Dua kelinci peliharaan kami, yaitu si Unyu-unyu Cinta yang
berwarna putih dan Unyu-unyu Sesuatu (abu-abu belang putih), sering minggat
dari rumah dan baru pulang keesokan harinya. Biasanya yang mada itu si Cinta, yang
pergi pagi pulang pagi lagi, tapi keesokan harinya. Mungkin karena dia pejantan
tangguh, jadi lebih berani.
Sedang di Sesuatu lebih sering pergi bolak-balik. Pergi pagi,
setengah jam kemudian balik lagi, main-main di halaman rumah kami. Nanti kalau bosan, dia akan balik lagi ke
tanah kosong itu.
Aku yang setiap pagi di rumah sendirian karena anak-anak
pergi sekolah dan si papa pergi kerja, sering mengajak di Sesuatu ini main. Aku
mengobrol dengannya sambil mengelus bulunya. Ia sepertinya menikmati ritual
ini. Si CInta juga suka dibelai. Kalau aku datang ke dekat kandang mereka,
keduanya yang semula agak jauh dari pintu kandang, berdesak-desakan ke depan
pintu untuk aku belai.
Terkadang, sebelum berangkat kerja, si Abang sengaja
melepaskan kedua kelinci itu dari kandangnya. Terlebih dahulu tentu saja
seluruh halaman harus steril dari upaya melarikan diri mereka. Kalau ada celah
sedikit saja, si Cinta bisa langsung kabur ke tanah kosong di seberang jalan. Jangan
harap dia akan pulang sebelum dijemput. Biasanya itu tugas Tata, Rara, dan
terkadang teman-teman mereka sekomplek itu juga ikut.
Kalau sudah tiba waktunya si Cinta harus pulang, mereka beramai-ramai masuk ke tanah kosong itu dan
berteriak-teriak memanggil Si Unyu-unyu. Itu pemandangan yang menyenangkan dan
semoga akan terus teringat hingga mereka dewasa.
Saat pagi hari, begitu dilepaskan, keduanya akan berlarian
gembira ke sana kemari. Segala macam daun di halaman itu, ingin mereka cicipi. Daun
mawarku, ruku-ruku, daun mangga, lidah mertua, bahkan kunyit, semua dicicipi. Kalau
aku menghentakkan kaki sedikit saja, keduanya melompat over acting, lalu lari
bersembunyi. Kami sekeluarga senang melihat atraksi pagi kedua kelinci itu.
Beberapa hari yang lalu, seperti biasa si Cinta pagi-pagi
sudah kabur ke tanah kosong itu. Kami yang sudah terbiasa dengan tingkahnya
itu, tak khawatir lagi. Toh nanti sore dia akan balik lagi. Paling lama, besok
pagi dia akan muncul dengan perut kelaparan.
Kalau disodorkan pakannya, ia akan jadi antusias.
Si Sesuatu masih bolak-balik seperti biasa. Kalau aku
panggil, dia cepat datang dan bersiap-siap akan diberi makanan. Oh iya,
sekarang mereka juga biasa masuk ke dalam rumah, mencari tempat yang paling
nyaman untuk rebahan, entah itu di belakang kulkas, di bawah meja belajar si
Rara, di balik kursi tamu, atau di balik lemari buku di ruang computer.
Hari itu, aku biarkan saja di berkeliaran kemana pun di
dalam rumah sesukanya. Si Sesuatu bahkan mencoba petualangan baru, naik tangga,
untuk mencari buah mangga yang aku letakkan di sana. Selagi aku memasak di dapur, si Sesuatu
terkadang terlihat di balik kulkas, rebahan dengan santai. Kali lain dia pergi
ke ruang tamu dan rebahan di sana.
Tak ada yang luar biasa hari itu. Namun malamnya, saat aku pulang kerja, aku dapat kabar si Sesuatu tak pulang
ke rumah. Cinta berhasil ditangkap
sorenya di tanah kosong itu, tapi si Sesuatu tak ada. Kami berharap dia akan pulang keesokan
harinya. Namun ternyata, hingga pagi
harinya, dia tak pulang.
Aku sudah berkali-kali memanggilnya, tapi tak ada reaksi. Akhirnya
siang itu, karena mulai khawatir, aku telpon si abang. “Si Unyu-unyu masih
belum pulaaang… Tolong carikaaan….” aku merengek seperti anak kecil.
Kekhawatiranku disebabkan ada dua anak kecil berusia sekitar
10 tahun, masuk ke areal bermain mereka di tanah kosong itu. Si Cinta sudah
buru-buru balik kanan dan masuk ke
rumah, tapi si Sesuatu masih belum pulang.
“Dek, nanti kalau ketemu kelinci kami yang warnanya abu-abu,
tolong kasi tau ya,” kataku pada mereka.
Tapi aku masih saja khawatir. Siapa yang takkan naksir si
Unyu-unyu itu? Dia sungguh lucu, bulunya halus dan jinak pula. Wajar saja bila
ada yang berniat untuk memilikinya.
Menanggapi rengekanku, akhirnya si Abang buru-buru pulang. Ia langsung masuk ke tanah
kosong itu dan mulai memeriksa setiap jengkal areal itu. Namun si Unyu-unyu
masih tak ditemukan. Si Abang bahkan memperluas wilayah jelajahnya hingga ke
luar areal itu. Si Unyu-unyu Sesuatu masih tak ditemukan.
Singkat cerita, hari itu si Sesuatu tak pulang. Kami semua
sedih dengan keadaan ini. Si Cinta juga terlihat murung. Ia bahkan tak mau pergi main ke tempat favoritnya itu. Kata
Tata, “Nanti kita beli aja lagi ya Ma, kelincinya…”
“Iya Ta,” kataku tanpa ragu.
Ketika malam itu aku pulang, giliran si Abang yang merengek.
“Mana Nyunyuk? Abang rindu…. Terbayang terus wajahnya di mata Abang.”
Si Unyu-unyu Sesuatu itu memang suka menjilati kaki kami. Si
Abang senang kalau kakinya dijilati. Kami biarkan si CInta tidur di dalam rumah
hari itu. Sementara kandangnya di luar kami biarkan terbuka. Harapan kami,
semoga nanti malam dia pulang.
Namun hinga pagi harinya, kandang itu masih kosong. Aku sedih
memikirkan keadaan kelinciku itu. Dimanakah dia sekarang? Apakah sudah mati
dilahap ular? Apakah dia terluka dulu sebelum ditelan? Atau dikejar anjing
tetangga? Duuh… sedihnya…
Malang sekali kamu Sesuatu…
Sebelumnya, Sesuatu pulang dari bermain di tanah kosong itu
dengan kondisi kelopak mata kanan luka dan mengeluarkan darah. Entah apa yang
terjadi di tempat bermainnya itu. Dicakar kucingkah, atau tergores duri? Wallahualam…
Mata itu bahkan tak
bisa dibukanya hingga dua hari kemudian. Kami kira dia akan buta. Tapi syukurlah
mata itu sembuh dengan sendirinya.
Dan kini dia hilang…
Ini hari kedua si
Sesuatu tak pulang.
Malam itu si Abang
muncul di ambang pintu kamar kami dengan wajah sedih. Aku sedang nonton televisi.
“Duuh…, kemana ya si Nyunyuk itu? Tau ndak, Abang sampai berdoa KHUSUS untuk
dia,” katanya.
Tidak hanya dia, aku
dan anak-anak pun mendoakan keselamatan si Sesuatu. Tapi mau dicari kemana lagi
dia? Kami sudah menyusuri tempat-tempat yang biasa ia datangi, tapi tak
berhasil.
Hari ketiga, si Abang kembali masuk ke tanah kosong itu dan
memeriksa jengkal demi jengkal belukar di sana. Ia bertemu dua anak kecil yang
tempo hari juga kutemukan. Si Abang meminta mereka membantu mencarikan si
Sesuatu. Bahkan diiming-iming duit Rp10 ribu. Plus buah mangga hampir 2 kilo,
hasil panen hari itu.
Sore harinya, anak itu datang bersama abangnya sambil
menggendong si Sesuatu. Kelinci kami itu terlihat murung. Anak itu bilang
mereka menemukan Sesuatu di semak-semak yang cukup jauh dari areal bermainnya. Untung
tak ada apa-apa dengan kelinci kami itu.
Aku sedang di kantor. Si abang yang gembira, memberikan uang
Rp10 ribu untuk masing-masing anak dengan sepenuh keikhlasan hati, ditambah
buah mangga lagi. Kali ini ia persilakan anak itu sendiri yang mengambil dari
batangnya.
Malam itu juga, Kamis (8/11/12), sebenarnya si Abang mengirimkan foto si
Unyu-unyu yang sudah kembali itu ke emailku. Judul emailnya; Berita gembira unyuk plg. Tak ada telpon atau sms, jadi aku
tak tahu. Baru setibanya di rumah, Rara memberitahuku bahwa si Sesuatu sudah
pulang.
Aku mulanya tak percaya. Setelah hilang tiga hari? Bagaimana
bisa? Tapi kenyataannya, si Sesuatu memang sudah pulang. Ia terlihat tidur
dengan nyaman dalam kandangnya. Aku bilang, biarkan mereka tidur di dalam rumah
malam ini. Toh mereka sudah bisa buang kotoran di kamar mandi, tanpa harus
diajarkan? Jadi tak perlu repot membersihkannya.
Kami semua senang. Si Cinta juga. Keduanya terlihat saling
menyayangi. Kalau si Cinta belepotan mulutnya habis makan mangga, si Sesuatu akan menjilatinya
hingga bersih. Bagitu juga sebaliknya, si Cinta juga menjilati bulu-bulu
Sesuatu dengan mesra.
“Mereka ciuman Ma!’ seru si Tata.
‘Biarkan ajalah, mereka kan memang suami istri,” kataku. Si Tata
tertawa.
Welcome back my lovely
rabbit!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar