Papaku adalah seorang lelaki sederhana. Semasa mudanya ia termasuk orang yang menyia-nyiakan kesempatan dan itu sangat disesalinya hari ini. Bagaimana tidak, walaupun berstatus sebagai anak angkat seorang Bupati di Sawah Lunto, namun Papa tak pernah menyelesaikan STM-nya. Ia malah asyik jadi supir taksi gelap dengan mobil dinas Pak Tuo, demikian aku dibiasakan memanggil kakek angkatku yang bupati itu sementara cucu-cucu kandung diajarkan memanggilnya 'abo'.
Papaku kini telah berusia 76 tahun. Mulai agak pekak, gara-gara minum obat TBC selama enam bulan tanpa henti. Beberapa gigi Papa patah dan kalau rukuk punggungnya tak bisa lagi ditekuk lurus.
Kemarin Papa datang dari Padang. Kami berbincang-bincang tentang banyak hal. Aku senang Papa mau tinggal di rumahku agak lama karena selama ini beliau selalu bergegas pulang ke Padang dengan alasan ayam-ayamnya, kambing-kambingnya, dan si Brillo, anjing kesayanganku dan Papa, tak ada yang mengurus. Atau alasan yang tak dapat kami bantah lagi, Mama dapat orderan bikin rendang sekian kilo. "Kalau Papa tidak pulang, siapa yang akan membeli daging dan segala bumbu ke pasar? Mama itu tidak bisa," begitu selalu kata Papa pada kami anak-anaknya kalau mendadak ingin pulang ke Padang.
Sekarang, akibat isu flu burung, Papa tak lagi memelihara ayam. Demikian pula kambing. Dan Brillo telah lama hilang dari rumah. "Ia memang selalu jadi incaran pencuri," kata Papa selalu. Si Brillo berbulu lebat berwarna coklat. Ia jinak denganku dan Papa dan salakannya luar biasa mengerikan bagi orang yang tak biasa. Rumah aman selagi Brillo ada. Anak-anak yang dilahirkan Brillo selalu laris diminta (dan dicuri) para tetangga.
Papa adalah sosok bapak yang sayang anak dan tidak mau main tangan. Paling tidak tahan melihat kami menangis dan selalu bangga pada kami. Sifat itu terus dimilikinya hingga iapun menjadi datuk kesayangan para cucunya. Setiap cucu merasa istimewa karena mereka punya julukan masing-masing. Misalnya Intan, cucu yang paling manis sedunia, Ilham, cucu yang paling ganteng sedunia (karena ia adalah cucu laki-laki pertama), Rara, cucu yang paling pintar sedunia, Tsaqif, cucu yang paling hebat sedunia, dan Tata, cucu yang paling disayang sedunia.
Papa suka mendongeng. Kenangan saat hujan turun deras, suatu hari kala aku masih belum masuk TK, masih teringat hingga kini. Aku dan adik laki-lakiku, Yon, duduk di samping kiri dan kanan Papa. Papa duduk di tengah dengan senyumnya yang hangat. Papa bercerita tentang si Kancil. Kami diajak berfantasi, si Kancil tiba-tiba muncul dari balik pagar kawat.
Sebelum tidur malam, minimal satu dongeng tentang si Kancil harus kami dapatkan. Sebelumnya tentu saja syarat-syaratnya harus dipenuhi dulu yaitu membaca doa, hafalan ayat pendek dan lain sebagainya.
Ah Papa, kini aku sudah dewasa. Aku kini telah menjadi seorang ibu. Teladanmu dalam mengembangkan daya imajinasi telah aku terapkan pada anak-anakku.
April nanti, rencananya Papa akan pergi umroh ke Tanah Suci. Tadi pagi, setelah melihat dan mencobakan pakaian ihram dan peralatan umroh lainnya, aku bertanya pada Papa, "Apa yang akan Papa doakan saat sampai di Mekah nanti? Minta agar Yessi cepat dapat jodoh?" Yessi adalah adik bungsuku yang sekarang berusia 25 tahun.
Papa melipat baju kaos pemberian pihak travel biro dengan tenang. Kulitnya yang coklat dan mulai keriput terlihat mengelus baju kaos itu penuh sayang. Katanya dengan suara perlahan dan wajah tertunduk, "Papa akan minta pada Allah agar anak-anak Papa terkabul semua keinginannya. Yang belum punya rumah dapat membangun rumah, yang ingin menyekolahkan anak sampai tinggi berhasil menyekolahkan anak-anaknya, dan semuanya dapat pergi ke Tanah Suci."
Aku terdiam. Itu aku! Itu semua aku! Aku anak yang belum punya rumah, aku yang bilang ingin menyekolahkan anak-anakku setinggi mungkin. Aku juga yang secara eksplisit mengatakan ingin pergi ke Tanah Suci.
Aku tak menyangka, jawabannya seperti itu. Aku kira Papa akan berdoa agar Yessi cepat dapat jodoh, Papa diberi umur panjang, rejeki melimpah, kesehatan baik, dan doa klise, diberi kesempatan untuk datang lagi ke Tanah Suci. Tapi ternyata, Papa hanya mendoakan kami, anak-anaknya.
Kutahan airmataku. Kutahan gejolak hatiku yang terasa sesak oleh sesuatu. Papa, semoga kami tetap anak-anak kebanggaanmu...Semoga Allah mengabulkan doa-doamu, semoga Allah mencintaimu, seperti engkau mencintai kami anak-anakmu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar