Minggu, 02 Januari 2011

My Special Old n New Moment






Jumat (31/12) diawali dengan menyetrika sebagian pakaian, beres-beres rumah, memasak
dan mencuci. Makanan harus tersaji pukul sembilan, agar semua anggota keluarga bisa sarapan bersama. Semua pakaian kotor hari itu harus siap dicuci dan itu berarti anak-anak harus segera mandi pagi. Semua sudah harus beres pada pukul setengah sepuluh pagi, karena pukul sepuluh aku ada janji khusus membahas future big project (FB Project) bersama beberapa teman dekat.
Jadi, seperti biasa, ruar biasa sibuknya aku pagi itu. Begitu makanan terhidang, semua makan dan aku membagi tugas yang tersisa pada Rara dan Tata, yaitu memasukkan pakaian yang sudah disetrika ke dalam lemari masing-masing (Rara n Tata), menyusun sepatu semua orang ke raknya (Tata), menyiram bunga (Rara), membereskan kamar (Rara n Tata) dan membereskan buku, majalah dan puzzle (Tata).
Pukul sepuluh lewat lima menit, FB Project dimulai. How nice to meet the people who have same idea dan spirit with me. Sebenarnya FB Project usai pukul 12, tapi ternyata tanpa terasa kami terus hingga satu jam ke depan. Setelah itu, aku menelepon saudara yang akan berkunjung ke rumah. To make sure. Setelah dapat kepastian bahwa rombongan yang sedang liburan ini benar akan datang selepas Magrib, akupun meluncur mencari makanan. Ya, mereka akan makan malam di rumah.
Sembari mengendara, aku berpikir, enaknya nanti sore makan apa ya, mpek-mpek atau buah? Mpek-mpek sudah sering dimakan, terutama sejak adikku Yessi punya langganan mpek-mpek dari Palembang asli dan ia biasa royal membeli. Kalau tidak satu kardus, ya setengahnya. Segala macam jenis mpek-mpek, termasuk yang seperti bakwan, ada.
Tiba-tiba aku teringat roti jala, makanan khas Riau yang biasa dimakan dengan kare kambing atau kuah durian. Mungkin saudara-saudaraku dari Padang dan Solok Selatan, belum pernah mencicipinya. Baiklah, aku akan beli itu saja. Di belakang Kantor Gubernur, pedagang aneka makanan mulai dari lontong, kolding (kolak dingin) durian, sop buah, roti jala dan lain-lain, menjajakan makanan mereka cukup di dalam mobil. Caranya, mobil diparkir di pinggir jalan, pintu belakang dibuka, barang dagangan ditata dalam wadah yang lumayan besar dan pengunjung boleh memilih. Sebagian pedagang menyediakan bangku-bangku plastik bagi pembeli yang ingin makan di tempat.
Sejak beberapa tahun lalu Jalan Tjut Nyak Dien di belakang Kantor Gubernur itu, telah menjadi kawasan wisata kuliner makanan khas ini. Ada puluhan pedagang bermobil yang parkir di situ. Dan sejak beberapa bulan lalu, sebagian pedagang mulai menyebar ke jalan di samping Bank Indonesia.
Siang itu saya sedikit pesimis, masihkah ada yang berjualan di sana? Adakah makanan yang saya cari? Ini sudah lewat tengah hari, jalanan mulai sepi karena besok liburan. Sebagian orang mungkin hanya masuk kantor setengah hari. Para pedagang mungkin sudah mengantisipasi ini. Sejak dari pedagang pertama yang menjual sop buah, saya pelankan motor dan membaca satu demi satu spanduk para pedagang itu. Ada kolding, kolding, es buah, sop buah, lontong. Satu unit sedan tampak sepi dan sepertinya semua dagangannya hari itu telah habis. Spanduknya bertuliskan aneka makanan, termasuk roti jala kuah durian. Tapi mana orangnya nih? Sedikit kecewa, saya meneruskan perjalanan dan ternyata tak jauh dari sana, ada Pak Haji yang jualan roti jala kuah durian itu.
Lumayan, satu porsi harganya Rp7 ribu. Memang agak mahal, tapi sebanding dengan rasanya. Sebagai penyuka roti jala, baik yang dimakan dengan kare maupun kuah durian, setahuku makanan ini memang tidak pernah dijual murah.
Aku segera pulang dan memasak nasi dan lauk. Rara membantu menyiapkan piring, gelas dan mangkuk. Juga bolak-balik ke toko dekat rumah membeli tissu dan lain sebagainya, sesuai instruksiku. Sembari beres-beres, datang telpon dari kepala rombongan bahwa mereka sebentar lagi akan datang. Berarti tidak nanti malam, tapi sore. Jadilah aku semakin sibuk.
Ketika akhirnya rombongan ini datang, aku senang, semua makan dengan lahap. Bahkan mengatakan makanannya enak. Termasuk roti jalanya. Semua ludes. Alhamdulillah. Menjelang Magrib, semua pergi lagi. Kami tinggal berempat lagi.
Kami Shalat Magrib berjamaah dan si Abang memberikan kultum terakhirnya sepanjang 2010 ini. Sasaran tembak sang sniper adalah Rara, yang disuruh membuat resolusi untuk mengerjakan shalat tepat waktu, terutama Subuh, yang harus dikerjakan sebelum terbit matahari.
Setelah itu, kami masuk ke kamar dan aku bersama dua gadis kecilku, memulai acara old and new kami. Memasang henna. Tau kan. Itu hiasan di telapak dan punggung tangan, biasa dipakai para wanita Arab dan India, saat akan menjadi pengantin. Yang pertama dihias adalah aku dan Rara membantuku. Lalu Rara dan Tata. Setelah dipasang, henna harus didiamkan dulu beberapa saat hingga benar-benar kering, agar warnanya menyerap ke dalam kulit.
Tata seperti biasa, tak sabar melihat hasilnya. Jadi sebelum benar-benar kering, ia sudah lari ke kamar mandi dan mencuci tangannya. Ternyata hanya membayang sedikit saja, dan keesokan harinya sudah nyaris tak ada. Sedang aku, tak lama kemudian tertidur pulas karena kecapekan.
Keesokan harinya, semua kecuali aku, bangun kesiangan. Si pengusul dan pemilik resolusi, Shalat Subuh berjamaah setelah terbit matahari. Pelanggaran pertama, beberapa jam saja setelah resolusi itu dibuat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar