KAMPAR (VOKAL)-Bertempat di hutan lindung Desa Buluh Cina, seekor burung Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) bernama Duduy, yang merupakan top predator dalam piramida makanan penjaga ekosistem, dilepasliarkan oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLK2HL) Ditjen PHKA Kemenhut, Bambang Supriyanto, Sabtu (14/7/12).
Begitu kandangnya dibuka, si Duduy terlihat ragu-ragu untuk keluar. ia bergerak turun ke ranting yang lebih rendah, lalu naik lagi ke ranting yang lebih tinggi. Di kejauhan orang-orang menunggu dengan harap-harap cemas. Para fotografer yang menyambil posisi di sekeliling kandang, bersiap-siap dengan kameranya. Momen ini tidak boleh lewat begitu saja. Sekali si Duduy lepas, tak akan dia dikandangkan lagi demi fotografer yang lupa membuka lensa.
Lalu tiba-tiba ia keluar dan mengepakkan sayapnya, terbang ke ranting pohon di arah kiri kandangnya. Si Duduy sudah kembali ke alam. Orang-orang bertepuk tangan lega.
"Sebelumnya pernah dibikin acara kayak gini, begitu semua orang kumpul, eh elangnya sudah pada hilang semua, kandangnya kosong," celetuk seseorang.
Pelepasliaran itu dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga ekosistem di kawasan itu. Diharapkan juga elang brontok itu akan mendapatkan kesempatan untuk hidup di lingkungan yang lebih baik dan meningkatkan kesempatan untuk melanjutkan atau memenuhi fungsi biologi dan ekosistem jenis tersebut di alam khususnya di lokasi pelepasliaran.
Acara itu dihadiri juga Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat Agus Priambudi, Ketua LSM Suaka Elang Gunawan, perwakilan dari PT CPI, dan dua puluhan anggota Komunitas Fotografi Pekanbaru (KFP). KFP pada hari itu juga mengikuti lomba fotografi dengan objek si Elang Brontok itu.
Dikatakan Gunawan, dipilihnya Hutan Adat Desa Buluh Cina karena hasil survei mereka, di kawasan itu belum ada elang. Selain itu, banyak makanan si Duduy yang tersedia di sana, termasuk ular dan binatang lainnya. Namun yang jauh lebih penting, masyarakat Desa Adat Buluh Cina adalah masyarakat yang sangat peduli dengan lingkungannya. Mereka melestarikan hutan adat mereka yang memiliki tujuh danau di dalamnya.
Walaupun yang dilepaskan itu hanya seekor, namun perannya akan sangat besar menjaga ekosistem. Gunawan menyebutkan, ketidakseimbangan ekosistem telah menyebabkan berbagai kerugian terhadap manusia.
"Salah satu contoh, saat beberapa waktu lalu di Riau terjadi kebakaran hutan, burung-burung yang biasanya singgah di Batam dalam perjalanan migrasi dari Siberia selama musim dingin, tahun itu tidak datang. Akibatnya, dua tahun kemudian Lampung mengalami hama belalang yang cukup hebat hingga di jalanan pun orang berjalan sambil menginjak-injak belalang saking banyaknya. Begitulah kalau ekosistem kita terganggu," katanya.
Walaupun jenis kelamin si Duduy tidak dikehui, namun diharapkan kelak ia akan menemukan sendiri pasangannya di kawasan yang cukup luas itu. Harapan itu agaknya tidak terlalu muluk, karena sehari sebelum pelepasliaran, tim dari Suaka Elang telah melakukan survei ke beberapa pasar hewan di Pekanbaru, termasuk di depan Kantor Harian Vokal di Jalan Durian.
"Di Pasar Palapa itu kami malah menemukan tiga ekor elang brontok yang diperjualbelikan," katanya.
Menurutnya, LSM Suaka Elang tidak punya kewenangan untuk menindak para penjual elang-elang yang sejatinya dilindungi undang-undang itu. "Itu bukan kewenangan kami. Kalaupun kami mengambil tindakan penyelamatan dengan membeli elang-elang itu, bukan jaminan nanti si penjualnya tidak akan menjualnya lagi kan?"
Ia menyarankan kepada masyarakat untuk melindungi elang-elang itu dengan cara menjaga lingkungan hidup elang dan tidak ikut dalam aksi jual belinya, karena dalam perdagangan berlaku hukum, selagi ada pembeli, stok akan selalu diusahakan ada.
Kepala BKSDA Riau diwakili Syahirin, mengatakan akan mengecek kebenaran penjualan elang-elang itu. "Bila terbukti benar, kami tentu akan melakukan tindakan. Penjualan elang-elang yang dilindungi itu melanggar pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam."
Si Duduy yang dilepasliarkan hari itu, selain tak diketahui jenis kelaminnya, juga tak diketahui usianya. "Kami kesulitan mengetahui usianya, karena saat dititipkan ke Suaka Elang dua tahun lalu, pemiliknya juga tidak tahu. Si Duduy sendiri sudah dua tahun juga dipelihara orang itu dan kami tidak tahu berapa lama ia ada di tangan si penjual," katanya.
Namun yang pasti, si Duduy berasal dari Sumatera. Diharapkan dalam waktu yang singkat, ia akan menemukan pasangannya dan berkembang biak. Setelah si Duduy lepas dari kandangnya, para mahasiswa yang tergabung dalam Mapala UIR dan pemuda setempat akan memantau perkembangan si Duduy dan melaporkannya sekali dua pekan.
"Kami ingin mencatat peta daya jelajah si Duduy itu. Idealnya, pemantauan dilakukan hingga elangnya berkembang biak," katanya.
Bersempena dengan itu pula, Agus Priambudi menyerahkan binocular kepada pemuda setempat untuk memantau si Duduy. Welcome home, Duduy.. (tapi kok masih Duduy sih? Ini kan sudah di Riau, apa perlu kita ganti namanya dengan Yong Dollah?) hehehe..
nb: foto disumbangkan oleh Andika Orin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar