Tadi siang, saat aku tengah menekuni monitor komputer di ruang kerjaku, tiba-tiba si kecil Tata berkata, "Mama, lihat aku!"
Ia berdiri di samping kiriku, menatapku dengan mata berbinar dan senyum yang manis sekali.
Aku menghentikan pekerjaanku dan menatapnya. Si Keriting itu, berusia tiga setengah tahun, banyak akal, sedikit nakal, penuh rasa ingin tahu.
Senyumnya penuh misteri.
Kami saling bertatapan.
"Ada apa?" tanyaku penasaran.
Ia tak menjawab. Hanya tersenyum. Matanya lekat menatapku. Senyumnya lebar, memperlihatkan gigi susu yang telah lengkap tumbuhnya, putih bersih, rapi dan terawat. Siapa dulu emaknya...
Aku makin penasaran.
Naluri keibuanku mengirim sinyal, ada yang tidak beres. Mungkinkan ini suatu pertanda akan terjadi sesuatu dengan si Keriting Kecil ini? Aku sering mendengar ataupun membaca kisah, orang-orang yang akan meninggal terkadang meninggalkan sinyal-sinyal, namun tidak terperhatikan oleh orang lain.
Saya pernah punya teman, yang sehari sebelum meninggal karena kecelakaan lalu lintas, bercanda kelewat batas hingga temannya marah. Ada istri yang bertengkar hebat dengan suaminya sebelum esok hari meninggal. Ada pula yang meninggalkan kenangan manis, menyalami semua orang, meminta maaf, dan meninggalkan wasiat.
Apakah si Keriting ini akan 'pergi' juga? Oh no, ia masih begitu muda!
Sehari ini ia memang membuatku geram karena bersikeras mandi dengan air hujan yang sengaja ditampungnya dengan baskom besar di halaman depan. Padahal gerimis masih turun.
Tadi pagipun, ia melanjutkan tidur di lantai kamar yang dingin karena diterpa pendingin ruangan semalaman. Ia tak mau beranjak saat kularang.
"Ada apa? Tata kenapa?" tanyaku lagi. Senyumku mulai terasa lain.
"Nggak ada," katanya. Namun ia tetap lekat menatapku, dengan bola matanya yang bulat, hitam dan menyiratkan misteri. Dan senyumnya, terus saja seperti itu.
Ia mengulurkan tangannya, mengusap-usap tubuhku, hal yang biasa ia lakukan sebelum terlelap. Aku makin tak mengerti. Ada apa dengan anak ini?
Mungkinkah akan terjadi sesuatu dengannya? Oh Tuhan, aku takut...
"Tata, ada apa?" tanyaku lagi.
Ia terus tersenyum.
"Masa senyum-senyum terus?"
Ia tersenyum kian lebar. Tata mundur sebelum mengeluarkan pernyataan yang mengagetkanku.
"Tata makan taik hidung!"
"APA?!"
Ia meledak tertawa dan lari menjauhiku.
"Tata... Berapa kali mama bilang, JANGAN MAKAN TAIK HIDUNG. KOTOR!!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar