalah memindahkan kandang itu ke luar rumah. Saat itulah kulihat si Tasya sudah tegang. Lycra terlihat menciuminya. Sedang Lady Gaga cuek saja dan terus memamah biak. Di lantai, terlihat ada kotoran berwarna cokla pucat dan encer. Mungkin Tasya salah makan atau apa. Aku membangunkan Tata dan mengabarkan berita buruk itu. Seketika ia bangkit dari tempat tidurnya dengan wajah sedih. Bergegas pergi untuk melihat Tasya yang sudah kaku. Lama dia terdiam. “Mama harus ganti!” katanya menjatuhkan ‘hukuman’. “Mulai saat ini, setiap tanggal 22 Mei, Rara akan ziarah ke kuburan Tasya. Kuburkan dia di bawah pohon mangga itu ya Ma,” kata Rara. Aku setuju. Maka pagi itu, setelah anak-anak pergi sekolah, mulailah aku menggali lubang kecil di bawah pohon mangga lalu menguburkan Tasya di sana. Tinggal Lycra dan Lady Gaga yang bermain-main di bawah rimbunnya bunga-bungaku. Kelinci ternyata suka makan pucuk-pucuk daun yang masih muda dan lebih lunak. Sesekali aku lihat Lycra mengangkat kedua kaki depannya untuk menjangkau tunas bayam yang cukup tinggi untuk dirinya. Kadang-kadang, aku bawa keduanya ke luar halaman untuk mencari rumput segar. Mereka sepertinya senang, tapi jelas keduanya berbeda. Lycra tak mau jauh-jauh dari kakiku dan menerima semua yang aku sodorkan ke depan hidungnya yang terus mengendus-endus. Apalagi di depan rumah kami ada anjing galak yang salakan cukup membuat nyali ciut. Termasuk nyali si Lycra. Maka saat dilihatnya anjing itu mendekat, secepat kilat ia berlari menyerang jalan dan masuk ke pekarangan rumah. Ia lalu bersantai di bawah motorku, terkantuk-kantuk. Sedang Lady Gaga santai saja. Ia terus memakan rumput muda di sekitarnya. Tak lupa mengeksplorasi daerah baru itu, yaitu tempat pembakaran sampah di dekat semak-semak di depan rumah. Telapak kakinya hitam oleh abu pembakaran yang untung saja sudah tak panas lagi. Ia bahkan sempat masuk beberapa langkah ke dalam semak-semak itu. Hari itu juga, aku melihat bagaimana kelinci berusaha melindungi diri dari musuhnya. Lady Gaga merapatkan tubuhnya ke tanah saat anjing tetangga menyalak keras ke arahnya. Lady Gaga juga menurunkan telinganya hingga merapat ke badannya dan matanya waspada. Ia membatu di tanah. Sebelum anjing tetanggaku jadi kalap, cepat aku angkat Lady Gaga dan kubawa pulang. Cukup wisatanya pagi ini ya! Hari itu, aku kehilangan Lycra. Biasanya dia bersantai di bawah pagar dekat jendela kamar Rara. Di sana ia rebahan sambil menikmati angin. Tapi hari itu, dia tak ada di sana. Aku mencari ke segala sudut, termasuk ke luar halaman, tidak ketemu. Di balik pot-pot bunga juga tak ada. “Lady, mana Lycra?” tanyaku. Lady Gaga pura-pura gak dengar, terus saja mengendus-endus aku. “Jangan meledek ya! Memang aku belum mandi kok!” Pikiran buruk mulai muncul. Mungkin dicuri orang? Dulu kami juga kehilangan dua ekor anak ayam warna-warni itu. Suatu sore, mereka yang biasanya pergi main berombongan, pulang tinggal dua ekor. Setelah mencari kemana-mana tak juga ketemu, akhirnya secara tak sengaja kulihat si Lycra sedang duduk di balik pintu ruang tamu. Aku tertawa lega. Hari itu, Lycra memakan satu tangkai daun selada yang aku berikan. Lady Gaga tak kebagian. Tapi keesokan harinya, Lycra terlihat mulai sakit. Ia terbaring dengan keempat kakinya terjulur. Aku pegang tubuhnya, masih hangat. Aku kasihan dan ingin member obat, tapi tak tahu apa. Rara sedih sekali. “ Kita bawa ke dokter hewan aja Ma,” katanya. “Mama gak tau dimana ada dokter hewan. Lagi pula ini masih pagi sekali, belum ada yang buka.” Aku berusaha menyuapkan sedikit selada, tapi ia diam saja. Aku dekatkan moncongnya ke air, ia menggelinjang sebentar. Tapi k emudian terkapar lagi. Hari itu, untuk pertama dan terakhir kalinya, aku mendengar Lycra mengeluarkan jeritan lirih. Akhirnya, beberapa jam kemudian, Lycra meninggal. Rara sedang di sekolahnya. Sekali lagi aku menggali lubang di bawah pohon mangga dan menguburkan Lycra di sana. Tinggal Lady Gaga sendiri. “Harusnya kita cari informasi tentang beternak kelinci di internet,” kata si Papa. Ia sedang di depan komputernya. Untung dengan cepat Google menampilkan berbagai info. Aku sedang di dapur, sementara si Papa mencari informasi. “Tips memelihara kelinci. Satu: Jangan diberi nama…” “Aah! Bohong nih!” aku jadi gemas. “Panggil saja:BINATANG!” “Lalu siapa yang menyuruh memanggilnya Mukminin?” Kami tertawa. Ternyata, kelinci terus memamah biak di malam hari. Jadi stok makanannya harus dipastikan cukup sepanjang malam. Kelinci tidak membutuhkan banyak air. Ia suka berbagai jenis rumput. Bagi pemula seperti kami, sebaiknya membeli anak kelinci yang telah berusia di atas tiga bulan. Di bawah usia itu, anak kelinci rawan hama dan penyakit. Mungkin Tasya dan Lycra belum genap tiga bulan… entahlah. Setelah tahu informasi itu, maka kami selalu memastikan bahwa Lady Gaga pergi tidur dengan selada, wortel dan ubi jalar. Kalau tengah malam dia lapar, tinggal menggigiti semua yang ada di depannya. Setiap pagi aku cemas membuka kandangnya, takut nanti menemukan kelinciku mati juga. Tapi untunglah hingga saat ini dia baik-baik saja. Siang hari, pintu kandangnya sengaja kubuka dan membiarkan dia berkeliaran di halaman. Kini dia punya tempat berleha-leha yang nyaman, yaitu di balik pot bunga kuping gajahku. Di sana ia terkantuk-kantuk, menikmati angin yang bertiup. Kalau aku datang, cepat dia bangun dan mendekatiku. Segala macam daun yang bisa dimakannya, pasti diembat. Dan dia juga mulai mengenaliku. Kalau aku datang dan memanggilnya sambil memperlihatkan sesuatu di tanganku, cepat di datang. Dia juga mau menerima makanan dari tanganku. Duuh, senangnya. Hari Sabtu (26/5/12), Lady Gaga pergi sendiri ke luar halaman. Dia mencari rumput di bawah mobil kami yang parkir di sana. Aku khawatir saja nanti dia lari kemana-mana. Aku juga khawatir anjing tetangga akan memburunya. Aku panggil-panggil, dia tak mau keluar. Kupikir, biar ajalah main di situ sebentar, nanti akan kujemput. Tapi ternyata saat aku datang lagi, dia sudah tak ada! Rara dan Tata ikut sibuk mencari sebelum berangkat ke sekolah. Aku sampai membungkuk serendah-rendahnya untuk melongok ke bawah mobil itu, kalau-kalau dia ada di sana. Aku juga pergi ke rumah tetangga, siapa tahu dia pergi ke sana. Tapi tetap tak ada. Aku sudah pasrah. Ya sudahlah, pikirku. Apa boleh buat. Tapi ternyata, ia muncul lagi di bawah mobil itu. Dari jauh, terlihat dia tenang-tenang saja menikmati pucuk-pucuk rumput liar di sana. Saat aku perhatikan, ternyata selama ini dia bersembunyi di antara mesin mobil itu. Rupanya, saat merasa terancam, dia dengan cepat memanjat melalui roda belakang mobil, lalu terus ke mesin dan duduk menunggu di sana hingga suasana kondusif. Begitu bahaya menjauh, dia keluar lagi. Lega si Lady Gaga aman-aman saja, aku berkata, “Unyu-unyu, nanti cepat pulang ya!” Dan memang, dia pulang sendiri. Pergi ke tempat favoritnya di balik pot bunga, bersantai di sana dan terkantuk-kantuk. Hingga saat ini, kalau dia pergi ke bawah mobil itu, aku tak khawatir lagi. Sekarang aku panggil dia si Unyu-unyu yang lebih Indonesia. Dia sepertinya tak keberatan dengan pergantian nama itu. Yah, hitung-hitung buang sial, supaya jauh dari penyakit, siapa tahu membawa hoki dan membuatnya berumur panjang. Si Unyu-unyu tak mungkin kami biarkan membujang seumur hidupnya. Kasian dia kalau makan, makan sendiri…, tidur, tidur sendiri… (seperti lagu dangdut). Tunggulah aku gajian ya Unyu-unyu, aku akan mencarikan jodoh untukmu… Kini, piala sebagai orang terbulek padek sedunia versi si Tata yang berada di tanganku selama tiga tahun berturut-turut, kayaknya akan direbut si Unyu-unyu ini.***

Rabu, 02 Mei 2012

Bedanya...

Selasa (1/5/2012)lalu, saya diundang meliput acara sertijab di suatu lembaga yang sudah ternama dengan keprofesionalannya. Senang berhubungan dengan orang-orang di lembaga itu, karena mereka tahu cara menghargai orang lain, tetap sopan, ramah, tidak sombong.

 Sertijab itu dihadiri banyak relasi lembaga tersebut, termasuk wakil dari pemerintah yang datang dengan seragam PNS-nya. Jadi dengan cepat dapat dikenali.

Usai acara, kebetulan adzan zuhur berkumandang. Satu demi satu orang-orang dari lembaga itu, bergerak ke satu arah, masjid.

Orang-orang itu setahu saya adalah bukan orang sembarang. Mereka memimpin ribuan orang di bawahnya. Mereka memegang tampuk kekuasaan pada zamannya. Mereka turut menjadi bagian dari proses pengambilan kebijaka untuk kemajuan negeri ini.

 Wajah-wajah mereka tenang, terlihat begitu damai (mungkin ini penilaian subjektif saya saja). Usai berwudu' mereka membentuk shaf-shaf dan bersiap menjalankan ibadah Salat Zuhur berjamaah. Satu dari orang besar itu, diminta menjadi imam.

 Dan si PNS yang terhormat itu, pada saat adzan berkumandang dari masjid yang sama, dengan tenang menuju mobil dinasnya. Plat merah. Ditekannya remote control untuk membuka kunci pintu secara otomatis. Suaranya terdengar jelas di keheningan siang itu, menjelang qamad dikumandangkan muazzin.

Lalu, saat imam melakukan takbiratul ihram diiringi para makmum, si PNS melaju dengan mobilnya entah kemana.

 Ya, ketika adzan berkumandang, kita akan melihat, para hamba akan menghadap Tuannya masing-masing...

Selasa, 01 Mei 2012

Mayday

Dalam bahasa internasional, mayday berarti panggilan dengan radio untuk minta bantuan dari kapal atau pesawat terbang yang sedang mengalami kondisi darurat. Bila mendengar kata-kata itu, maka pesawat atau kapal yang sedang berada di sekitar lokasi itu harus memberikan bantuan.

 Kata-kata itu sekarang punya pengertian tambahan, yaitu sebutan untuk Peringatan Hari Buruh Internasional. Mungkin sekarang arti kedua inilah yang lebih akrab bagi kita. Apalagi akhir-akhir ini, orang-orang ramai membicarakan tentang Mayday. Buruh-buruh di seluruh dunia akan menggelar aksi unjuk rasa damai untuk menyuarakan aspirasi mereka, tak terkecuali di Indonesia.

Wajar kaum buruh setiap 1 Mei menggelar Mayday. Pasalnya, dari waktu ke waktu taraf kehidupan mereka tak kunjung sejahtera. Apalagi standar sejahtera antara satu negara dengan negara lain, sangat berbeda.

Seorang petugas kebersihan di Inggris, bekerja dengan jaminan asuransi kesehatan dari pemerintah, mendapatkan kendaraan modern pengolah sampah dan punya jam kerja yang jelas. Walaupun ia hanya seorang petugas kebersihan, namun ia memiliki mobil pribadi dan rumah yang layak.

Beda dengan petugas kebersihan di Indonesia, bahkan di Ibukota Jakarta sekalipun, petugas kebersihan hidup memprihatinkan. Mereka diupah oleh warga sekitar yang patungan bersama-sama.

 Sering kita melihat mereka hilir mudik mendorong gerobak, mengais sampah tanpa sarung tangan dan mendapatkan upah yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak sedikit pula dari mereka yang hidup di bawah kolong jembatan.

 Wilbur Ramirez, seorang binmen (tukang sampah, red) di London, Inggris mencoba merasakan hidupan seorang tukang sampah di Jakarta bernama Imam dalam suatu program pertukaran. Acara yang diputar di stasiun televisi BBC London itu, menarik perhatian tidak saja orang-orang di Inggris, melainkan juga di Brussel, Amerika Serikat dan lainnya.

Wilbur Ramires menangis melihat kondisi Imam, yang mengais sampah dari satu rumah ke rumah yang lain, dengan cara yang sangat 'primitif'. Berbeda sekali dengan Ramirez yang menggunakan teknologi sehingga ketika ia pulang ke rumah, ia tetap dapat kondisi relatif bersih dan tidak 'bau' seperti rekannya sesama binmen di Indonesia.

Sempena Hari Buruh Sedunia, memang sudah waktunya pemerintah dan kita semua, memperhatikan para pahlawan lingkungan ini. Kondisi mereka memang sudah gawat darurat, ibarat kapal, perahu mereka sudah oleng dan air laut telah memasuki lambung kapal.

Mari teriakkan bersama-sama; MAYDAY! MAYDAY!!

Ulang Tahun BCK Marching Band, Gelar Latber & Coaching Clinic

Merayakan ulang tahunnya yang ke-25, Bahana Cendana Kartika Marching Band yang merupakan salah satu unit kegiatan Sekolah Cendana, digelar coaching clinic dan latihan bersama (latber) dengan unit-unit marching band lainnya di Riau.

Coaching clinic dan latber ini merupakan kegiatan kedua yang digelar BCK Marching Band, setelah kegiatan serupa yang digelar tahun lalu berjalan sukses. Tahun ini, digelar kembali acara serupa dengan tujuan agar kemampuan para anggota marching band di Riau dapat meningkat. Antusiasme para peserta tahun ini juga sangat baik, dibuktikan dengan jumlah peserta yang bertambah signifikan dibanding tahun sebelumnya.

Dikatakan Wakil Ketua BCK Marching Band Agus Susanto, mereka ingin merasakan indahnya berbagi dengan sesama komunitas pecinta marching band di Riau. Sengaja acara ini dibuat agak besar, karena sekaligus merupakan peringatan ulang tahun BCK Marching Band yang ke-25.

 “Antusiasme para peserta juga luar biasa. Tahun lalu yang mendaftar untuk ikut latber sekitar 400 orang, tapi yang datang sekitar 900 orang. Sekarang, yang mendaftar sudah 800 orang,” katanya.

 Latber akan digelar di Gelanggang Remaja di Jalan Jenderal Sudirman, Simpang Tiga, Pekanbaru. Latber ini digelar setelah seharian ini para peserta yang datang dari berbagai daerah di Riau, mengikuti coaching clinic yang dibagi atas beberapa kelas.

Masing-masing kelas dipandu oleh instruktur berpengalaman seperti Adi Yunimon (percussion clinician), Andreas Manalu (brass clinician), Diana Sari (color guard clinician) dan Fatadji (pit percussiona clinician). Dalam latber besok, para peserta akan mempelajari dan memainkan materi lagu dan koreografi bersama-sama sehingga dapat mempersembahkan pertunjukan marching band yang sangat besar pada akhir latihan bersama.

Dikatakan Pembina BCK Marching Band Thecla Mirawaty, dari sekian banyak peserta coaching clinic dan latber itu, ada sekelompok anak dari Kota Batak, Kabupaten Kampar, yang datang dengan tujuan untuk melatih teman-temannya di marching band yang bahkan belum terbentuk.

“Sekolah mereka baru akan dibangun. Tapi mereka sudah punya visi bahwa nanti sekolah itu akan memiliki kegiatan ekskul marching band. Makanya mereka datang untuk berlatih di sini untuk nanti akan diajarkan lagi pada kawan-kawan mereka,” terang Thecla.

Agus Susanto mengaku sangat kagum pada anak-anak itu. Pasalnya, coaching clinic itu sebenarnya ditujukan untuk para pelatih marching band untuk kemudian diajarkan ke anggota unit mereka. Namun yang datang dari Kota Batak justru anak-anak usia SD yang bahkan belum memiliki sekolah dan unit marching band sendiri.

 “Ini luar biasa saya kira. Kita patut mengapresiasi. Saya bilang ke mereka, ‘kalian anak-anak hebat, kalian kelak akan menjadi pemimpin’,” katanya.***

Rumbai Ecology Club Gelar Aksi Tanam Pohon

Rumbai Ecology Club beranggotakan para karyawan PT Chevron Pacifik Indonesia yang peduli terhadap lingkungan, Sabtu (28/4/12) pagi, menggelar aksi penanaman pohon di sekitar terminal bus karyawan Chevron di Rumbai.

Aksi ini diikuti puluhan orang anggota klub ditambah anggota Pramuka, siswa SMA Cendana dan SMP IT Al Ittihad. Ada beberapa jenis pohon yang ditanam pagi itu, seperti trembesi, pulai, meranti, mahoni dan pohon-pohon jenis keras lainnya.

Pagi itu ada sekitar 75 batang pohon yang ditanam, yang bibitnya disemai sendiri dari nursery PT CPI. Penanaman pertama dilakukan oleh Chairman Rumbai Ecology Club Kenneth Lewis, diikuti Advisor Supply Management Awan Setiawan serta peserta lainnya.

Usai penanaman, Awan mengatakan, untuk kegiatan ini, ECR telah menyediakan sekitar 400 bibit tanaman yang akan ditanam di sekitar Rumbai. Namun di tempat lain, misalnya di Gunung Salak, Jawa Barat, Chevron telah menanam sekitar 6 ribu batang.

 “Acara ini kami lakukan dalam rangka memperingati Hari Bumi,” terang Awan.

Ditambahkan oleh anggota REC Shintauli Lisbeth, klub ini telah aktif sejak 30 tahun lalu dengan berbagai kegiatan. Hingga saat ini, salah satu kegiatan yang terus mereka lakukan adalah masuk hutan setiap Selasa sore.

“Kami masuk untuk melihat kondisi hutan lindung yang ada di sekitar daerah Rumbai ini. Aktivitas di dalam hutan itu antara lain memunguti sampah yang mungkin ditinggalkan orang masuk ke dalamnya, memelihara pohon-pohon langka dan lain sebagainya,” katanya.

 “Yang jadi masalah kalau masuk hutan itu adalah populasi babi hutan yang pesat banget,” kata Awan Setiawan.

Hewan pemakan segalanya itu, mengacak-acak lingkungan di sekitarnya untuk mendapatkan makanan. Jumlahnya mereka bertambah dengan pesat karena di hutan itu tak ada predatornya.

 “Hutan itu luasnya sekitar 450 hektar. Di dalamnya dulu masih ditemukan tapir, kancil, ular, kucing hutan, monyet dan lainnya,” terusnya.

Ecoogy Club Rumbai memiliki sekitar 200 member yang selalu membuat berbagai kegiatan penyelamatan lingkungan. Kunjungan ke berbagai hutan lindung dan aksi penanaman pohon telah mereka lakukan sejak lama.

 “Selain berkunjung biasanya diiringi dengan aksi penanaman pohon. Kami bahkan sempat berkunjung ke Kalimantan untuk melakukan aksi serupa. Bibit pohonnya sengaja dibawa dari sini dengan kesepakatan dengan pihak sana, akan ditukar dengan pohon khas Kalimantan tapi tidak tumbuh di sini,” kata Awan lagi.

Acara ini beakhir sekitar pukul 10 pagi, setelah hampir semua bibit yang telah disiapkan, ditanam di tempat-tempat yang telah disediakan. Aksi penanaman pohon ini akan diteruskan anggota klub untuk kawasan sekitar Rumbai lainnya. ***