Inilah kali terakhir kami memelihara kelinci hingga sebesar ini. Selama ini, anak-anak kelinci yang kami beli di Pasar Palapa di depan kantorku, selalu mati setelah sebulan dipelihara. Dulu kami beri nama yang keren-keren, Tasya, Lycra dan Lady Gaga. Mencret. Mati semua.
Sesudah Lebaran kemarin, memenuhi janji pada anak-anak, akhirnya aku beli juga sepasang anak kelinci di pasar yang sama. Supaya tak 'keberatan' nama, kami beri saja namanya Unyu-unyu Cinta dan Unyu-unyu Sesuatu. Kok sesuatu? Yah, anggap saja kami sedang melestarikan istilah Syahrini biar tak lekang oleh waktu... ;D
Unyu-unyu Cinta berwarna putih mulus. Matanya merah dan bila terkena cahaya, terlihat seperti kelereng yang berkilau. Sedang Unyu-unyu Sesuatu berwarna abu-abu. Tubuhnya lebih kecil dari si Cinta dan lebih jinak. Kalau si Cinta bisa pergi main sehari semalam ke tanah kosong di samping rumah, si Sesuatu sering bolak-balik antara rumah dan tanah kosong itu.
Dulu kami khawatir sekali saat si Unyu-unyu Cinta main ke tanah kosong yang berpagar seng itu dan hingga senja tak kunjung pulang. Suatu hari, hujan deras turun sejak siang. Si Cinta pergi main ke tempat favoritnya itu sejak pagi. Aku sudah siap mental kalau besok paginya akan menemukan mayatnya. Apa boleh buatlah.
Keesokan harinya, rumah kami kebanjiran. Sekali seumur hidup, itulah hari dimana aku melihat karpet melayang-layang di atas permukaan air. Kalau selama ini air menggenang di halaman, hari itu air keluar dari celah-celah dinding dan lantai. Jadi sibuklah kami membersihkan rumah hari itu. Aku melupakan si Unyu-unyu.
Namun rupanya si Abang mencarinya ke tanah kosong itu. Untuk menuju ke sana, kita harus melompati pagar yang lumayan tinggi dari halaman rumah tetangga. Tidak ada akses lain selain itu.
Dan kami menemukan si Unyu-unyu Cinta yang sehat wal afiat, hanya basah sedikit. Kami gembira sekali melihatnya tidak apa-apa selama semalaman tidak pulang dan dalam keadaan hujan lebat pula.
Sejak itu, kami tidak pernah khawatir lagi kalau dia tak pulang. Biasanya, kalau semalaman tak pulang, keesokan paginya dia muncul sendiri. Sepertinya kelaparan, karena tak ada pelet yang lezat di tanah kosong itu, hehehe...
Rumah terasa sepi kalau tak ada kelinci-kelinci itu. Biasanya, sepulang dari kantor pada malam hari dan anak-anak sudah tidur, maka merekalah yang aku usili. Aku membawanya masuk ke dalam rumah dan membiarkan mereka berkeliaran. Kadang-kadang aku pegangi wortel dingin dari kulkas dan membiarkan mereka memakannya dengan lahap. Kalau tidak dipegangi, wortel itu biasanya bergerak terus. Mereka makan dengan agak repot.
Si abang yang biasanya tak terlalu antusias dengan peliharaan anak-anak, juga jatuh cinta pada kelinci-kelinci ini. Sekarang, kalau kami melapor bahwa pelet si Unyu-unyu habis, si abang rela maghrib-maghrib ngebut ke Pasar Palapa mencarikannya.
Rara dan Tata sering memasukkan kelinci-kelinci itu ke dalam rumah dan mengajaknya bermain. Kedua kelinci itu senang dibelai dan kami senang membelainya. Bulu mereka tebal dan lembut.
Tadi malam (6/11/12), khawatir hujan lebat dan angin kencang akan membuat mereka sakit, jadi aku masukkan kembali mereka ke dalam rumah. Kandangnya sengaja kubiarkan terbuka. Pikirku, nanti mereka pasti akan tidur di sana.
Namun ternyata, tadi pagi kulihat mereka tidak tidur di dalam kandangnya, tapi di lantai. Tak ada kotoran di bawah kandang itu. Semua bersih. Biasanya setiap pagi aku kebagian tugas membersihkan lantai yang kosong dan bau pesing mereka. Minta ampun baunya, tajam banget!
Hebatnya, kelinci-kelinci itu pipis dan boker di kamar mandi! Memang sih, tidak tepat di WC, tapi di lantainya. Paling tidak, aku tak perlu ngepel kan? Membuangnya juga gampang, tinggal disiram, lalu beri pembersih lantai untuk menghilangkan bau pesingnya.
Kemarin lusa, si Unyu-unyu Cinta kembali 'minggat' dari rumah. Pagi-pagi aku melihat sebuah mangga yang sebagiannya telah habis dimakan. Entah siapa yang makan. Ya, di halaman rumah kami ada pohon mangga yang saat ini buahnya lebat sekali. Setiap pagi aku senang sekali mengumpulkan buah matang yang jatuh dan berserakan di halaman.
Tapi pagi itu, aku heran melihat ada buah mangga yang tinggal separuhnya. Siapa yang makan ya? Rupanya si Unyu-unyu Cinta yang makan. Sekitaran mulutnya terlihat berlepotan.
"Hei Cinta, pulang juga kamu ya?! Sekarang kamu makan mangga juga?" tanyaku.
Sejak itu, kalau ada mangga yang jatuh dan sudah terlalu ranum, aku serahkan saja sama si Unyu-unyu untuk dimakan. Tak hanya daging buahnya, kulitnya pun diembat. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar