Selama di Madinah, rombongan kami diajak tur ke tempat-tempat bersejarah seperti Masjid Kuba’ yaitu masjid yang pertama kali dibangun Nabi Muhammad SAW saat pertama kali hijrah ke Madinah, masjid Kiblatain, kebun kurma, makam syuhada perang Uhud, dan juga pabrik Alquran terbesar di dunia milik Keluarga Kerajaan Arab Saudi.
Di semua tempat itu, tentu saja ramai orang berjualan aneka barang, mulai dari mainan anak-anak, sajadah, kurma, kemenyan, rempah, dan lain-lain. Dan para ibu-ibu yang memang doyan belanja, tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Belanja teruuusss.... Tidak heran bila saat kembali ke tanah air, kopor satu jadi beranak pinak, bahkan bercucu karena kebanyakan oleh-oleh.
Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah, hampir semua barang yang kami beli, ternyata made in China. Ya, demikian mengglobalnya perdagangan orang-orang China ini hingga kawasan yang tak pernah sepi pelancong spiritual sepanjang tahun semacam Makkah dan Madinah inipun dibanjiri produk-produk dari Negeri Tirai Bambu itu. Mau contoh, mainan onta-ontaan yang bisa nyanyi sendiri adalah oleh-oleh favorit para jamaah haji maupun umrah untuk para anak cucu di tanah air. Coba cek label di bagian perutnya, akan terlihat di sana itu buatan China.
Ada lagi, pola untuk henna atau mehdi (hiasan tangan dari inai yang biasa didapati pada tangan para pengantin wanita India, red) juga merupakan buatan China. Inai ini juga banyak dicari para jamaah untuk oleh-oleh. Orang biasa menggunakannya sebagai cat kuku. Sebagian orang juga merasa cocok menggunakan inai ini untuk mengobati luka, terutama para penderita diabetes. Saya bilang, India punya tradisi, tapi China yang memanfaatkannya untuk meraup devisa.
Makkah Al Mukarramah
Perjalanan menuju Makkah Al Mukarramah kami awali dengan memasang niat umrah di Masjid Bir Ali yang letaknya sedikit di luar kota Madinah. Masjid itu, sama seperti masjid-masjid lainnya, penuh oleh jamaah. Kami memasang niat umrah di sana. Kaum pria sudah mengenakan pakaian ihram sejak di hotel.
Madinah-Makkah memakan waktu enam jam perjalanan darat. Sepanjang jalan itu, terutama sejak memasang niat di Bir Ali, kami disarankan untuk banyak-banyak berzikir. Tak banyak yang perlu diceritakan sepanjang perjalanan ini karena yang dilihat melulu bukit batu dan langit maha luas. Oh, I miss Indonesia, I love Indonesia.
Ibadah umrah kami laksanakan malam itu juga dan baru selesai sekitar pukul setengah tiga dinihari. Sebagian jamaah laki-laki memilih langsung bertahalul (memotong rambut, namun lebih dianjurkan untuk membotakinya) malam itu sementara yang lain memilih untuk beristirahat di hotel. Bapak saya mengklaim, inilah kepalanya dibotak lagi sejak 60 tahun terakhir. Wajah beliau jadi lain....
Keesokan harinya kami terus memperbanyak ibadah di Masjidil Haram yang dijanjikan Allah SWT kelipatannya 100 ribu kali lipat dibanding di tempat lain. Di tengah-tengah masjid yang telah berkali-kali mengalami perluasan ini terdapat Ka’bah, kiblat kaum Muslimin di seluruh dunia. Inilah dia, bangunan yang selama ini hanya ada di sajadah. Bangunan kokoh itu konon akan terus berdiri di sana hingga kiamat tiba.
Kami tawaf berkali-kali dengan rasa rindu yang tak kunjung dapat terpuaskan. Usai tawaf yang satu, tak sabar ingin bertawaf lagi. Tak peduli panas terik dan suhu mencapai 44 derajat Celcius yang telah membuat saya flu dan juga mimisan. Mimisan pertama sepanjang umur yang dapat saya ingat. Bapak saya bahkan sempat demam dan tidak bangkit dari tempat tidur selama empat kali waktu shalat.
Dan saya kembali menangis saat tawaf. Alhamdulillah, alhamdulillah, ya Rahman, ya Rahim, ternyata untuk sampai ke tanah suci-Mu, memang bukan semata kesanggupan finansial yang diperlukan. HambaMu ini telah membuktikan, niat yang kuat akan membawa kami kepadaMu, karena Engkau akan menunjukkan jalannya.
Naik Onta Bau Pesing
Selama di Makkah kami juga berziarah ke beberapa tempat seperti Muzdalifah, Mina, Jabal Tsur, Jabal Nur Rahmah, dan tempat-tempat lainnya. Di Jabal Tsur ini terdapat Gua Hira' tempat Nabi Muhammad SAW bersemedi untuk mencari tahu siapa pencipta langit dan bumi ini. Di sini pulalah Malaikat Jibril pertama kali menampakkan dirinya dan menyuruh Baginda Nabi untuk membaca. Sebagian jamaah dari negara lain menyempatkan diri mendaki bukit batu terjal itu untuk melihat langsung seperti apa gua Hira yang bersejarah itu. Rombongan kami memilih melihat saja dari dekat karena waktu untuk ziarah ke tempat ini hanya 10 menit. Masih banyak tempat lain yang akan kami kunjungi dan semua itu harus sudah selesai sebelum masuk waktu Zuhur.
Di Jabal Nur Rahmah, saya dan bapak menyempatkan diri naik onta. Jangan dikira senang naik ke punggung onta karena ternyata penumpang langsung di duduk di tulang punggung onta itu, dialas dengan sehelai permadani. Tak ada busanya atau permukaan datar yang membuat kita merasa nyaman. Bapak saya yang mulai kurus sedikit menggerutu di atas punggung onta yang baunya nauzubillah, tapi saya bujuk-bujuk, mumpung sudah ada di sini, kapan lagi mencoba naik unta.
Bagaimana rasanya naik unta, hanya dapat dilukiskan dengan satu kata; asoi...... Goyangannya lebih maut ketimbang Trio Macan karena kalau tidak siaga terus, bisa jatuh dari punggung unta ke tanah yang keras.
Saya sudah pernah merasakan naik gajah di Sebanga, Duri dahulu kala. Kalau ditanya, enakan mana naik gajah atau naik onta, pasti lebih enak naik mobil.
Usai naik onta ini, kami masih dibawa melihat tempat-tempat lainnya yang digunakan para jamaah haji. Tapi saya dan bapak sudah terkapar tidur di kursi kami karena semalam bapak saya nyasar lagi di Masjidil Haram, dan ini sudah yang ketiga kalinya. Hampir tengah malam bapak baru ditemukan setelah rombongan kami menurunkan 'tim pencari fakta' di sekitar Masjidil Haram. Benar dugaan saya, bapak salah naik eskalator setelah pergi ke toilet dan menunggu di tempat yang salah. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar