Musim hujan. Dalam waktu singkat, halaman rumah kami
kebanjiran. Untung tidak sampai masuk
rumah. Tapi ngeri-ngeri sedap juga, karena lintah mengintai. Ini salah satu
pengalaman menarik saat banjir datang.
Malam itu, hujan deras turun. Sore sebelumnya, angin
kencang bertiup cukup mengkhawatirkan. Salah
satu genteng rumah kami bahkan jatuh terguling-guling ke halaman hingga menimbulkan bunyi
yang cukup keras.
“Awas Tante, gentengnya jatuh. Nanti kena motor!” kata
tetanggaku, si mahasiswa.
Aku buru-buru memindahkan sepeda motorku ke tempat yang
lebih aman. Rara Tata bermain di halaman, menikmati angin.
“Hati-hati ya, angin sekencang ini bisa menjatuhkan
genteng. Kena kepala kalian, bocor!” kataku. Saat itu rumah kami memang sedang
direnovasi. Sebagian atap dibuka dan ditutupi dengan terpal. Terpal itu
ditindih dengan sepotong genteng agar tidak diterbangkan angin. Genteng sepotong
itulah yang jatuh ke halaman. Untung tidak pas di atas kandang si Nyunyit.
Melihat cuaca yang cukup mengkhawatirkan, si Nyunyit
segera aku pindahkan ke teras, lalu menutupi sekeliling kandangnya dengan
bekas baliho salah seorang cagubri agar tidak terkena hujan. Anak-anak kemudian
aku suruh masuk ke dalam rumah.
Malam itu, hujan deras demikian ribut di luar rumah. Kami
semua berkumpul di kamar, melakukan aktivitas masing-masing. Sekitar pukul
delapan malam, tiba-tiba si Tata teringat sepatunya. Dia yang biasa
sembarangan, baru teringat sepatu itu akan dipakai kembali besok pagi.
“Sepatu Ata!” serunya.
Ia membuka pintu dapur dan menjulurkan kepala keluar
untuk melihat, dimana kira-kira sepatu malang itu ia tinggalkan. Untungnya belum
kena hujan. Tapi banjir telah memenuhi halaman yang rendah. Aku menyempatkan
melihat si Nyunyit dan ternyata ia juga sudah kebasahan. Ya ampun! Kasiaaan….
Saat itulah Rara mendengar bunyi samar-samar dari sudut
mesin cuci. Mesin cuci itu memang sengaja diletakkan di luar rumah, agar urusan
basah-basah itu tak memerlukan jarak yang jauh untuk mencuci dan menjemur.
“Mama, ada suara-suara aneh di dekat mesin cuci. Tapi karena
gelap sekali, gak keliatan apa binatangnya,” kata Rara.
Aku mendekati mesin cuci dan melihat sebentuk benda hitam
bergerak-gerak di sudut bawah. Basah kuyup. Mengigil kedinginan. Mengeong lemah.
“Astaga, ini anak kucing!” seruku.
Rara dan Tata segera merubung. Keduanya memang termasuk
penyayang binatang. Maunya semua hewan yang terlihat bernasib malang, hendak
ditolong mereka. Tata langsung menangis.
“Kasiaaaan…. Huhuhu…. Mama, kasiaaan…”
Kamipun segera menolongnya. Rara mengambil kain kering
untuk mengelap bulunya. Ia juga
menyumbangkan celana training SD-nya yang sudah tidak terpakai dan kotak
sepatu. Kami selimuti anak kucing itu, lalu kami masukkan ke dalam kotak
sepatu. Anak kucing itu kami bawa masuk dan diletakkan di ruang tamu.
Kasian si Nyunyit yang juga kebasahan, dia juga kami masukkan ke dalam rumah. Kandangnya dibiarkan
saja di luar. Jadi dia bisa bebas berkeliaran di ruang tamu. Iya, kotorannya besok
pagi pasti akan berserakan di lantai. Biar sajalah. Rumah kami memang sedang
berantakan, karena sedang dalam masa renovasi. Lagian nanti paling yang akan
membersihkannya si Papa, hahaha….
Rara menemani anak kucing itu sampai beberapa saat
lamanya. Saat ia berangkat tidur malam itu, si anak kucing sudah kering. Bulu-bulunya
sudah mengembang kembali. Alhamdulillah, senang melihatnya.
Si Nyunyit begitu dilepas dari kandangnya, langsung pergi
ke bawah kursi dan duduk di sana dengan tenang. Ia suka makan wortel dan
kangkung, jadi kami siapkan makanan itu di sana sekalian.
Sedangkan untuk si anak
kucing, kami siapkan sedikit nasi. Sayangnya ia tidak mau makan. Mungkin
karena masih sangat kecil, jadi dia belum bisa makan nasi.
Sekarang, di rumah kami ada dua ekor binatang, yaitu kucing dan kelinci. Sehari sebelumnya,
anak-anak menemukan kura-kura air payau sedang berjalan di dekat got. Aku rasa
kura-kura itu terbawa arus akibat hujan sehari sebelumnya.
Dikira itu punya si Tata yang dulu hilang, mereka
mengembalikannya. Jadi, di samping kelinci dan kucing, ada kura-kura yang juga sudah
diselamatkan.
Rumah kami menjadi rumah untuk Pertolongan Pertama pada
Kehujanan bagi Kucing, Kura-kura dan Kelinci. Saya sebenarnya tidak terlalu
suka kucing. Tapi Rara dan Tata suka. Kucing tetangga yang nyasar ke rumahpun,
dengan cepat disayang-sayang si Rara. Dia tak segan membagi shamponya untuk
memandikan si kucing agar saya bolehkan dibawa
masuk ke kamar. Anak kucing yang
kehujanan itupun akan dimandikannya malam itu.
“Eit, jangan. Kasian dia sudah kedinginan. Biarkan aja
dulu dia menghangatkan badannya di dalam kotak itu. Melihat kondisinya, belum
tau dia akan bertahan hidup hingga besok pagi,” kataku.
Aku sudah bersiap-siap membolehkan kalau si Rara minta izin
untuk memelihara anak kucing itu. Tapi keesokan paginya, saat aku bangun, anak
kucing itu sudah tidak ada. Usut punya usut, rupanya si Papa yang punya
kerjaan.
“Tadi waktu Abang
mau pergi Shalat Subuh ke masjid,
terdengar induknya mengeong-ngeong di depan pintu. Abang berikan anak kucing
itu. Langsung dibawa pergi,” katanya.
Ternyata kemudian si Tata mengetahui bahwa si induk kucing
melahirkan beberapa ekor anak di loteng rumah tetangga kami. Entah bagaimana
caranya yang seekor itu bisa sampai ke sini di tengah hujan lebat dan angin
kencang kemarin. Wallahualam…
“Berapa ekor anaknya Ta?” tanyaku.
“Gak tau, mungkin tiga, atau lima, entahlah, pokoknya
banyak,” katanya.
Sejak ada anak kucing yang lahir di loteng itu, pintu
dapurku tak bisa dibiarkan terbuka. Selalu saja ada yang mengusik tempat sampah. Sekali
waktu, kotoran ikan yang baru kami masukkan ke dalam tempat sampah, berserakan
di lantai dapur. Bahkan sampai ke halaman. Awalnya aku mau marah, karena lantai
jadi kotor lagi. Padahal baru saja dibersihkan. Tapi mengingat induk kucing itu
punya banyak anak yang harus diberi makan, naluri ‘kekucingan’ku jadi terusik.
“Ya sudahlah, kamu makanlah isi perut ikan itu. Wah,
pandai pulak kamu memilih mana yang segar dan mana yang berformalin ya?”
kataku. Iya lo, induk kucing itu memakan
hanya isi perut ikan sungai yang kami beli di pasar dalam keadaan segar.
Sementara ikan laut yang sudah diberi es (dan mungkin formalin atau bahan
pengawet lainnya), tidak disentuhnya.
Setelah perutnya kenyang, induk kucing itupun pergi. Semoga
anak-anakmu kenyang ya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar