Suatu malam, menunggu teman-teman di ruang layout mengerjakan halaman yang menjadi tanggung jawab saya, iseng-iseng saya membuka google. Entah mengapa malam itu saya ingin melihat pemandangan yang ‘beda’. Maka sayapun mengetik nama-nama bintang Hollywood. Tahu sendiri kan, apa yang muncul kemudian? Gambar-gambar syur setengah telanjang.
Saya kira manusiawi saja bila kita menyukai keindahan. Dan tubuh-tubuh wanita itu (namanya juga bintang Hollywood) tentu saja seksi-seksi. Saya mengetik nama Sarah Jessica Parker, bintang Sex and The City. Sebentar kemudian muncul gambar-gambar aduhai si kurus yang cantik itu. Tapi belum tuntas melihat semua gambar, tiba-tiba muncul bayangan ibu mertua saya yang renta, berkata dengan gelisah, “Begitu banyak yang harus ambo pertanggungjawabkan pada Tuhan ambo nanti. Mata ambo gunakan untuk melihat apa, telinga ambo gunakan untuk mendengar apa…”
Saya bertanya pada diri sendiri, untuk apakah mata ini saya pergunakan malam ini? Melihat tubuh wanita setengah telanjang sambil meneguk ludah? Ah, hanya sebentar kok, bisik bagian hati saya yang lain.
Maka sayapun mengetik nama Halle Berry, si Cat Woman. Muncul lagi gambar-gambar wanita eksotis itu dengan pose-pose yang aduhai. Salah satunya yang masih saya ingat, diambil dari salah satu seri film James Bond. Saat menikmati gambar-gambar itu, hati saya kembali berkata-kata, “Sudah diperingatkan kok masih gak mau dengar?”
Bayangan ibu mertua sayapun muncul kembali. Dengan kerut merut di wajahnya, dengan gerak tangannya yang mengatup di dada, dan nada suaranya yang tulus, tak sedikitpun tertangkap nada sindiran.
“Masih untung kamu punya hati nurani yang mau mengingatkanmu bila salah jalan,” kata hati saya lagi.
Cukup, saya mengalah. Mengalah pada nafsu syahwat yang terus menggoda. Sudah terlalu sering saya memperturutkan keinginan nafsu duniawi dan mengabaikan sinyal-sinyal peringatan dari Allah lewat suara hati . Maka, sebelum rasa penasaran itu kian menggila, saya tutup google dan mulai mengerjakan yang lain.
Setiap manusia memiliki hati nurani, yang selalu berkata-kata bila kita melakukan hal yang salah. Itulah yang membedakan kita dengan binatang. Bagi saya pribadi, kadang suara itu memperlihatkan ‘wujud’ seperti ibu saya, suami, ibu mertua, atau bahkan pengemis di pinggir jalan. Kadang suara itu berupa sindiran keras, kadang hanya berupa sebuah pertanyaan sederhana. Kadang ia kalah, kadang ia menang. Kadang saya abaikan, kadang saya dengarkan.
Dan setiap kali saya mendengarkan suara itu, saya bersyukur pada Allah karena diberi kekuatan untuk mengikutinya dan berdoa, semoga pada ujian berikutnya, saya kembali melakukan hal yang sama. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar