Minggu, 29 Juli 2012

Di Masjid Raya Senapelan Pekanbaru, Imam dari Palestina, Serasa Ramadan di Timur Tengah

Sejak awal Ramadan tahun ini, Pengurus Masjid Raya Senapelan, di kawasan Pasar Bawah, Pekanbaru,  sengaja mendatangkan imam seorang hafiz (penghafal Al Quran) dari Palestina. Jamaah yang Salat Tarawih di sana pun, serasa salat di kawasan Timur Tengah atau khususnya Arab Saudi.
               
Seperti pada Sabtu (28/7) lalu, Hafiz Ghassan MM Al-Shorbaji memimpin Salat Isya berjamaah di masjid itu. Bacaannya terdengar jelas, fasih dan tentu saja bernuansa Timur Tengah. Jamaah umumnya datang dari sekitar masjid dan juga beberapa wilayah di Pekanbaru. Sejak kabar tentang kedatangan imam dari Palestina itu menyebar, Masjid Raya Senapelan memang jadi ramai dikunjungi para jamaah yang sebelumnya tidak pernah salat di sana. Mereka tertarik dengan kabar kedatangan seorang hafiz dari Palestina itu.
               
Usai Salat Isya, seharusnya dilanjutkan dengan ceramah agama. Namun karena sesuatu dan lain hal, ustad yang dijadwalkan tidak datang hari itu. Panitia lalu mengambil  kebijakan untuk menyegerakan Salat Tarawih dan Imam Ghassam kembali memimpin salat itu.
               
Ada yang istimewa dengan Salat Tarawih yang diimami para hafiz dari Palestina itu. Mereka membaca Al Quran satu juz satu malam. Salat Tarawih yang dibawakan juga mencapai 20 rakaat ditambah witir 3 rakaat. Jadi bila tidak ada aral melintang, maka pada malam ke-30 Ramadan nanti, seluruh Al Quran sebanyak 30 juz telah selesai dibaca.
               
Salat dilakukan dua-dua rakaat. Setelah 10 rakaat (5 kali salam), jamaah beristirahat selama lima menit. Air mineral disediakan pengelola masjid secara gratis bagi jamaah yang haus. Kesempatan waktu jeda 5 menit itu dimanfaatkan para jamaah untuk minum, bersuci dan istirahat menjelang salat dilanjutkan kembali. Setelah itu, salat dilanjutkan kembali. Pada rakaat ke 16-20, Ghassam digantikan oleh Imam Masjid Raya Senapelan yang dilanjutkan hingga Salat Witir.
               
Terasa Beda
Suasana masjid itu terasa berbeda dengan masjid lainnya di Pekanbaru. Tidak banyak anak kecil berkeliaran sepanjang ibadah dilakukan sehingga ibadah terasa lebih khusuk. Demikian pula tidak banyak jamaah yang menyusut hingga
rakaat terakhir. Di masjid lain, biasanya jamaah akan mundur dari shaf setelah berjamaah sebanyak 8 rakaat. Shaf yang awalnya lebih dari 10, bisa menyusut hingga tinggal dua saja. Namun di masjid peninggalan Raja Siak itu, tidak demikian.

Hanya segelintir saja jamaah yang mundur. Sebagian besar melanjutkan hingga tuntas 23 rakaat. Seperti malam itu, ada sekitar 6 shaf di bagian pria dan 6 shaf di bagian wanita yang terus bertahan hingga rakaat terakhir.
                 
Secara fisik, masjid ini kurang nyaman digunakan, karena masih dalam proses renovasi. Lantai keramik belum dipasang, sehingga panitia menutupinya dengan terpal, lalu di atasnya dihamparkan karpet. Meskipun demikian, keras dan tidak ratanya permukaan lantai masih terasa.
               
Kekurangnyamanan ini rasanya menjadi hilang dengan adanya 'keistimewaan' lain dari masjid itu menyambut Ramadan kali ini, yaitu mendatangkan imam dari Palestina secara langsung.

               
Tak Suka Ramas
               
Ada kisah menarik tentang kedatangan imam yang hafiz dari Palestina itu. Seperti dituturkan Rika Trisna, Sekretaris II Perempuan Masjid Raya Senapelan. Kedua orang hafiz itu ternyata tak suka makanan pedas.
               
"Katanya itu bisa merusak pita suara dan itu tidak bagus untuk seorang hafiz. Jadinya waktu diberi nasi ramas, dia ambil  nasi putihnya saja, sedangkan bagian sayuran dan lauknya yang bercabe disingkirkan," katanya.
               
Rika juga sempat memberi makan Imam Ghassan yang ditempatkan di sebuah kamar kos oleh pengurus masjid.
"Dua hari saya mengantarkan makanan ke sana. Saya kasih roti canai saja. Sekarang katanya dia makan roti prancis," katanya lagi.
               
Saat Ghassam masuk ke masjid, dengan segera sosoknya langsung dikenali. Raut wajahnya jelas seperti
kebanyakan orang Timur Tengah, dengan jambang hitam lebat. Ia berjalan tenang dalam balutan jubah putih hingga sedikit di atas mata kaki. Imam Ghassam melempar senyum kepada jamaah saat lewat di sela-sela shaf sambil sesekali menggosokkan kayu siwak ke giginya. Mungkin habis berbuka puasa.
               
Tak lama kemudian, Salat Isya berjamaah dimulai. Suara sang imam terdengar membahana memenuhi seluruh masjid, jernih dan jelas. Bagi Anda yang ingin merasakan Salat Tarawih yang beda, tak ada salahnya memanfaatkan kesempatan yang ada, karena belum tentu kita akan bertemu  kembali dengan Ramadan yang akan datang. 

behind the news ...
Jauh-jauh hari aku sudah memproklamirkan pada seluruh penghuni rumah bahwa Hari Sabtu aku akan pergi salat ke masjid itu. Selama hampir 14 tahun merantau ke Pekanbaru, belum sekalipun menjejakkan kaki ke masjid bersejarah itu. Memalukan sekali.

Aku sudah nekat nih, kalau tak ada yang berminat salat 23 rakaat, ya sudah, aku pergi sendiri saja. Untung semua pada mau.

Sejak siang, cuaca mengkhawatirkan. Mendung. Angin bertiup sesekali. Wah, gaswat nih. Aku berdoa pada Allah, mohon  dimudahkan. Jangan sampai batal perginya, karena aku hanya punya kesempatan tarawih Sabtu yang akan datang, saat off kerja. Hiks hiks, please Allah, jangan sampai batal.

"Ma, perut Tata sakiiit..." sore itu, si Tata mengeluh sambil memegang perutnya. Ia masuk ke kamarnya dan meneruskan tidurnya. 

Si Lala, teman lama yang sudah pindah ke Panam sejak awal tahun ajaran lalu, hari itu berkunjung ke rumah. Ia langsung masuk ke dalam kamar Tata dan membangunkannya, ngajak main masak-masakan.

Tapi Tata tak sanggup bangun. Ia terlelap hingga sore.

Aku bahkan sempat membuat donat dengan Rara. Lumayanlah, waktu masih panas, lembut banget itu donat. Sangat menggugah selera.

Maka usai berbuka puasa (yang lain sempat makan nasi, sedang aku tidak karena baru minum obat herbal asam urat yang mengharuskan aku makan 1 jam setelah mengkonsumsinya), kami pun berangkat. Aku bahkan membawa bekal makan malamku dan juga donat itu.

Si Nova entah kemana. Terpaksanya kami konvoi pakai motor. Aku membonceng si Tata sedang Rara dengan papanya. Sepanjang jalan, aku menahan sakit di sendi-sendi yang terasa ngilu. Ini mungkin gara-gara kebanyakan makan dendeng dan rendang hati kiriman dari Padang, dan santan juga. Pokoknya sejak awal Ramadan aku gak kuat bawa motor lama-lama. Tapi malam itu, dalam angin yang rada-rada kencang dan fisik tak fit, aku nekat saja.

Saat Salat Tarawih baru dua rakaat, muncul masalah. Tata muntah di karpet. 'Tata muntah waktu sujud tadi..." katanya dengan wajah pucat. Ni anak memang rada-rada kareh angok, walau berkali-kali dikatakan ia bisa masuk angin kalau tak pakai celana panjang saat tidur di kamar ber-AC, tetap saja senang tidur cuma pakai kolor doang. Apalagi tadi saat sahur ia makan ogah-ogahan. "Sudah kenyang," katanya.

Hampir sepanjang siang ia main game di komputer dalam kamar ber-AC. Ditambah perut kosongnya, tentulaah masuk angin...

Untung aku selalu membawa minyak angin aroma therapi di dalam dompetku. Aku oleskan ke perutnya, lalu ia tidur di samping kakaknya yang tengah Salat Tarawih. Aku melanjutkan salat di shaf belakang. Dua rakaat kemudian, Rara keluar dari shaf sehingga aku bisa mengisi posisinya di shaf kedua dari depan. 

Karena kondisiku yang sedang tidak fit, aku tak sanggup berdiri lama-lama. Maka aku salat dengan cara 2 rakaat sambil duduk, lalu dua rakaat lagi sambil berdiri. Sebenarnya kedua posisi itu sama-sama menyiksa, tapi aku tak mau meninggalkan tarawih malam itu.

Tata terus tidur lelap hingga akhirnya salat usai. Aku bangunkan dia. Dalam hati, sudah merasa ni anak bisa muntah lagi. Dia harus sesegera mungkin keluar dari masjid. Kalau muntah di luar, tentu tak terlalu repot membersihkannya. Bandingkan dengan karpet salat yang panjang itu, bagaimana cara membersihkannya?

Dan ternyata benar, baru tiba di tangga  masjid, Tata muntah lagi. Ia tak mau punggungnya diurut kalau sedang muntah. Maka terpaksalah aku berdiri di sampingnya tanpa berbuat apa-apa. Bagi orang yang tak tahu persoalan, tentulah aku dikira ibu yang tegaan...

"Itu semua yang keluar, batagor tadi..." katanya sambil menunjuk muntahannya. Iya, dia tadi berbuka dengan batagor.

Papanya mencari ember dan mengambil air untuk menyiram muntahan Tata di tangga itu. Air mata menggenang di pelupuk mata gadis kecilku itu. Aku tahu penderitaannya, tapi tak ada yang bisa kutolong untuk saat ini. Sabar ya Sayaang...

Untung juga, beberapa jamaah perempuan yang melihat kondisi Tata, dapat memaklumi. "Masuk angin, kalau perut kosong memang suka begitu," kata seorang ibu bersimpati.

Kami lalu pulang ke rumah. Tata sekarang dibonceng Papanya. Sebentar saja, aku dan Rara tertinggal jauh. Aku tak kuat membawa motor itu tanpa berhenti tiap sebentar untuk meregangkan kedua tanganku yang terasa sakit.

Kami mampir di toko yang masih buka dan aku membeli Tolak Angin untuk Tata. Saat kami tiba di rumah, dia pura-pura tidur. Papanya sudah kabur entah kemana. Aku minumkan Tolak Angin itu dan sekitar 15 menit kemudian, anak yang tadi demikian menyedihkan saat muntah di tangga Masjid Raya Senapelan itu, sudah tertawa-tawa dengan kakaknya.***

nb: foto diambil oleh Andika Orin, fotografer Harian Vokal, Pekanbaru

Minggu, 15 Juli 2012

Rahasia Berumur 1.400 Tahun Lalu




Pernah dengar kata-kata bijak, 'Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari'?
  
 Saya mengetahui tentang pepatah itu sejak puluhan tahun yang lalu dan masih mengingatnya dengan sangat jelas, hingga hari ini, karena kartun yang menyertai pepatah itu menggambarkan sesosok pria yang sedang kencing sambil berlari. Falsafah yang saya pahami dari kata-kata bijak ini adalah, besarnya peran seorang guru dalam memberikan teladan kepada para muridnya.
   
Pengertian lain dari kata-kata bijak itu adalah bahwa seorang murid bisa lebih pintar dan cerdik dari gurunya. Makanya tidak heran bila guru mencontohkan kencing sambil berdiri, maka muridnya akan melakukan yang leb ih 'hebat', kencing sambil berlari.
  
 Sayangnya, keadaan zaman sekarang mengkondisikan kaum pria kencing sambil berdiri. Kata-kata bijak di atas hanya dipandang sebagai perumpamaan semata, tanpa ada makna lain di balik itu. Kita bisa melihat, toilet pria dirancang untuk kencing dalam posisi berdiri. Sebaliknya, kita mungkin merasa aneh bila melihat ada pria yang kencing sambil jongkok. Jangan-jangan memang perempuan yang sedang menyamar jadi laki-laki?
   
Namun belakangan saya tahu, ternyata Nabi Muhammad SAW juga pernah mengatakan bahwa Beliau tidak pernah kencing sambil berdiri sejak Beliau memeluk Islam. Walaupun tidak ada larangan tegas sehingga kencing berdiri adalah haram, namun sebagai seorang muslim, tentulah kita percaya bahwa sesuatu yang tidak dikerjakan Nabi, berarti mengandung sesuatu yang mungkin saja dapat membahayakan diri kita.
   
Nabi Muhammad memang tidak menjelaskan lebih jauh alasannya. llmu pengetahuanlah yang kemudian 'menolong' menguak rahasia  yang tersimpan lebih dari 1.400 tahun lalu kepada kita, manusia hari ini,  bahaya yang mungkin timbul dari kebiasaan kencing sambil berdiri. Seperti berita yang dimuat di Harian Vokal halaman 3 hari ini.
  
  "Sejumlah politisi sayap kiri di Swedia baru-baru ini mengusulkan undang-undang baru yang melarang pria kencing berdiri. Mereka pun mengemukakan alasan dan beberapa keuntungan bila pria kencing dengan cara duduk di toilet.
  
 Partai sosialis dan feminis di Swedia mengklaim, akan lebih higienis bila seorang pria duduk ketika buang air kecil. Hal itu akan mengurangi genangan air dan diklaim baik untuk kesehatan pria, karena kencing dengan cara duduk akan mengosongkan kandung kemih dan hal itu sangat menguntungkan pria dikala mereka sedang duduk.
  
 Kekosongan kantong kemih juga akan mengurangi resiko dari kanker prostat. Partai sayap kiri itu pun menilai, kehidupan seks pria akan semakin membaik bila dengan kesehatan prostat yang bagus."
   
Masih banyak rahasia-rahasia lainnya yang usianya setua rahasia kecil di atas. Mengapa kita dilarang minum sambil berdiri? Mengapa dilarang meniup makanan panas? Mengapa tidur harus miring ke kanan? Mengapa kita disuruh memuji Allah setelah bersin? Mengapa disuruh salat tengah malam?
  
 Jadi, bagaimana keputusan Anda?

Di Luar Nalar



Saya mengklaim diri sebagai penikmat film. Segala jenis film saya suka (kecuali, maaf,  film horor Indonesia), apalagi film-film yang didasari kisah nyata,  seperti film-film bersetting Perang Dunia I dan II, invasi Amerika ke Irak,  perang di Afghanistan, dan sebagainya.
   
Dalam banyak film perang yang saya saksikan, kekejaman para tentara di medan perang sungguh mengerikan. Menembak tepat di tengah dahi atau mata, kepala pecah dihantam rudal, rumah meledak, dan lainnya. Walaupun ngeri, tetap saja saya masih memakai logika, bahwa itu semata hanyalah film. Kecanggihan teknologi telah membuat orang-orang kreatif di dunia perfilman menjadi demikian leluasa berkreasi. Dan para korban perang di film yang sebelumnya telah hancur kepalanya atau telah cacat permanen, sesungguhnya baik-baik saja di dunia nyata. Mereka masih bisa melakoni peran lainnya di film lainnya.
  
 Sekarang, mari kita balik. Di dunia nyata, ketika manusia sudah bisa membuat pesawat tanpa awak (drone) yang mampu menembak tepat sasaran di darat, ketika roket jarak jauh bisa menembak lintas benua, ternyata masih ada tentara-tentara di medan perang yang melakukan tindakan-tindakan di luar nalar terhadap musuhnya, bahkan masyarakat sipil sekalipun.
   
Seperti di Palestina, tentara Israel dikabarkan membunuh anak-anak Palestina demi memutus mata rantai pasokan pejuang pembebasan Palestina yang seolah tak pernah jera. Di Afghanistan, juga demikian. Tak hanya tentara asing, bahkan Taliban yang notabene menyatakan diri hendak mendirikan negara Islam, pun melakukan hal yang ekstrim. Lelaki perempuan yang menolak mengikuti aturan mereka, akan ditembak di tempat. Tanpa pengadilan, tanpa  kesempatan membela diri. Mayatnya dibiarkan tergeletak di tengah jalan, tempat mereka ditembak dari belakang.
   
Harian Vokal edisi hari ini, Sabtu (9//12) juga memuat berita yang sama. Anak-anak di Suriah juga menjadi korban kekejaman perang. Mereka dibantai bersama sang ibu. Tuduhan pelaku pembantaian ditujukan pada milisi Shabiha. Sebuah situs menyebutkan, milisi ini mengawali gerakannya dengan pemerasan dan penyelundupan.
   
Dalam situs hizbut tahrir, ditulis "...para preman pro-Assad itu melalui desa-desa, rumah-rumah, dan menggorok leher siapa pun yang mereka temukan - termasuk 49 anak-anak. Tepat seminggu kemudian, Shabiha menarik 12 orang pekerja pabrik kelar dari bus di kota Qusayr, 40 mil ke selatan, mengikat tangan mereka di belakang punggung mereka, dan menembak kepala mereka."
   
Alangkah mengerikannya perang. Namun lebih mengerikan lagi melihat orang-orang dewasa membantai anak-anak, bahkan bayi merah berusia dua bulan yang belum tahu apa-apa, atas nama loyalitas buta kepada pemimpinnya. Bisa jadi juga mereka masih merupakan saudara seiman. Saya tak mengerti. Ini sungguh di luar nalar saya.***

Bibit-bibit PD III yang Kita Tanam Hari Ini



Beberapa pekan terakhir, kita disuguhi berita-berita tentang perang di berbagai negara di dunia. Saya ragu menyebutkan mana yang terhangat, apakah konflik di Suriah antara tentara bayaran Presiden Bashar Assad yang membunuh bahkan membakar warga sipil  (termasuk wanita dan anak-anak) di negara itu, atau konflik perbatasan antara Suriah dengan Turki? Konflik antara Pakistan dan tetangganya Afganistan, atau antara Milisi Taliban dengan pemerintah Afganistan? Atau konflik antara etnik Rohingya yang mayoritas muslim dengan etnik Rakhine yang Buddha di Myanmar?
   
Seperti banyak diberitakan, para tentara bayaran Presiden Bashar Assad membunuh penduduk satu desa yang dianggap berseberangan dengan kebijakan presiden. Bila yang diserang adalah mereka yang bersenjata, mungkin tak terlalu luar biasa, namun ketika kaum perempuan yang tak berdaya, tak mengerti politik dan bayi-bayi merah berusia tiga bulan yang bahkan belum tahu nama mereka sendiri, juga ikut dibantai, apakah itu masih dapat diterima akal sehat?
  
 Dunia mengutuk kejadian ini.
   
Dan di Afganistan, milisiTaliban terus berusaha menunjukkan kukunya. Sepekan lalu mereka menyandera pengunjung salah satu hotel dengan alasan hotel itu menjadi tempat perzinahan dan tindakan amoral lainnya. Taliban memproklamirkan,  mereka tak akan tinggal diam melihat kemaksiatan dilakukan di depan mata mereka.
  
 Beberapa hari lalu, Taliban memenggal kepala 7 tentara Pakistan saat terjadi kontak senjata di daerah perbatasan Pakistan-Afganistan. Yang lebih sadis, sebuah situs memberitakan bahwa Taliban punya 'hobi' merekam setiap eksekusi yang mereka lakukan terhadap tawanan mereka.
   
Selain itu, Korea Utara dan Korea Selatan hingga saat ini tak kunjung berdamai sejak pecahnya Perang Korea pada 1950 lalu. Kedua bangsa itu saling curiga dan seolah mencari-cari pembenaran untuk melakukan serangan antara satu sama lain. Hingga saat ini, setiap pemuda dewasa di Korea Selatan harus menjalani wajib militer, sebagai tindakan berjaga-jaga atas perang yang setiap saat dapat terjadi dengan Korea Utara.
   
Di sisi lain, Iran yang terus melengkapi fasilitas nuklirnya, juga merupakan 'ancaman' serius di mata negara-negara Barat. Negara Syiah ini tak ambil pusing dengan larangan dan sanksi dari pihak Barat untuk memproduksi senjata nuklir. Bahkan Iran juga memproklamirkan akan segera memproduksi kendaraan perang.
   
Di Asia Tenggara sendiri, hubungan Indonesia dan Malaysia juga sedang tak harmonis. Klaim Malaysia atas warisan budaya asli Indonesia (yang terbaru Tari Tortor dan Gondang Sambilan) telah membuat hubungan kedua negara meruncing. Bahkan baru-baru ini Malaysia menyatakan protes keras atas komentar-komentar provokatif warga Indonesia dan aksi protes di Kedubes Malaysia di Jakarta yang diwarnai aksi pembakaran bendera Malaysia.
   
Bila keadaan ini terus memanas, bukan tidak mungkin perang dunia ketiga yang diramalkan John Titor, seorang time traveller, terjadi pada 2015 nanti. John Titor pada tahun 2000 lalu muncul di Amerika dengan mesin waktu dan mengaku merupakan prajurit Amerika yang berasal dari tahun 2036. Untuk membuktikan klaimnya, John Titor menyebutkan beberapa peristiwa yang akan terjadi beberapa tahun setelah tahun 2000. Salah satunya, tentang PD III. John Titor mengatakan, akibat perang itu, kota-kota besar di Amerika akan hancur, begitu pun di Eropa, Cina dan Timur Tengah. Beberapa 'ramalan' John Titor sudah terbukti, salah satunya runtuhnya Merara Kembar WTC dan serbuan Amerika ke Irak.
   
Bibit-bibit konflik telah kita semai dimana-mana. Kita  tinggal menunggu hasilnya, tak lama lagi, bila kita tak segera mengambil tindakan. Wallahualam...

Di Kawasan Hutan Adat Desa Buluh Cina, Chevron dan Suaka Elang Lepasliarkan Elang Brontok

KAMPAR (VOKAL)-Bertempat di hutan lindung Desa Buluh Cina, seekor burung Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) bernama Duduy, yang merupakan top predator dalam piramida makanan penjaga ekosistem, dilepasliarkan oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLK2HL) Ditjen PHKA Kemenhut, Bambang Supriyanto, Sabtu (14/7/12).

Begitu kandangnya dibuka, si Duduy terlihat ragu-ragu untuk keluar. ia bergerak turun ke ranting yang lebih rendah, lalu naik lagi ke ranting yang lebih tinggi. Di kejauhan orang-orang menunggu dengan harap-harap cemas. Para fotografer yang menyambil posisi di sekeliling kandang, bersiap-siap dengan kameranya. Momen ini tidak boleh lewat begitu saja. Sekali si Duduy lepas, tak akan dia dikandangkan lagi demi fotografer yang lupa membuka lensa.

Lalu tiba-tiba ia keluar dan mengepakkan sayapnya, terbang ke ranting pohon di arah kiri kandangnya. Si Duduy sudah kembali ke alam. Orang-orang bertepuk tangan lega.
 
 "Sebelumnya pernah dibikin acara kayak gini, begitu semua orang kumpul, eh elangnya sudah pada hilang semua, kandangnya kosong," celetuk seseorang.
   
Pelepasliaran itu dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga ekosistem di kawasan itu. Diharapkan juga elang brontok itu akan mendapatkan kesempatan untuk hidup di lingkungan yang lebih baik dan meningkatkan kesempatan untuk melanjutkan atau memenuhi fungsi biologi dan ekosistem jenis tersebut  di alam khususnya di lokasi pelepasliaran.
   
Acara itu dihadiri juga Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat Agus Priambudi, Ketua LSM Suaka Elang Gunawan, perwakilan dari PT CPI, dan dua puluhan anggota Komunitas Fotografi Pekanbaru (KFP). KFP pada hari itu juga mengikuti lomba fotografi dengan objek si Elang Brontok itu.
   
Dikatakan Gunawan, dipilihnya Hutan Adat Desa Buluh Cina karena hasil survei mereka, di kawasan itu belum ada elang. Selain itu, banyak makanan si Duduy yang tersedia di sana, termasuk ular dan binatang lainnya. Namun yang jauh lebih penting, masyarakat Desa Adat Buluh Cina adalah masyarakat yang sangat peduli dengan lingkungannya. Mereka melestarikan hutan adat mereka yang memiliki tujuh danau di dalamnya.
   
Walaupun yang dilepaskan itu hanya seekor, namun perannya akan sangat besar menjaga ekosistem. Gunawan menyebutkan, ketidakseimbangan ekosistem telah menyebabkan berbagai kerugian terhadap manusia.
  
 "Salah satu contoh, saat beberapa waktu lalu di Riau terjadi kebakaran hutan, burung-burung yang biasanya singgah di Batam dalam perjalanan migrasi dari Siberia selama musim dingin, tahun itu tidak datang. Akibatnya, dua tahun kemudian Lampung mengalami hama belalang yang cukup hebat hingga di jalanan pun orang berjalan sambil menginjak-injak belalang saking banyaknya. Begitulah kalau ekosistem kita terganggu," katanya.
   
Walaupun jenis kelamin si Duduy tidak dikehui, namun diharapkan kelak ia akan menemukan sendiri pasangannya di kawasan yang cukup luas itu. Harapan itu agaknya tidak terlalu muluk, karena sehari sebelum pelepasliaran, tim dari Suaka Elang telah melakukan survei ke beberapa pasar hewan di Pekanbaru, termasuk di depan Kantor Harian Vokal di Jalan Durian.
  
 "Di Pasar Palapa itu kami malah menemukan tiga ekor elang brontok yang diperjualbelikan," katanya.
  
 Menurutnya, LSM Suaka Elang tidak punya kewenangan untuk menindak para penjual elang-elang yang sejatinya dilindungi undang-undang itu. "Itu bukan kewenangan kami. Kalaupun kami mengambil tindakan penyelamatan dengan membeli elang-elang itu, bukan jaminan nanti si penjualnya tidak akan menjualnya lagi kan?"
   
Ia menyarankan kepada masyarakat untuk melindungi elang-elang itu dengan cara menjaga lingkungan hidup elang dan tidak ikut dalam aksi jual belinya, karena dalam perdagangan berlaku hukum, selagi ada pembeli, stok akan selalu diusahakan ada.
   
Kepala BKSDA Riau diwakili Syahirin, mengatakan akan mengecek kebenaran penjualan elang-elang itu. "Bila terbukti benar, kami tentu akan melakukan tindakan. Penjualan elang-elang yang dilindungi itu melanggar pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam."
   
Si Duduy yang dilepasliarkan hari itu, selain tak diketahui jenis kelaminnya, juga tak diketahui usianya. "Kami kesulitan mengetahui usianya, karena saat dititipkan ke Suaka Elang dua tahun lalu, pemiliknya juga tidak  tahu. Si Duduy sendiri sudah dua tahun juga dipelihara orang itu dan kami tidak tahu berapa lama ia ada di tangan si penjual," katanya.
    
Namun yang pasti, si Duduy berasal dari Sumatera. Diharapkan dalam waktu yang singkat, ia akan menemukan pasangannya dan berkembang biak. Setelah si Duduy lepas dari kandangnya, para mahasiswa yang tergabung dalam Mapala UIR dan pemuda setempat akan memantau perkembangan si Duduy dan melaporkannya sekali dua pekan.
   
"Kami ingin mencatat peta daya jelajah si Duduy itu. Idealnya, pemantauan dilakukan hingga elangnya berkembang biak," katanya.
  
 Bersempena dengan itu pula, Agus Priambudi menyerahkan binocular kepada pemuda setempat untuk memantau si Duduy. Welcome home, Duduy.. (tapi kok masih Duduy sih? Ini kan sudah di Riau, apa perlu kita ganti namanya dengan Yong Dollah?) hehehe..

nb: foto disumbangkan oleh Andika Orin
    

Mama, Mama Ingin Anaknya Nanti Jadi Apa?

Dialogku dengan Tata kemarin malam (Sabtu, 14 Juli 2012) cukup berkesan.  Saat kami beristirahat di tempat tidur sepulang hang out ke Mal SKA, dia bertanya, aku ingin anakku kelak menjadi apa?
 
Aku teringat profil-profil siswa dan mahasiswa Indonesia berprestasi yang dimuat di media baik cetak maupun elektronik. Sebagai penanggung jawab Halaman Edukasi di Harian Vokal tempatku bekerja saat ini, aku selalu memberikan porsi yang cukup untuk anak-anak berprestasi. Ada profil anak tukang cuci yang mendapatkan beasiswa berkat Nilai UN-nya termasuk kelompok lima tertinggi se-Indonesia. Ada juga juara olympiade kimia yang mendapatkan undangan kuliah di Oxford, Inggris. Samuel Leonardo Putra nama anak lelaki itu, berkata, "Semoga Pemerintah Tepati Janji, Saya Bisa Kuliah di Oxford".

 Biaya kuliah di universitas itu Rp250 juta/tahun ditambah biaya hidup Rp150 juta/tahun. Kalau ditotal, uang Rp400 juta itu cukup untuk membeli satu unit rumah di Pekanbaru. Bahkan di daerah pinggiran, mungkin kita bisa mendapatkan rumah sederhana hingga 6 unit.
   
Dengan gajiku dan papanya, ditambah pertimbangan usia kami berdua yang sudah tidak muda lagi, plus bahwa Tata masih punya kakak, tentu sungguh tak masuk akal bila kami sanggup membiayainya kuliah ke luar negeri dengan biaya sendiri. Apalagi dengan biaya semahal itu.
 
Ada pula generasi muda Indonesia yang berangkat ke Amerika untuk bertarung dalam  kontes robot. Ada yang menciptakan alat penetralisir CO2 menjadi O2, ada yang membuat mobil irit, dan lain sebagainya. Saya kagum pada generasi  muda Indonesia itu.
 
Masih banyak lagi karya generasi muda Indonesia. Kisah-kisah inspiratif kalangan kampus ini dapat dilihat di situs okezone.com pada rubrik 'kampus; atau kompas.com pada rubrik 'edukasi'. Saya suka membaca kisah-kisah di rubrik itu dan bangga mengetahui bahwa banyak siswa dan mahasiswa Indonesia yang kreatif di luar sana.

 Jadi saat Tata bertanya, aku menjawab, "Mama ingin anak Mama menjadi anak yang pintar, kreatif, sekolah dengan baik, cinta pada Allah, takut dan sayang pada Allah. Berprestasi, tidak suka berbuat jahat pada orang lain. Mau jadi apapun, dokter, polwan (cita-citanya hingga usia 7 tahun ini), bahkan mungkin hanya jualan sayur di pasar, tak masalah, asalkan anak Mama tidak sombong dan selalu ingat pada Allah."

 "Jadi Mama tak apa-apa kalau Tata jadi tukang sapu aja?"

 "Biar aja. Tukang sapu yang sopan, suka menolong, tidak pernah lalai dengan ibadahnya pada Allah, jauh lebih mulia dibandingkan orang kaya atau pintar tapi sombong minta ampun. Biar uang kita sedikit, kalau kita selalu bersyukur, Allah pasti akan mencukupkan uang kita yang sedikit itu untuk hidup kita."

 Dia diam, lama matanya tak berkedip menatapku. Lalu tiba-tiba ia memelukku dan membenamkan kepalanya di dadaku. "Tata sayang Mama..." katanya.

 Suasana malam itu di rumahku memang sangat romantis. Tapi tunggu besok pagi, ketika harus membangunkannya. Uji nyali dimulai...