Jumat, 24 Desember 2010

Tak Ada yang tak Mungkin bagi Allah


Saat ujian mid semester lalu, Rara jatuh sakit. Sehari setelah ujian, ia merasa pusing dan suhu tubuhnya meninggi. Hari Selasa, ia tidak masuk sekolah. Ia tetap berada di ranjang dengan suhu tubuh di atas normal. Hari Rabu, setelah minum obat penurun panas, plus ditempeli daun jarak (ini pengobatan tradisional yang terbukti ampuh menarik panas dari tubuh seseorang), suhu tubuhnya turun sebentar, lalu naik lagi. Hingga akhirnya musim ujian berakhir, ia masih terbaring di tempat tidur.
Ujian susulan kemudian terpaksa ia jalani. Dan kami semua dapat memaklumi nilai-nilainya terjun bebas di bawah standar. Ada 4, 5, 6 dalam buku rapornya. "Jangan marah ya Ma," katanya.
Aku saat itu sedang membuka komputer, surfing. Kukatakan, ia dapat mengubah nilainya menjadi jauh lebih baik, asalkan ia rajin belajar dan tidak lupa berdoa pada Allah. Kukatakan padanya, ia terlahir bukan sebagai anak idiot. Ia cerdas dan hanya perlu banyak latihan. Bahkan orang-orang yang semasa kecilnya pernah dicap bodoh pun, berkat ketekunannya, bisa mengubah dunia.
"Einstein itu dulu pernah diusir dari kelas oleh gurunya karena dianggap terlalu lambat menangkap pelajaran. Tapi berkat didikan ibunya, ia berhasil meraih hadiah Nobel. Dan itu bukan sembarang hadiah," kataku.
Ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh. "Berdoalah pada Tuhan. Tidak ada yang tak mungkin bagi Allah. Allah bisa membuat apa saja. Lebih lebih dari tukang sulap manapun. Lihat tsunami, ia membuat orang kaya jatuh miskin dalam hitungan detik. Kalau Allah bisa membuat kita miskin dalam hitungan detik, Ia pun dapat membuat kita jadi kaya dalam hitungan detik. Demikian juga dengan pintar. Allah pasti bisa membuat kita jadi pintar, asalkan kita selalu berusaha dan berdoa padanya. Allah sudah berjanji, 'mintalah padaKu, PASTI Aku akan memberikannya'. Itu janji Allah dan itu PASTI dapat dipercaya. Masa minta aja gak mau?"
Diam-diam, akupun memanjatkan doa demi kesuksesannya. Selama ini doanya umum dan standar saja, sekarang lebih spesifik. Sejak pembicaraan kami itu, aku melihat ada perubahan Rara. Ia tak perlu dipaksa lagi untuk belajar. Ia mulai tertib belajar pada malam hari sesuai jadwal yang aku berikan. Ia juga mulai rajin bertanya padaku bila ada hal-hal yang tidak diketahuinya. Bila kami sama-sama tidak mengetahui jawabannya, dengan senang hati kami mencarinya di Google. Dari dia aku mengetahui ada pola hubungan antar hewan selain simbiosis mutualisme, yaitu simbiosis komensalisme (satu untung satu tak rugi) dan simbiosis parasitisme (satu untung satu rugi).
Aku mulai mengulang kembali pelajaran Arab Melayu dan berpacu dengannya membaca tulisan tanpa baris (apa ini yang disebut Arab gundul?). Ia mengajarkan padaku metode membagi bilangan prima yang rasanya tak pernah kupelajari dulu. Ia mengingatkan kembali skala di peta, letak Tenggara, Barat Daya, Barat Laut dan Timur Laut, sungai terpanjang di Indonesia, kota penghasil minyak bumi, kabupaten tempat Candi Muara Takus, dan sebagainya.
Beberapa pekan menjelang ujiang semester, ia bertanya, bolehkah ia memiliki handphone Nexian seharga Rp300 ribu sebagai hadiah nilai di rapornya? Aku tanya, rangking berapa targetnya? Berapa kira-kira ia sanggup? Dia memutar-mutar bola matanya. "Hm...enam," jawabnya kemudian.
"Oke, Mama akan membelikan Nexian bila kamu bisa dapat rangking 6."
"Kalau enam setengah?"
Apa benar ada rangking enam setengah?
"Tak ada cerita!"
Ia mengkerut, lalu pergi. Musim ujianpun tiba. Ia mulai sibuk belajar. Kami pelajari
kembali bab per bab. Kami memperhatikan dengan lebih serius bagian yang tak dimengertinya. Mengerjakan semua latihan, memperkirakan soal-soal yang akan muncul, dan lain sebagainya. Sering saat aku pulang dari kantor sekira pukul setengah sebelas malam, kulihat ia tertidur dengan buku pelajaran terbuka di sampingnya. Aku juga selalu mengingatkan ia untuk tidak meninggalkan shalat dan berdoa secara khusus. Bahkan ia minta dibangunkan untuk Shalat Tahajud dan bila sempat sebelum pergi ke sekolah, mengerjakan 6 rakaat Shalat Dhuha. Sehabis Shalat Maghrib berjamaah, ia membaca Ar Rasyid 100 kali.
Ketika tiba hari penerimaan rapor, aku dan dia sama berdebarnya. "Jantung Rara
serasa mau copot," katanya. Aku mengerjakan Shalat Dhuha 6 rakaat dulu sebelum berangkat dan Rara memasang nazar, shalat sunat dua rakaat bila berhasil mencapai rangking 6.
Kami pergi dengan motorku ke sekolahnya. Si Tata ikut pula. Sepanjang jalan aku berdoa, semoga harapannya tercapai. Ia telah melakukan segala syarat untuk mencapainya. Dan sebenarnya aku juga berdoa, semoga darahku tidak langsung naik bila melihat hasil usahanya tidak sesuai target.
Kami masuk ke kelasnya. Ia mencarikan aku duduk di depan sementara ia sendiri duduk di belakangku. Wali kelasnya sedang melayani seorang bapak. Si anak, teman sekelas Rara, tampak cemberut. Bapak itu tampak geleng-geleng kepala. Lalu Rara dipanggil. Aku ikut maju. Buku rapor dibentangkan di atas meja dan guru itu menerangkan isinya. Ia mengatakan semua pelajaran tuntas dan nilai-nilai Rara di atas target. Selain itu, ia mengatakan, Rara sering sakit kepala di kelas, lalu tertidur. Aku katakan, mungkin ia kelelahan, karena paginya harus sekolah di madrasah diniyah awaliyah (MDA).
Bahkan MDA itu lebih duluan menggelar ujian semester ketimbang sekolah negeri. Kami melihat rangkingnya. Tertulis di situ VI (enam). Aku dan Rara saling berpandangan dengan mata terbelalak dan senyum lebar.
Alhamdulillah!
Namun bukan itu yang membuatku haru. Saat kami pergi ke parkiran, kata-kata pertama yang terlontar dari mulutnya terkait rangking itu adalah, "Ternyata tak ada yang tak mungkin bagi Allah." Kata-kata yang dulu pernah aku ucapkan, yang saat ini tak teringat lagi, namun masih terang benderang dalam ingatannya. Ia tak menepuk dada, itu semua berkat kerja kerasnya, tapi Allah, hanya Allah yang dipujinya....I am proud of you Sweety, always....

Ayo Membatik Bersama Dekranasda Riau



Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Daerah Riau, turut berpartisipasi dalam Riau Women Ekspo dengan membuka stand aneka hasil batik Riau dan kerajinan lainnya. Selain itu, dibuka pula kursus kilat cara membatik, di salah satu stand di sisi kiri arena pameran kerajinan.
Sabtu (18/12) sore, saat saya dan anak-anak berkunjung, sebenarnya kami tidak tahu kalau di situ ada kursus membatik juga. Saat mengunjungi stand Dekranasda Riau, kami bertemu Ibu Lely yang memberitahu dengan senang hati, "Di samping kiri ada kursus membatik lo.Kalau mau belajar membatik seperti Michelle Obama, bisa." Anak-anakku langsung berdiri antenanya. Sebenarnya aku juga. Tapi aku masih harus pergi ke stand-stand lain untuk bahan tulisanku. Jadi aku abaikan dulu keinginan mereka. Tapi kiranya itu tak berhasil. Selagi ada kesempatan bersuara, selalu itu yang dikatakan anak-anak itu, kapan kita pergi ke tempat belajar membatik? Mengalahlah emaknya ini. Apa boleh buat deh.
Sebenarnya saat tiba di stand itu, aku serahkan saja keduanya pada dua orang penjaga stand, sementara aku sendiri langsung menyeberang ke depan stand itu, mengunjungi stand bunga-bunga cantik ijo royo-royo menarik hati. Sayangnya harganya nauzubillahiminzalik..pending, pending.....
Aku putar haluan, kembali ke stand kursus membatik itu. Di sana terlihat dua pembatik Dekranasda Riau Nuh dan Siti, sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membatik. Lima kompor kecil, kuali kecil, canting, lilin khusus batik, dan keperluan membatik lainnya, diletakkan di tiga stand yang dijadikan satu, sehingga terkesan luas. Para pengunjung yang ingin tahu cara membatik, dapat belajar di sini dan dikenakan biaya murah, hanya Rp7 ribu.
Nuh (perempuan dan sebenarnya bernama Nur, tapi karena salah tulis, jadilah ia Nuh) lulusan SMKN 4 Pekanbaru, mendampingi Rara dan Tata dan menerangkan cara memegang dasar kain yang telah digambar dengan pensil, cara memegang canting dan cara melukis dengan cairan lilin khusus di permukaan kain itu.
"Kainnya harus dipegang dengan posisi miring, supaya lilinnya tidak menumpuk di satu titik. Jangan mengambil cairan lilinnya terlalu banyak, karena ia gampang dingin dan membeku," katanya.
Permata (Tata) dan kakaknya Lira (Rara), mendengarkan dengan seksama dan memperhatikan baik-baik cara Nuh membatik. Sepertinya mudah dan mereka mulai memegang canting masing-masing. Cairan diambil, sedikit saja, lalu ditempelkan ke pinggiran kuali kecil tempat lilin itu dipanaskan. Tujuannya, agar cairan lilin di bagian bawah canting tidak ikut terbawa, karena dapat jatuh dan mengotori kain.
Mungkin karena baru kali pertama dan tak punya persepsi apa-apa, si Kiting langsung mengambil cairan lilin agak banyak sehingga saat ujung canting menyentuh kain, lilin itu langsung keluar dari ujung canting dan membentuk sebuah bulatan.
Sementara kakaknya, Lira, berusaha sehati-hati mungkin, namun hasilnya juga tidak terlalu baik. Siti dan Nuh saling tersenyum. Dikatakan Siti, mereka sering menerima siswa bahkan mahasiswa yang ingin praktek membatik di Dekranasda Riau. Tidak sedikit siswa TK seperti Permata, yang belajar membatik. Dan sepanjang kemarin saja, sedikitnya 15 orang mengambil kursus kilat ini terdorong oleh rasa penasaran akan proses membatik itu.
Cairan lilin ini digunakan untuk memblok kain sehingga saat diberi warna, tidak tersebar kemana-mana. Jadi, kita harus memastikan bahwa lapisan lilin ini benar-benar menyerap ke dalam kain, sampai ke bagian belakang. Bila tidak, saat diberi warna, bisa menyebar ke tempat-tempat yang tidak diinginkan," terang Siti pula.
Aku memandang sepele. Sepertinya memang mudah. Tapi setelah dicoba, ampun.. memang susah. Hasil karyaku tidak lebih baik dari kedua anak kecil itu.
Ada beberapa motif bunga yang dapat dipilih para pengunjung yang ingin belajar membatik di sini. Umumnya bunganya besar-besar dan tidak terlalu banyak sehingga proses belajar ini tidak memakan waktu terlalu lama.
Setelah seluruh motif di selembar kain putih berukuran sekitar 20x20 cm itu selesai diberi cairan lilin, proses selanjutnya adalah mewarnai. Ada beberapa pilihan warna yang tersedia di sini dan pengunjung dapat memilih warna yang disukainya.
Berhubung ini hanya pengenalan proses membatik, hasil karya para pengunjung disarankan untuk tidak dipakai ataupun dicuci, karena proses mempermanenkan warna tidak dilakukan di arena RWE itu. Kata Nuh, mungkin lebih baik hasil kursus itu dibingkai saja, sebagai kenang-kenangan.
Komentar Lira setelah selesai kursus, "Ternyata membatik itu tidak gampang."
Memang, dan wajar bila batik handmade berharga mahal karena proses pembuatannya memerlukan waktu yang tidak sebentar, kesabaran yang tidak sedikit dan proses yang tidak sederhana. Membeli batik handmade sama dengan menghargai hasil karya orang lain, menghargai kebudayaan bangsa sendiri, sekaligus menghargai manusia yang bergelut di bidang ini. (Fitri Mayani)

Kenali Dosa Anda Mengelola Keuangan


Judul : 5 "Dosa" dalam Mengelola Keuangan
Pengarang : Stephanus Rudi Ok
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun terbit : 2010
Jumlah halaman : 98

Buku ini mengupas lima 'dosa' yang kita lakukan tanpa sadar dalam mengelola keuangan sehingga berdampak pada perekonomian. Dosa pertama adalah memaknai income yang telah diperoleh maupun yang sedang dikejar menjadi sangat penting dan segala-galanya dalam hidup.
Dosa kedua adalah kesalahan dalam mengelola penghasilan dan pengeluaran. Berapa besar yang mampu Anda hasilkan saat ini, sebagian besar adalah hak masa depan Anda, karena tidak seorang pun berencana untuk gagal tetapi seringkali orang gagal dalam membuat rencana. Kiat yang ditawarkan penulis dalam buku ini adalah, menentukan periode belanja kebutuhan rumah tangga dari sebulan sekali menjadi 2,3, atau 4 kali sebulan, sehingga tak perlu terlalu banyak menyetok barang di rumah. Pilihlah barang dengan kualitas baik meskipun dari segi harga sedikit lebih mahal, khususnya untuk barang-barang yang jarang dipakai atau dikonsumsi. Pilihlah harga yang lebih ekonomis untuk barang yang sering dikonsumsi, tentunya dengan kualitas yang sama dan hindarkan terpancang pada merek tertentu saja.
Dosa ketiga adalah tidak mengelola keuangan lebih dini untuk mempersiapkan masa pensiun saat kita berada pada usia produktif. Hal ini perlu dilakukan karena pemerintah tidak menjamin peningkatan kesejahteraan pascapensiun, jaminan sosial yang diselenggarakan pemerintah masih merupakan alat pelengkap, tak tersedianya fasiliats umum yang memadai untuk para lansia, meningkatnya biaya hidup dari tahun ke tahun, ketidakpastian kondisi perekonomian dan finansial di masa mendatang dan kondisi fisik dan produktivitas yang semakin menurun dari waktu ke waktu.
Dosa keempat adalah kesalahan membuat keputusan investasi. Sebagian orang berinvestasi hanya untuk mengejar hasil yang luar biasa tanpa mempertimbangkan resiko yang bakal terjadi. Di buku ini penulis memberikan beberapa contoh yang dapat dipelajari pembaca.
Dosa kelima adalah buruknya hubungan vertikal dengan Tuhan. Apa yang kita raih hari ini sudah pasti adalah pemberian dari Tuhan juga. Penemu teknologi telekomunikasi Alexander Graham Bell, mengatakan, "Kekuatan apa ini tidak dapat kukatakan, yang kutahau adalah bahwa ini ada dan menjadi nyata hanya bila seseorang berada di titik dimana ia mengetahui apa yang diinginkannya dan bertekad untuk tidak berhenti sampai ia menemukannya."
Buku petunjuk ini cukup lumayan untuk dibaca, karena kiat-kiat mengelola keuangan yang disampaikannya terasa mudah dijalankan. Hanya sayang, beberapa ilustrasi yang diberikan, kurang dibahas panjang, sehingga pembaca bisa terseret dalam pemahaman yang beragam dan bisa jadi itu tidak sesuai dengan keinginan sang penulis. Selain itu, ada beberapa kesalahan tulis di buku yang terasa mengganggu. Baru pada paragraf ketiga di halaman 2 (dalam istilah saya, seperti pengantin baru berbuat kesalahan di masa bulan madu), sudah muncul salah tulis. Selain itu, ada lagi kesalahan penggunaan tanda kutip dua ("), yang seharusnya hanya digunakan untuk menuliskan kutipan kalimat langsung. Dalam buku ini, penulis menggunakannya juga untuk memberi penegasan pada kata-kata yang menurutnya layak mendapat perhatian pembaca, seperti "status diterima" dan beberapa contoh lainnya, judul seminar yang sudah dicetak miring (italic) namun juga diberi tanda kutip dua dan lainnya.
Meskipun demikian, isinya patut Anda ketahui dan terapkan, agar tidak besar pasak daripada tiang.
Peresensi Fitri Mayani, penikmat buku, tinggal di Pekanbaru

Hadiah dari Anakku di Hari Ibu



Jauh-jauh hari sebelum tanggal 22, si Rara sudah tak sabar menghitung hari. Ia ingin memberi kejutan (apakah masih kejutan namanya kalau diomong-omongin gitu?). Jadi pas hari H, begini skenarionya, aku jemput ia ke sekolah, lalu kami pergi ke toko swalayan barang-barang murah meriah (biasalah, sesuai kemampuan kantongnya, of course).
"Nanti Mama tunggu aja di luar ya, biar Rara yang pilihkan hadiahnya," katanya.
Aku setuju. Adiknya ikut masuk ke dalam toko. Aku menunggu di luar, mencari tempat berteduh dari teriknya matahari. Ini sudah pukul 12 siang. Lapar, panas, fiuh...
Beberapa menit kemudian, ia muncul, malu-malu dan ragu-ragu...
"Ada apa? Buruan, panas nih!" kataku.
"Hm...Mama ngintip ya?"
"Nggak, ayo cepat aja!" kesabaran mulai turun.
"Ng...ada yang mau Rara belikan, tapi Mama sudah punya tiga...." katanya.
Apa sih yang aku punya sampai tiga biji? Aku memutar otak...apa ya? Panci? Gelas? Piring? Itu semua lebih dari tiga yang kami punya. Tas? Ah, masak ia mau membelikan tas?
"Mama, Mama, Tata boleh beli sesuatu?"
Nah, ini dia anak satu lagi. Tak tau emaknya lagi mikir, langsung aja main todong! Pikiranku yang sedang menjelajahi seisi rumah, mencari barang-barang milik pribadiku yang jumlahnya tiga, jadi buyar.
Lalu Rara menawarkan solusi, "Atau Mama pilih aja salah satu, nanti Rara yang bayar," katanya.
"Memang apa yang Rara mau belikan?" aku penasaran.
"Dompet," ia malu-malu.
Eh, ternyata aku memang punya tiga dompet. Satu aku beli di Pasar Bawah, terbuat dari kulit, sebesar telapak tangan, sangat elastis dan tidak menyesak di dalam kantong. Satu lagi hadiah dari kakak ipar, pas mau Lebaran kemarin, yang sekarang selalu aku pakai karena punya tiga bagian berbeda di dalamnya. Dan yang terakhir, dompet kecil tempat aku menaruh hp, sedikit uang,untuk keperluan pergi ke warung beli cabe atau kerupuk atau mie instan, dll.
Akupun masuk dan mulai berkeliling. Karena akan Natal, toko itu dipenuhi pernak-pernik Natal. Aneka rupa. Dan aku berhenti di counter aneka jam dinding. Di kamar Rara yang biasa kami gunakan untuk leyeh-leyeh siang hari, belum ada jamnya. Jadilah aku pilih itu sebagai hadiah Hari Ibu. Harganya Rp20 ribu dan Rara membayarkannya.
Dan si Tata, tak mau kalah juga mau membeli sesuatu. Tapi tentu saja bukan untukku, melainkan untuk dirinya sendiri. Maka ia pun menenteng pulang satu telepon mainan yang berbunyi kalau dipencet tombol-tombolnya. Padahal mainan sejenis kalau tak salah sudah tiga atau empat kali dibeli di waktu-waktu yang lalu. Entah dimana kini bangkai-bangkainya.
Sesampai di rumah, jam itu kami pasang. Bunyinya lumayan...Oh ya, dompet yang semula akan dihadiahkan Rara untukku, tetap dibeli, tapi untuk dia. Melihat gambar boneka Hello Kitty di luarnya dan warnanya yang pink, maklumlah kita, siapa sebenarnya yang ingin memiliki dompet itu. Hm...
Selamat Hari Ibu Yani....

Sabtu, 04 Desember 2010

Kisah Mata-mata Ganda Perang Dunia I Berdarah Indonesia


judul : Namaku Mata Hari
penulis : Remy Sylado
penerbit : Gramedia Pustaka Utama
tahun terbit : Oktober 2010
jumlah halaman : 559

'Aku tidak boleh menyangkal pada suara hatiku, bahwa alasan yang mendorong kemauanku untuk menjadi pelacur adalah bakat.
Jangan kaget. Memang aku berpendapat begitu. Bahwa menurut pandanganku, bakat jalang-sundal-lacur adalah, percayalah, urusan Tuhan juga, bukan hanya iblis. Sulit memisahkan wilayah Tuhan dan wilayah iblis di dalam diri manusia, kalau yang dijadikan tempat persinggahan fitrah kebajikan dan fiil kejahatan, adalah hati manusia, dan hati manusia selamanya tidak swatantra.'
Itulah penggalan novel ini di halaman 9-10. Mungkin bagi sebagian kita, sulit menerima pengakuan yang sedemikian terus-terang, apalagi bila mengingat bahwa saat itu, sang tokoh tengah menunggu masa-masa pelaksanaan hukuman mati atas dirinya, dengan tuduhan menjadi mata-mata ganda.
Ini memang kisah tentang seorang penari eksotis (demikian sebuah literatur menyebutnya) -jadi bukan erotis- bernama Mata Hari. Perempuan peranakan Belanda-Indonesia ini, sembari menari berkeliling Eropa, juga menjalankan misi mata-mata ganda, Prancis dan Jerman, pada masa Perang Dunia I. 'Bonus' yang nyaris selalu ia nikmati dari traveling seni ini adalah perselingkuhan dengan berupa-rupa lelaki kelas atas, mulai dari petinggi militer hingga pejabat pemerintahan. Walaupun akhirnya ia 'dijebak' sehingga harus menjalani hukuman mati di hadapan regu tembak, namun Mata Hari tetap dengan keyakinannya, bahwa bakat jalang-sundal-lacurnya adalah urusan Tuhan juga.
Mata Hari menjadi menarik dibaca karena penulisnya seolah menyelami jiwa kewanitaan tokoh utamanya. Tidak hanya itu, berbeda dengan novel sebelumnya tentang Mata Hari, novel ini juga mengisahkan tentang penggalan hidupnya yang jarang terekspos, yaitu ketika ia beberapa tahun menetap di Ambarawa dan Batavia, sebagai istri seorang opsir Belanda Rudolp McLeod.
Di Indonesia ia mendapatkan nama Mata Hari, khususnya dari babunya Nyai Kidhal, yang kelak diselingkuhi sang suami hingga hamil. Nama itulah yang terus dibawanya hingga mati sehingga sebagian orang melupakan nama aslinya. Di Indonesia pula, tepatnya di Candi Borobudur melalui relief-relief di dindingnya, ia mempelajari tarian-tarian yang kelak dibawakannya di benua Eropa.
Mata Hari terlahir dengan nama Margaretha Geertruida Zelle pada 1876. Di usia 14 tahun, saat pertama kali mendapatkan haid, ia telah 'mengeksplorasi' tubuhnya sedemikian dan mendapatkan kesenangan dan gagal mempertahankan keperawanan pada usia 16 tahun. Margaretha menikahi lelaki yang jauh lebih tua darinya bernama John Rudolp McLeod pada 1895. Namun setelah mendapatkan dua orang anak, Margaretha kembali ke Belanda untuk mengurus perceraiannya dengan sang suami dan mengembangkan karir sebagai penari eksotis profesional.
Pergaulannya dengan pria-pria berpengaruh, ternyata telah mendorongnya untuk terlibat dengan dunia politik dan perang. Berbagai informasi dari 'dialog bantal', demikian ia menyebut perselingkuhan itu, ternyata dapat berubah menjadi uang yang cukup menggiurkan baginya. Ya, Mata Hari menjual semua informasi yang didapatnya dari pihak Perancis ke pihak Jerman dan sebaliknya. Namun toh akhirnya ia terjebak dan harus menjalani hukuman mati di depan regu tembak.
Kisah hidup Mata Hari sendiri cukup dramatis, demikian pula kisah petualangannya di masa Perang Dunia I. Tidak heran, artis kenamaan Greta Garbo pun pernah berperan sebagai Mata Hari dalam film yang berkisah tentang tokoh mata-mata cantik ini. Bagi pembaca yang penasaran, foto-foto Mata Hari dapat dicari di mesin pencari di internet. Demikian pula dengan foto-foto Greta Garbo saat berperan sebagai Mata Hari dalam film yang diproduksi sekitar tahun 1939 lalu.
Sebagai penulis dan jelas-jelas menceritakan kisah hidup seorang pelacur, syukurnya Remy Sylado tidak terjebak untuk menulis novel ini menjadi 'kacangan' dan vulgar. Bagi saya pribadi, tak ada yang terlalu vulgar dikisahkan Remy dalam buku ini perihal 'dialog bantal' Mata Hari dengan para lelakinya.
Satu lagi yang menarik, Remy hampir selalu menyisipkan penggalan puisi di akhir setiap bab. Tak ketinggalan, buku ini juga dilengkapi foto-foto Mata Hari dalam berbagai pose. Selain itu, Remy memberikan catatan kaki tentang beberapa lokasi cerita yang bersetting awal abad ke-20, sehingga pembaca dapat memperkirakan, dimana tepatnya lokasi-lokasi yang pernah didatangi Mata Hari. Dan sebagai seorang sastrawan, Remy juga memasukkan ke dalam novel itu aneka kata-kata yang kurang lazim kita dengar sekarang ini. Mungkin ada baiknya pembaca melengkapi diri dengan Kamus Bahasa Indonesia, untuk mencari arti beberapa kata dalam novel ini. Selamat membaca.

peresensi Fitri Mayani, seorang jurnalis dan penikmat novel

Kamis, 11 November 2010

Mengubah Nasib, Menambah Rezeki dalam 99 Hari dengan Otak Kanan

Buku ini menurut saya mengumpulkan semua pengetahuan kita yang ibaratnya terserak di sekeliling, namun terabaikan. Bagi saya pribadi, beberapa isi buku ini sudah saya ketahui, bahkan dipraktekkan. Namun tetap saja ketika ia dikumpulkan dalam satu kesatuan hingga menjadi sebuah buku berjudul '7 Keajaiban Rezeki', saya terperangah. Dahsyaat!

Ippho 'Right' Santosa adalah seorang marketer muda sekaligus pakar otak kanan. Dua buku terdahulunya juga meraih sukses luar biasa, bahkan ada yang mencetak rekor MURI. Buku ketiga ini, juga membuat catatan sendiri dengan cetak ulang untuk ketujuh kalinya dalam tempo empat bulan. Ya, buku ini diterbitkan pertama kali Maret 2010 silam dan hingga Juli 2010 sudah tujuh kali cetak ulang.

Tujuh keajaiban rezeki seperti diuraikan Ippho dalam bukunya, terdiri dari Sidik Jari Kemenangan (Lingkar Diri), Sepasang Bidadari (Lingkar Keluarga), Golongan Kanan (Lingkar Diri), Simpul Perdagangan (Lingkar Sesama) Perisai Langit (Lingkar Diri), Pembeda Abadi (Lingkar Diri) dan Pelangi Ikhtiar (Lingkar Diri).

Salah satunya yang mungkin sudah kita pahami semua adalah Sepasang Bidadari. Yang dimaksud penulis di sini adalah ridha orangtua dan pasangan. Bila Anda ingin cita-cita Anda tercapai, selaraskan doa Anda dengan doa orangtua dan pasangan. Doa banyak orang akan hal yang sama tentu tidak sama kekuatannya dengan doa seorang saja, bukan? Mengenai hal ini, Ippho memberikan contoh yang tidak jauh-jauh, karena ia sendiri membuktikannya. Kita para pembaca pun mungkin pernah membuktikan betapa doa orangtua demikian ampuh mewujudkan sesuatu yang mungkin tak terpikirkan oleh kita.

Cita-cita yang dimaksud di sini, tidak melulu menyangkut karir atau pekerjaan. Ia bisa berwujud keinginan untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci, memiliki rumah yang layak, penghasilan yang cukup ataupun pasangan hidup bagi yang masih lajang. Ippho mencontohkan seseorang bernama Dee, yang ingin segera menikah, namun tak memiliki kekasih. Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia merancang undangan di template sms, membeli ranjang ukuran double, mempercantik taman di rumah, dan lain-lain. Ia menetapkan kapan impian itu akan terjadi dan memperjelas semuanya. Ini dia konkretkan dengan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar bertemu dengan jodohnya pada bulan X dan menikah pada bulan Y. Alhamdulillah, dalam waktu kurang dari 6 bulan, pertemuan pada bulan X dan pernikahan pada bulan Y itu benar-benar terjadi!

"Orang-orang sering bilang, jodoh itu di tangan Tuhan. Saya bilang, 'Itu betul dan akan tetap di tangan Tuhan selagi kita tidak berusaha mengambilnya.'"

Sesuai dengan agama yang dianutnya, Ippho menggabungkan unsur religius dengan kerja keras untuk mencapai keinginan-keinginannya. Salah-satu yang mungkin seringkali luput kita lakukan selama ini adalah Shalat Dhuha 6 rakaat untuk membuka rezeki. Rezeki juga dapat 'dipancing' dengan banyak-banyak bersedekah. Bukankah Allah sudah menjanjikan balasan yang berlipat ganda dengan bersedekah? Tentu kita sudah sering membuktikan bahwa sedekah tak pernah membuat orang jadi jatuh miskin.

Sisanya yang enam lagi, silakan dibaca sendiri dalam buku mega best seller ini. Buku ini, saya rekomendasikan untuk Anda miliki. Ya, bukan saja dibaca, tapi dimiliki. Anda tidak akan rugi. Gaya bertutur Ippho yang masih tergolong muda, cukup komunikatif, sedikit 'slebor' menurut saya, tapi enak dan segar. Buku ini juga menyinggung tentang potensi otak kanan yang luar biasa dan bagaimana orang-orang yang dominan otak kanannya dapat menguasai mereka yang lebih dominan otak kirinya.
Dengan memaksimalkan otak kanan, singkat kata, Anda dapat menguasai dunia! Satu yang menarik di buku ini, bagian awal dan akhirnya dipenuhi dengan testimoni para pembaca yang telah termotivasi. Jumlahnya lumayan dan pemberi testimoni berasal dari berbagai kalangan. Selamat membaca.

judul : 7 Keajaiban Rezeki
pengarang : Ippho 'Right' Santosa
penerbit : PT Elex Media Komputindo
jumlah halaman : 191
tahun terbit : 2010 (cetakan ke-7, Juli 2010)

peresensi Fitri Mayani

Taman Rahasia Penyembuh Hati yang Luka


Ini merupakan novel lawas yang telah beberapa kali dicetak oleh penerbit berbeda. Kita bisa melihat aneka desain sampul Secret Garden di mesin pencari di internet. Ini dapat pula menunjukkan bahwa novel ini sudah termasuk dalam deretan novel wajib baca untuk para penikmat buku bermutu, sejajar dengan Hamlet, Romeo and Julliet, Wanita Berbunga Camelia dan lain sebagainya.

Novel ini berkisah tentang Mary Lennox, gadis yatim piatu, manja dan pemarah, yang datang dari India untuk tinggal bersama pamannya Mr Archibald Craven di Inggris. Dia merasa kesepian di rumah besar dan sunyi milik pamannya itu. Namun suatu hari ia menemukan jalan menuju taman rahasia yang sudah bertahun-tahun dikunci. Dengan bantuan Dickon, anak lelaki yang bisa 'bicara' dengan binatang, Mary menghidupkan kembali taman itu dan membuatnya indah.

Kulitnya yang pucat karena selalu terkurung di dalam kamar, perlahan-lahan memerah sehat dan tubuhnya yang kurus, juga menjadi lebih berisi, seiring dengan tumbuh dan berkembangnya bunga-bunga di Secret Garden. Bila dulu ia memilih hanya memakan apa yang disukainya, kini ia makanan semua yang dihidangkan, dengan lahap, tanpa banyak protes.

Suatu hari Mary mendapati seorang penghuni rahasia rumah pamannya itu. Dia bernama Colin, seorang anak laki-laki yang tak punya semangat hidup dan yakin akan segera mati. Dengan cara yang aneh keduanya berteman dan menjadi bagian dari Secret Garden.

Mary dan Colin perlahan-lahan menjadi pribadi yang lain sejak mereka sering diam-diam pergi ke Secret Garden. Taman rahasia yang hanya diketahui oleh sedikit orang itu, perlahan-lahan hidup seiring dengan musim semi yang datang. Aneka umbi yang selama ini terbenam menghangatkan diri di dalam tanah, perlahan-lahan tumbuh dan menjadi bunga-bunga yang menumbuhkan harapan. Siapakah yang akan mendapatkan kejutan di akhir cerita?

Membaca buku ini kita akan kembali ke masa-masa awal abad ke-20, ketika Inggris masih menjajah India, kolera menjadi wabah mematikan dan para ibu dari kalangan bangsawan terbiasa menyerahkan perawatan bayi mereka pada pengasuh. Mary dan Colin termasuk dalam kelompok itu sehingga mereka terbiasa memerintah para pembantu, tidak mandiri dan cenderung egois. Sementara sang ibu sendiri sibuk dengan kegiatan sosialnya dengan menghadiri pesta dan jamuan makan dari satu orang kaya ke orang kaya lainnya.

Beruntungnya, kepergian Mary ke Inggris untuk bertemu dengan pamannya, telah mengubah segalanya. Perkenalannya dengan Martha, seorang gadis desa yang ditugaskan untuk melayani segala kebutuhannya, juga perlahan membuat Mary mengubah cara pandangnya terhadap dunia. Ia menjadi lebih mandiri, tegar dan penuh semangat.

Buku ini dapat dibaca oleh segala umur dan memberikan pengetahuan pada pembaca tentang jenis-jenis tumbuhan dan hewan. Penulis menerangkannya dengan cara yang menyenangkan dan sangat deskriptif, sehingga membuat pembaca seolah melihat sendiri semua latar cerita. Selamat membaca.


judul : Secret Garden
Penulis : Frances Hodgson Burnett
Penerbit :Gramedia, Februari 2010
jumlah halaman : 320

peresensi: Fitri Mayani

Mission Impossible: Mencari Bulu Domba Emas


Percy Jackson sudah gembira, karena ini hari terakhir sekolah. Sebentar lagi ia akan kembali ke Perkemahan Blasteran untuk menjalani libur musim panasnya bersama anak-anak blasteran, setengah dewa setengah manusia. Namun pada jam pelajaran olahraga, ia mengalami pertarungan dengan para laystrigonian, ras kanibal yang hidup jauh di ujung utara Amerika. Mereka lapar dan ingin makan siang dengan daging manusia. Untung Annabeth muncul di saat yang tepat sehingga permainan bisbol maut itu dimenangkan Percy. Tapi seperti biasa, tokoh utama kita ini selalu saja menimbulkan kekacauan.Kali ini ia dituduh gila dan penyebab hancurnya gedung olah raga sekolah. Dan seperti pada buku pertama, Percy terpaksa lari sementara waktu, karena tak ada waktu untuk membela diri, ataupun menerangkan hal yang sebenarnya.

Setelah pada buku pertama Percy, putra Dewa Poseidon, sang penguasa lautan dituduh mencuri petir Zeus hingga harus mengalami pertarungan demi pertarungan, kini ia harus pergi ke lautan monster untuk mencari Bulu Domba Emas. Sialnya, ini bukan misinya, melainkan misi musuh bebuyutannya, Clarisse, putri Dewa Ares yang pemberang sekaligus ksatria. Seperti sebelumnya, dalam perjalanan penuh bahaya kali ini, Percy ditemani Annabeth, putri Dewi Athena, anak blasteran lainnya. Namun ia juga membawa seorang kawan baru yang sebenarnya saudara seayahnya, seorang monster bermata satu bernama Tyson. Tyson adalah sejenis cyclops, hasil hubungan Dewa Poseidon dengan arwah-arwah jahat. Tentu saja Percy malu mengakui punya saudara seorang monster, yang tersohor sebagai makhluk yang licik, penipu, dan semua yang buruk lainnya. Annabeth pun tak menyukai Tyson.

Percy terpaksa menjalani perjalanan berbahaya ini, karena mendapatkan mimpi telepati yang dikirim sahabatnya, seorang manusia kambing bernama Grover. Grover telah bertualang dengan Percy di buku pertama. Kali ini ia disandera cyclops raksasa yang hendak mengawininya. Menyelamatkan Grover ternyata sekaligus menyelamatkan Bukit Blasteran, tempat dimana anak-anak peranakan dewa-dewa Yunani dengan manusia, menjalani latihan untuk menghadapi pertarungan mereka sendiri.

Masalah demi masalah, muncul begitu tak terduga. Kejutan demi kejutan, benar-benar mengejutkan pembaca, mulai dari awal kisah hingga ke ujungnya. Namun buku yang mengambil pasar remaja ini, sangat menarik untuk dibaca. Kalimatnya terasa mengalir, deskripsinya bagus dan kata-katanya sederhana. Dan sebagai sebuah seri, sebaiknya pembaca memang membaca seri pertama, untuk mengenal lebih jauh tokoh-tokohnya. Demikian pula karakter masing-masing tokohnya, semakin jelas.

Berhasilkah Percy dengan misi ini? Apakah ia dan Clarisse, dua musuh bebuyutan di Perkemahan Blasteran, dapat saling bekerja sama untuk mendapatkan Bulu Domba Emas? Mengapa Luke juga menginginkan bulu domba itu? Sebuah kejutan menunggu pembaca di bagian paling akhir cerita. Selamat membaca. fitri mayani

judul : Percy Jackson & The Olympians The Sea of Monsters

Penulis : Rick Riordan
Penerbit : Mizan Fantasi
Jumlah Halaman :368 + x

Ketika Hati dan Tubuhmu Berkhianat karena Cinta


Miss Abigail McKenzie, seorang perawan tua berusia 33 tahun, terpaksa menerima dua pria yang terlibat 'perampokan kereta' untuk dirawat di rumahnya. Ia tak menduga, kedua pria itu akan terlibat dengan dirinya, tak semata untuk urusan antara perawat dengan pasiennya.

David Melcher, pasien pertama, adalah seorang pedagang sepatu keliling yang sopan, beretika dan sangat menghargai wanita. Ia adalah cerminan Abigail sendiri. Berada di dekatnya, Abigail hanya mendengarkan puji-pujian, apa yang sepantasnya diucapkan oleh orang yang sudah ditolong terhadap orang yang menolongnya.

Sebaliknya, pasien kedua, Jesse DuFryane, adalah badboy yang memiliki kamus kata-kata kasar yang tak pernah sekalipun didengar Abigail dalam hidupnya.Ia memaki, mencaci, memerintah sesuka hatinya,walau masih dalam keadaan terluka dan lemah.Ia seorang laki-laki yang arogan, spontan dan sedikit narsis, serta memiliki sisi sensualitas yang menggoda.

Abigail nyaris setiap hari bertengkar dengan Jesse, yang tiada henti membuatnya marah. Jesse juga mendobrak norma-norma kesopanan dan etika yang selama ini dianut Abigail. Ia membantah semua perintah Abigail dan tetap berkeras dengan sikapnya yang kasar dan spontan. Namun siapa sangka, justru pertengkaran yang berisi saling caci itulah yang membuat Abigail selalu merindukannya.

Roman sejarah ini berbingkai waktu Juni 1879, masa ketika Amerika masih sangat sepi dan rel kereta api sedang dibangun dimana-mana. Stuart's Junction, Colorado, sebuah kota yang baru saja dimasuki rel, dan kereta api menjadi benda ajaib yang selalu ditunggu-tunggu warga kota. Di sanalah suatu hari David Melcher dan Jesse DuFryane diturunkan dalam keadaan luka parah karena terlibat adu tembak dalam gerbong kereta. Ketika tak seorangpun warga kota mau menolong, Abigail yang sedang kekurangan uang, menawarkan diri untuk menjadi perawat mereka.

Dilema muncul ketika David Melcher dan Abigail merencanakan pernikahan mereka. Saat segala sesuatu telah disiapkan,termasuk gaun pengantin,makanan dan sebagainya, Jesse muncul dan merusak segalanya. Abigail harus berusaha keras melawan hati dan tubuhnya yang justru menyambut kehadiran Jesse. Kini yang berperang adalah logika dan etika melawan hasrat untuk mewujudkan semua yang tertunda.

Hummingbird menarik untuk dibaca karena pengarangnya sangat lihai mendeskripsikan setiap peristiwa dan ia termasuk orang yang sangat memperhatikan detail.Ia berhasil menciptakan sosok Jesse si badboy dengan baik sehingga tak hanya Abigail yang merindukannya, namun juga pembacanya. Dialog antara Abigail yang sopan dan pemalu dengan Jesse yang liar dan kasar, terkadang membuat pembaca tersenyum. Nama pengarangnya sendiri LaVyrle Spencer, agaknya sudah merupakan jaminan bahwa novel ini sungguh romantis. Sepertinya sang pengarang memang spesialis novel-novel semacam ini.

Namun perlu diingat, ini adalah benar-benar bacaan untuk dewasa, tidak direkomendasikan untuk para remaja. Jadi sebelum membacanya, ada baiknya Anda bertanya, sudah cukup umurkah?


judul buku : Hummingbird
penulis : LaVyrle Spencer
penerbit : Gagasmedia
tahun terbit : 2010
jumlah halaman :581

Kamis, 19 Agustus 2010

Bergantunglah hanya pada Allah

Tadi usai berbuka puasa bersama di rumah, aku dan si abang menonton Super Family. Rara sudah mengambil buku, belajar di kamarnya. Tata yang sifatnya suka meniru, ikut-ikutan, juga mulai mencari bukunya. Saat kami lagi asyik berpacu menjawab pertanyaan Super Family, tiba-tiba Tata muncul.
"Ma, mama liat buku Tata nggak?"
Aku menggeleng.
"Temani Tata ke atas ya Ma, mau ngambil buku tulis."
"Mama lagi istirahat ni Ta...Coba ingat-ingat lagi, mana tau bukan di atas tinggalnya."

Dia memang agak sedikit ceroboh. Suka lupa menaruh barang-barangnya. Kaus kaki, sepatu, tas, jilbab, jepit rambut dan lain-lain, seringkali tak lengkap kiri kanannya. Entah hilang dimana. Dia sendiri tak ingat dimana terakhir barang-barang itu diletakkannya.
Merasa tak akan dapat pertolongan dariku, Tata memejamkan mata dan berdoa dengan khusuk sambil membuka laci meja makan, "Ya, Allah, mudah-mudahan di sini ada buku tulis Tata, amin!"
Dibukanya laci itu dan kecewa karena buku itu tak ada di sana. Ia pergi ke tempat lain dan membaca doa yang sama untuk mendapatkan bukunya. Kukatakan pada si abang, "Manusia yang paling bergantung pada tali Allah di dalam rumah ini, ya si Tata itulah."
Tata memang hobi berdoa. Lupa mencuci tangan, tapi terlanjur mencomot kue, cepat ia berdoa pada Allah. Kira-kira doanya seperti ini, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak masuk kuman-kuman ke mulut Tata ya Allah, amin!"
Lupa bawa helm, takut ditangkap polisi atau kecelakaan di jalan, berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan Tata tidak kecelakaan atau ditangkap polisi, amin!"
Lupa menutup mulut saat menguap, berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak masuk setan ke mulut Tata ya Allah, amin!"
Kepalanya terantuk tempat tidur, cepat berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak sakit otak Tata ya Allah, amin!"
Saat lupa menaruh buku perpustakaan yang dipinjamnya, padahal hari itu harus dikembalikan, ia berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan bukunya ketemu ya Allah, biar Tata tak kena denda, amin!"
Tak pernah lupa menyebut 'amin' di akhir doa. Sepertinya itu bagian yang tak terpisahkan dari doanya.
Pernah sekali, kami sama-sama membaca doa keluar rumah saat hendak pergi. Tata protes, "Ma, doa Mama nanti bisa nggak dikabulkan Allah."
"Kok bisa?"
"Mama lupa bilang amin!"
"Amiiiin....."
Walaupun terkadang apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan, atau doanya tak terkabul, ia tak pernah jera berdoa. Ia tetap yakin Allah akan membantunya. Namun seringkali doa itu memang terkabul. Bila ia menghadapi persoalan, dan ia meminta solusi padaku, aku berkata dengan enteng, "Berdoa saja pada Allah, pasti beres! Allah itu paling hebat, bisa semuanya."
Saat menulis ini, pukul 10 malam, Kamis (19/8), aku tengah berada di kantorku. Tata tinggal dengan kakaknya di rumah. Papanya pergi ke masjid. Aku tidak khawatir meninggalkan mereka berdoa, karena selalu kutitipkan ia pada Pemiliknya. Kubisikkan doa di dalam hati, "Ya, Allah, kutitip anak-anakku padaMu. Ia jauh dari penglihatanku, tapi selalu berada dalam pengawasanMu. Aku percaya, tak pernah aku kecewa karena meminta padaMu. Amin...."

Senin, 09 Agustus 2010

Kisah dalam Sebutir Telur

Kemarin sore, Rara menemuiku di dapur. Di dadanya, ia mengenggam sesuatu.
"Rara mau menetaskan telur ini, Rara mau punya anak ayam," katanya.
Tentu saja tak ada salah dengan memelihara ayam. Namun pengalaman yang
sudah-sudah, anak-anak seringkali tidak telaten memelihara sesuatu. Dulu mereka punya
peliharaan mulai dari umang-umang, kura-kura, ikan, anak ayam warna warni, semua
mati. Kura-kura malah tak kami temukan jasadnya (semoga ia berhasil melarikan diri ke
rawa-rawa di dekat rumah, amiin...).
"Tidak gampang memelihara telur hingga menetas menjadi ayam. Dia harus
dihangatkan dalam panas tertentu. Terlalu panas, bisa matang, tinggal dimakan. Terlalu dingin, malah busuk. Apakah kamu tahu berapa panas yang pas untuk mengeramkan
telur? Induk ayamlah yang paling tahu."
"Iya, Rara akan mendudukinya juga."
"Ini tidak sehari dua hari lo....Tapi 40 hari! Tidak boleh pergi kemana-mana. Induk ayam bahkan tidak makan selama mengeram itu. Puasa. Kamu sanggup?"
"Bagaimana kalau diletakkan di atas?" maksudnya di lantai atas rumah kami.
"Itu terlalu panas. Lagipula, ini telur ayam ras. Belum dicampuri oleh sel dari ayam jantan, jadi tidak akan bisa menetas."
Dia kurang paham.
"Jadi begini Rara. Orang-orang memelihara ayam ras dalam dua kelompok. Ada yang
dipelihara untuk diambil dagingnya, maksudnya, dijual sebagai ayam potong, seperti
yang sering kita beli. Ada juga ayam petelur, yang memang disiapkan untuk bertelur.
Jenis makanan untuk masing-masing ayam itu, berbeda. Ayam pedaging hanya dipelihara selama lebih kurang 30 hari, setelah itu sudah dapat dimakan. Dulu di Padang Datuk melakukannya. Kalau lewat dari 30 hari ayamnya tidak laku, petaninya rugi. Nah,
ayam petelur, diletakkan di dalam kandang yang tidak ada ayam jantannya. Mereka diberi makan yang membuatnya cepat bertelur dan banyak. Ini bedanya dengan ayam
kampung. Ayam kampung yang biasanya tidak dikandangkan, umumnya telurnya dapat
ditetaskan. Ayam-ayam itu kawin dengan ayam jantan. Kalau manusia disebut menikah.
Ayam-ayam ras tidak kawin, jadi tidak ada sel dari ayam jantan yang dapat mengubah
telur itu menjadi anak ayam," thanks God, untung dulu aku gak cabut pas pelajaran
Biologi...
Dia masih belum puas.
"Tapi Rara mau punya anak ayam..." rengeknya.
"Kalau kita tinggal di rumah di Bukittinggi, kita bisa memelihara anak ayam, karena halamannya luas, ayamnya bisa berkeliaran kesana kemari. Kalau di sini, kemana ia akan main? Tentu ke dalam rumah, mengotori semuanya. Kamu tahu, ayam itu suka
mengais-ngais tanah untuk mencari cacing. Itu sifat alaminya. Dia juga suka buang
kotoran sembarangan. Nanti, kotorannya akan berserakan dimana-mana.
"Biar Rara yang bersihkan." Ia pantang menyerah.
"Kita juga tidak punya kandangnya."
"Kan ada kardus?"
"Mau ditaruh dimana? Di dalam rumah, tak mungkin, itu mengundang ular. Di luar
apalagi. Belum anjing di depan rumah, suka main-main. Nanti dikejarnya anak ayam itu
dimain-mainkan dengan kakinya, mati deh."
Aku dan dia, sama-sama tercenung, larut dalam pikiran masing-masing....

Halo Bujang dan Dara Riau, Apa Kabar?

undefinedAku tertawa terpingkal-pingkal di dalam mobil, saat menghabiskan malam Minggu bersama keluarga, Sabtu (8/5), lalu. Kebetulan kami menyetel RRI dan mendengarkan siaran langsung pemilihan bujang dan dara Riau 2010. MC malam itu juga kocak habis. Dalam pengantarnya, MC wanita menginformasikan bahwa ajang pemilihan semacam ini juga digelar di beberapa daerah lainnya, seperti di Jakarta dengan nama 'None dan Jaka'. Aku berpikir, apa bukan 'Abang dan None' Jakarta? Dulu kalau tak salah, ajang itu disingkat jadi 'abnon'. Hm... MC-nya kreatif juga ya!


Lalu saat dipilih tiga besar pasangan calon Bujang dan Dara malam itu, diberilah kesempatan kepada Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan untuk menyampaikan pertanyaan kehormatan. Pertanyaannya sederhana dan sejatinya gampang saja, flora apakah yang dilindungi di Riau? Pak Bupati sudah memberikan beberapa 'clue', namun sang calon bujang tergagap-gagap menjawab tidak tahu.
Lalu giliran Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit mengajukan pertanyaan, fauna apakah yang dijadikan maskot PON XVIII 2012 yang akan digelar di Riau? Pak Wagubri juga tak mau kalah memberikan petunjuk, bahwa fauna itu berupa burung. Eh, ternyata itupun tak terjawab oleh para finalis ini.
Sebagai pendengar, saya merasa ini olok-olok saja. Masa pertanyaan segampang itu pakai petunjuk pula? Padahal seantero Kota Pekanbaru sosialisasi PON 2012 itu digaungkan. Kalau masih ada yang tidak tahu, menurut saya itu tandanya orang itu tak peduli dengan isu-isu besar yang tengah dihadapi Riau ini.
Akhirnya Wagubri menjawab sendiri pertanyaan itu, yaitu burung serindit. Si MC wanita menyebutnya 'selindit'.


Kami para pendengar radio jadi tertawa terpingkal-pingkal. Geli sekaligus prihatin, inikah remaja Riau yang mencalonkan diri sebagai duta-duta Riau yang akan bertarung di tingkat nasional? Apa yang akan dibawanya ke Pusat sana, selain pengetahuan tentang bolu kemojo dan kue bangkit sebagai makanan khas dari Riau? Tidakkah pernah mereka melihat atau mendengar nama burung serindit? Tahukah mereka nama cagar biosfer yang dimiliki Riau saat ini? Siapakah yang pernah menerima anugerah Kalpataru dari Riau? Tahun berapakah Pasar Bawah dijadikan Pasar Wisata? Apa nama perusahaan minyak pertama yang dimiliki sebuah kabupaten di Riau?


Sebagai warga Kota Pekanbaru dan Riau pada umumnya, saya berpesan pada panitia, bekali lagilah para duta itu agar nanti dapat menjawab pertanyaan dengan cerdas dan memuaskan orang yang bertanya dan mendengar. Malu kalau sang duta, hanya dengan modal keberanian dan senyum komersil, memberikan jawaban favorit," Ng.. kalau soal itu, maaf saya tidak tahu..." untuk pertanyaan-pertanyaan sepele yang sebenarnya diketahui oleh murid SD sekalipun. Selamat belajar lagi para duta kami....

Fitri Mayani
Wartawan Riau Mandiri

Senin, 12 Juli 2010

Hari Pertama Sekolah


Ini adalah hari pertama sekolah, baik untuk si Rara yang mulai mengenakan jilbab dan si Tata yang masuk TK. Sejak tadi malam, ketika pukul sembilan aku masuk ke kamar dan melihat keduanya masih ketawa-ketiwi, kalimat ancaman sudah diproklamirkan: Besok pagi mama akan membangunkan sekali saja. Bangun atau tidak, terserah. Kalau bangun, bagus, bisa pergi sekolah pukul tujuh, sedang kalau terus tidur, dipersilakan tidur sampai siang.
Mereka tahu aku tidak main-main dan itu bukan gertakan. Sepuluh menit kemudian, keduanya sudah 'bergelimpangan' di kasur dalam keadaan tidur pulas.
Pukul setengah enam, aku membangunkan mereka. Rara langsung berdiri, menyucikan diri dan salat Subuh. Si Tata merengek, "Mata Tata ni nggak bisa dibuka Ma..."
Aku oleskan air wudhu' ku ke kedua matanya hingga ia terbangun. Kalau Rara dengan cepat selesai mandi dan mengenakan pakaian, Tata perlu waktu setengah jam di kamar mandi. Begitu keluar, eh, dia lupa gosok gigi, sehingga terpaksa balik lagi.
Perlu kita pertanyakan, ngapain dia selama itu? Banyak penyebab, Saudara-saudara, pertama, ia mengaku harus BAB dulu, (entah berhasil atau tidak, aku lupa mengecek), kemudian, ia mengaku airnya terlalu dingin sehingga ia menggigil. Ia juga bertanya, bagaimana caranya membuat air bak itu supaya panas.
"Ah, tak ada dingin do! Kamu cepat-cepat aja siram badannya, dua gayung di kepala, dua gayung di badan, lalu cepat kasi sampo, sabun, terus siram lagi, nanti tak akan dingin lagi," kataku.
Ia tak percaya. Kutinggalkan untuk mengemasi ayam goreng bumbu kesukaan mereka. Begitu ayamnya matang, anak-anak sudah siap. Si Tata masih harus disuapi (kalau kita
masih ingin melihat rumah bersih dari remah nasi) sedang Rara bisa makan sendiri. Setelah itu, kami bersiap-siap pergi ke sekolah.
Pertama-tama, si Rara dulu yang diantar ke sekolahnya. Aku ingatkan dia untuk segera menelpon begitu jam pelajarannya usia. Lalu segera meluncur ke sekolah Tata yang sedikit lebih jauh.
Begitu memasuki halaman sekolah, ia protes, "Tu ma, semua orang pakai jilbab, Tata kok enggak?"
Merasa bersalah, cepat-cepat kami keluar dari halaman sekolah. Maksudnya mau
membeli jilbab dulu di sebuah toko pakaian muslim di dekat situ. Ternyata pukul tujuh itu si toko belum buka.
"Nanti kalau ditanya sama ibu guru, bilang saja rambut Tata basah, jadi tidak pakai jilbab, wokeh?"
Ia setuju.
Kami berkeliling mencari kelasnya dan ternyata ia berada di Kelas B3. Guru kelasnya masih muda dengan bedak tebal dan terlihat berminyak. Dengan ramah ia menyapa Tata dan menyalaminya. Tata menjawab dengan berani setiap pertanyaan yang diajukan gurunya.
Karena masih pagi, Tata bermain dulu di ayunan. Saat itulah papanya datang sehingga aku segera meluncur pergi karena ada liputan pagi ini di tempat lain.
Ketika balik lagi sekitar pukul sepuluh, kulihat Tata duduk bersila di lantai kelas, bersama murid-murid baru lainnya, di deret nomor dua. Ia menengadah dan fokus pada gurunya.
Mereka baru saja selesai makan dan akan segera pulang. Aku bangga melihat si Tata yang berani begitu. Rasanya dadaku mau meledak karena bahagia.
Di rumah, aku teringat sesuatu.
"Ta, tadi di sekolah dikasi kue apa sama ibu gurunya?"
"Gak ada."
Aku langsung su'udzon, selagi anak-anak lain makan bekal, anakku cuma minum air putih! Kasihan dia. Ternyata aku masih belum sempurnya menyiapkan hari pertama sekolah ini. Buktinya, bekal makanannya lupa, jilbabnya juga lupa.
"Jadi, tadi Tata makan apa waktu kawan-kawan Tata makan?" (sambil menahan air mata penyesalan).
"Lontong."
WHAT??? Air mata menguap entah kemana. Mulut menganga.
"Katanya gak ada? Taunya makan lontong, gimana sih?"
"Mama tanyanya kan kue, lontong kan bukan kue..."
Gubrakkk!!!

Rabu, 07 Juli 2010

Telah Dibuka: Salon Rara

Hm...terasa lebih fresh setelah dipijat di Salon Rara...

Aku sedang membaca dwilogi Padang Bulan-nya Andrea Hirata. Sudah sejak pagi aku membaca dengan berbagai posisi; telungkup, duduk di kasur, di lantai, di kursi dan tidur miring hingga tertidur beneran. Wajar kalau punggungku terasa sangat sakit. Punggung kiriku memang sedikit bermasalah. Duduk tak bersandar terlalu lama, punggung itu terasa nyeri.

Rara dan Tata bermain di lantai atas. Sesekali si Tata turun. Berlari-lari di dalam rumah cuma pakai sempak doang, itu anak sudah mirip tuyul keriting.

"Eit, ngapain lari-lari gak pakai baju? Berdosa tuh, nampak auratnya!" tegurku saat ia 'tertangkap kamera'.

"Tata lagi perawatan Ma."

Halah! Perawatan! Seperti di salon saja.

"Perawatan? Perawatan apa?"

"Perawatan. Masa Mama gak tau? Kayak di salon itu tuu... Tata lagi perawatan sama Kakak!" lalu lari lagi ke lantai atas.

Rara turun sambil senyum-senyum.

"Mama mau perawatan juga? Rara buka salon. Ada macam-macam perawatan, seperti urut kepala, punggung, tangan, kaki, cari ketombe (oh, dia membuka aibku!), pokoknya macam-macam deh. Bayarnya murah lo Ma, tiga ribu saja... eh, dua ribu deh!"

Aku: sepele...

"Ayolah Ma, nanti Rara urutkan punggung Mama yang sakit itu pakai handbody," dia merayu.

"Iyalah, sebentar saja ya! Tapi bayarnya gak bisa kurang tu Buk?"

"Hm...bisalah sedikit, Mama dikasi diskon."

Aku naik. Tidur telungkup di kasur tipis itu. Rara mengoleskan handbody di punggungku dan mulai memijat. Tentulah kekuatan tangan anak usia 9 tahun dan masih sangat amatir di bidang urut mengurut ini, tak sama dengan kekuatan dan daya sembuh tangan seorang tukang pijat berlisensi, keluaran panji pijat khusus tuna netra.

 Paling tidak, tak sama dengan tukang urut langgananku di ujung jalan sana, yang buka dari pagi sampai malam. Walau urutnya tak sampai satu jam (mungkin hanya lebih kurang 20 menit saja), tapi sungguh nikmat.

Semua tulang terkilir, salah urat, anak flu yang tak sembuh hingga sebulan, selesai sama tukang urut idolaku itu. Yang menarik, dia tak menetapkan tarif. Sama seperti kebanyakan tukang urut tanpa ijazah dan hanya mengandalkan iklan gratis dari mulut ke mulut, tarifnya 'seikhlasnya' saja.

Rara mengurut sesuai instruksiku. Ia menerapkan dengan penuh komitmen 'Tamu adalah Raja'. Aku suruh urut di bagian kiri, ia menurut. Aku minta diurut dengan jempol yang ditekankan di sepanjang tulang belikat, ia patuh.

Dan ketika akhirnya aku bangkit, subhanallah... nyeri di punggungku sangat jauh berkurang. Selama beberapa menit ke depan, tak kurasakan lagi kenyerian itu sehingga aku bisa duduk di depan komputer, mengerjakan kembali tugas-tugasku dengan nyaman.

Aku jadi berpikir ulang, sebenarnya dimanakah bakat anak ini yang paling menonjol? Ketika menjadi guru bagi adiknya (si Tata bahkan diberi PR, ujian dan rapor dengan beberapa nilai yang harus diremedial), ia dipuji neneknya. Katanya Rara punya bakat jadi guru. Ia punya kesabaran seorang guru (sesuatu yang kumiliki dalam kadar yang agak 'sedikit' ;D).

Ketika menjual permen hadiah dari Mak Uwo -nya ke teman-teman sekelasnya, ia sukses pula hingga aku merasa ia berbakat untuk menjadi seorang pedagang. Sekarang, ia pintar pula memijat. Mungkinkah ia juga punya bakat menjadi tukang pijat? Entahlah...

Kamis, 01 Juli 2010

Menunaikan Sebuah Janji


Aku sedang menyetrika saat Lira mendatangiku, kemarin Rabu (1/7) pagi sekitar pukul sembilan.
"Mama bilang, kalau Rara sudah kelas empat, Mama akan cerita mengapa Mama tidak shalat," katanya.
Aku langsung teringat janjiku. Ya, setiap kali haid dan ia melihatku tidak shalat, ia
bertanya, mengapa. Kujawab, aku dilarang Allah. Tentu ini jawaban yang menuntut pertanyaan berikutnya, mengapa aku mendapatkan hak istimewa itu.
"Seorang perempuan, bila ia telah dewasa, boleh tidak shalat pada saat-saat tertentu. Rara juga akan mendapatkan hak istimewa itu bila sudah dewasa kelak," kataku.
Ia masih belum puas. Aku merasa ia belum cukup umur untuk mendengarkan lebih jauh soal haid. Dan mengingat dulu aku mendapatkan tamu itu pada kelas IV SD (iya, semuda itu! Dan tak tahu apa-apa), maka aku berjanji akan memberitahukannya saat ia naik kelas IV.
Kini tibalah masanya.
Aku menyiapkan diri sebaik mungkin. Berusaha tenang agar ia tidak khawatir seperti aku dulu yang ketakutan sampai tak bisa tidur. Sebagai anak usia 10 tahun, sekilas aku tahu wanita yang sedang haid tidak boleh shalat, tapi karena dituntut harus tetap shalat dan ibuku belum tahu soal haid pertama itu, maka aku pura-pura shalat. Adik lelakiku yang ditugaskan mengintai, melihatku memang shalat, tapi aku tak kalah cerdik. Supaya shalatnya tak diterima, aku tak berwudhu. Sekarang kalau diingat lagi, alangkah naifnya aku dulu...
Back to te focus...
Hari ini, bersejarah bagi kami berdua. Pengalaman buruk karena menyembunyikan haid hingga bulan berikutnya, tak ingin terulang lagi pada si buah hati. Tapi penyampaiannya haruslah elegan, tidak membuat ngeri, karena ini adalah persoalan paling sejati untuk seorang wanita. Tak ada yang perlu dicemaskan.
Jadi kukatakan, "Seorang wanita, apabila dia sudah dewasa, maka akan keluar darah dari 'veggy' (memang aku biasakan dia menyebut veggy)nya. Waktunya bisa memakan empat sampai delapan hari. Selama itu pula, seorang wanita tidak boleh shalat atau menyentuh Al Quran. Darah itu disebut darah haid atau menstruasi. Apabila sudah habis, kita harus bersuci dulu, yaitu mandi dengan membasahi seluruh tubuh dan kepala, baru boleh shalat setelah itu."
Ia memperhatikanku dengan mata tak berkedip. Aku menahan napas, menunggu pertanyaannya.
"Apakah kita tidak bisa menahannya seperti pipis?"
Alhamdulillah...pertanyaannya itu!!!
"Tidak, darah haid keluar setetes demi setetes, karena salurannya berbeda dengan pipis. Makanya mama memakai pampers (harusnya pembalut, tapi nanti saja kukenalkan istilah itu), agar darahnya tidak mengotori celana."
Tahan napas lagi...
"Apakah laki-laki juga akan mengeluarkan darah?"
"Tidak."
Aku terus menyetrika pakaian demi pakaian.
"Apabila seorang wanita sudah haid, berarti ia sudah dewasa. Ia tidak boleh lagi meninggalkan shalat, karena hukumnya sudah wajib. Kamu mengerti?"
Ia mengangguk.
"Mama dulu mendapatkan haid saat duduk di kelas empat SD. itulah sebabnya Mama memberitahu Rara sekarang, agar nanti kalau haidnya datang, Rara tidak khawatir lagi. Jangan lupa kasi tau Mama nanti ya!" (karena ini akan menyangkut hal-hal teknis tentang cara membersihkan diri).
Ia berjanji akan memberitahuku.
"Jangan beritahu si Tata dulu, tunggu sampai dia kelas empat."
Ia gembira menyadari kami punya sebuah rahasia. Matanya berbinar.
"Bila sudah haid, sebaiknya kita menutup aurat. Seorang perempuan muslim juga tidak boleh bersentuhan dengan laki-laki," kataku lagi. Soal jilbab itu, ia sangat setuju mengenakannya, termasuk saat bermain ke luar rumah. Jadi kami telah membeli seragam sekolah baru berlengan panjang dan rok sampai mata kaki, dua hari lalu. Ia tak sabar untuk mengenakannya.
Aku lega, ternyata tak ada yang perlu dikhawatirkan perihal menjelaskan soal haid pada anak usia 9 tahun. Semoga nanti ia tak melupakanku, bila saat itu tiba, karena aku ingin menjadi bagian yang indah dari sejarah itu....

Senin, 21 Juni 2010

Hadiah Terindah Hari Ini


Mama mau?" Rara menawarkan yoghurt dingin padaku.
"Tidak, Nak, hari ini Mama puasa," jawabku.
Cepat ia menyembunyikan yoghurt itu di balik punggungnya. "Maaf ya Ma, Rara nggak tahu."
"Gak pa-pa."
Ia pergi menghabiskan yoghurt itu di dalam kamarnya. Saat ia keluar, ia bertanya
padaku, "Saat ini, apa yang paling Mama inginkan?"
Secara aku sedang puasa, semua terasa lebih enak dari hari biasa. Tapi yang
paling aku inginkan saat ini adalah ikan bakar Fauzi, di Jalan Pangeran Hidayat.
"Mama ingin sekali makan ikan bakar Fauzi, seperti yang dulu kita beli. Duuh...
pasti enak sekali. Tapi hari ini Mama kan sudah siap masak, jadi beli nasi
bungkusnya kapan-kapan saja," kataku.
Ia tersenyum. "Nanti Rara belikan."
Pukul dua siang, ia pamit pergi MDA. Aku izinkan. Tapi tak lama kemudian, ia
muncul lagi. Wajahnya mengintip dari balik jendela ruang kerjaku.
"Kok pulang?"
"Kotak pensil Rara ketinggalan," katanya sambil tersenyum.
Kami bertemu di dalam rumah. Ia berkata sambil lalu, "Ma, lihat di atas kulkas!"
Kulihat, sebuah bungkusan plastik hitam tergeletak di sana.
"Apa ini Rara?"
"Nasi bungkus dengan ikan bakar. Rara belikan untuk buka puasa Mama nanti."
"Oh!" aku menangkupkan tangan di dada, lebay. "Terima kasih ya Nak!"
Jadi, pas waktu berbuka, aku makan nasi bungkus seharga Rp6 ribu yang dibeli
Rara dengan lauk ikan bakar itu. Tak ada sayuran dalam nasi itu, karena memang
sudah habis. Demikian pula kuah gulai yang dituang di atas nasi, sudah nyaris
basi. Tapi aku bahagia memakan semua itu, karena itu hadiah dari anakku.
"Mama suka?" tanyanya.
"Suka. Terima kasih ya Nak. Pahala puasa Mama hari ini, juga akan Rara dapatkan, karena Rara sudah memberi makan orang yang berpuasa. Terima kasih ya!"
Ia tersenyum lagi. Kucium pipinya dengan sayang dan bahagia...

Selasa, 25 Mei 2010

Blue Smoke Obsesi Sosiopat pada Api


Catarina Hale, polisi khusus penyelidik kebakaran Baltimore, Amerika, dibuat panik dan ketakutan karena ulah sosiopat yang membakar satu demi satu orang-orang terdekatnya.
Awalnya wanita dewasa blasteran Italia-Amerika itu, mengira itu hanya kebakaran biasa, akibat kelalaian seseorang atau kecelakaan. Namun lama kelamaan semua menjadi jelas, bahwa seseorang tengah mengincar dirinya dan keluarganya, pemilik restoran pizza Sirico's untuk dihancurkan. Reena berpacu dengan waktu untuk mengakhiri aksi gila itu, agar ia sendiri tak dibakar sang sosiopat.
Buku ini menarik untuk dibaca. Joke-joke segar para tokoh di dalamnya, sepanjang buku ini, akan membuat anda tersenyum sendiri. Anda juga akan dapat 'melihat' bagaimana suasana kekeluargaan dalam gaya hidup orang-orang Italia, meskipun mereka telah berpuluh tahun pindah ke Amerika.
Anda juga akan mendapatkan ilmu baru tentang cara kerja polisi penyelidik kebakaran, untuk menentukan apakah kebakaran itu disengaja atau memang kecelakaan.
Walaupun kejutan utama tentang siapa pelaku pembakaran itu, sudah dapat ditebak di tengah cerita, namun pembaca tak akan menyangka bagaimana Reena berhasil mengungkap kasus ini. Demikian pula, target mana lagi yang akan dikejar sang sosiopat. Penulis dengan pintar menggiring pembaca untuk terus mengikuti alur pikiran tokoh utama, tanpa sempat memikirkan cara berpikir sang sosiopat. Tiba-tiba, anda dan Reena akan sama terkejutnya melihat target sang sosiopat untuk dibakar agar mendapatkan perhatian Reena.
Blue Smoke juga dapat dikatakan sebagai novel yang 'sangat Amerika'. Ini dapat dilihat dari keluarga Reena, keturunan Italia-Amerika, yang menganut nilai-nilai religius mereka sama beratnya dengan toleransi mereka pada gaya hidup moderat masyarakat setempat. Jadi, ketika Reena berusia 19 tahun dan belum pernah sekalipun tidur dengan pria, ia merasa ada yang aneh dengan dirinya.
Demikian pula saat mengetahui bahwa Reena telah memberikan keperawanannya pada seorang pria, padahal belum menikah, sang ibu tak menganggapnya sebagai sesuatu yang salah.
Selain itu, biasa bagi mereka setelah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidup, memiliki pria hanya untuk sebatas 'teman tidur' dan bukan kekasih. Hal ini pula yang dilakukan Reena dengan seorang penasehat keuangan, Luke. Walaupun hubungan mereka tak langgeng, toh sang sosipat juga menjadikan Luke sebagai target.
Mungkin pembaca akan sedikit terganggu dengan bagian ini, namun novel setebal 631 ini tetap memiliki nilai tersendiri. Penulisnya, Nora Roberts, cukup cerdas mengulas satu tema ke tema lainnya, dengan cara yang lugas, tidak berbelit-belit dan paragraf-paragraf yang pendek sehingga tidak membosankan. Bagaimana Reena mengungkap kasus ini, apa motif sang sosiopat hingga membakar semua korbannya tanpa rasa berdosa, silakan temukan sendiri. Selamat membaca.

judul buku : Blue Smoke
penulis : Nora Roberts
penerbit : Writters House LLC and Maxima Creative Agency, 2005
terjemahan Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama, Februari 2010
jumlah halaman: 631

*** peresensi: Fitri Mayani

Si Penderita Disleksia yang Mencuri Petir Zeus


Judul buku: Percy Jackson & The Olympians,
The Lightning Thief
Pengarang: Rick Riordan
Penerbit:Mizan Fantasi
Tahun terbit: April 2010 (cetakan IV)
Jumlah halaman:454+viii



Bagaimana jadinya bila ternyata kau adalah anak seorang dewa yang ada dalam mitologi Yunani? Inilah yang dialami Percy Jackson, putra blasteran Dewa Penguasa Lautan Poseidon dengan Sally Jackson, seorang perempuan biasa.
Percy yang menderita disleksia dan telah berkali-kali pindah sekolah karena dianggap payah, pada suatu hari menghadapi kenyataan bahwa ia sedang dikejar-kejar monster. Semua monster berbagai wujud dari mitologi Yunani yang selama ini dianggapnya hanya omong kosong, muncul di hadapannya, bermaksud untuk membunuhnya. Ia harus menghadapinya, meski harus merelakan ibunya hilang dalam debu keemasan.
Perlahan-lahan, setelah tahu jati diri yang sebenarnya, Percy Jackson memulai petualangan tak masuk akalnya dengan teman seekor manusia kambing bernama Grover dan putri blasteran Dewi Athena dengan seorang dosen sejarah bernama Annabeth.
Tugas pertamanya tidak gampang dan tantangannya maut, yaiut mengembalikan petir asali milik Zeus. Bila ini tidak dilakukan, dewa-dewa lainnya akan memicu perang dunia III yang dahsyat. Nasib dunia berada di tangan bocah disleksia yang susah diatur dan terkesan tak diinginkan ayah, ibu dan ayah tirinya itu.
Berhasilkah Percy menuntaskan mission impossible itu? Monster apa saja yang harus dihadapinya?
Buku ini, sejak paragraf pertamanya di halaman 1, telah memancing rasa ingin tahun pembaca. Sebagian buku yang disebut-sebut bagus, terjebak di permulaan cerita yang terasa membosankan. The Lightning Thief berhasil lolos dari lubang jarum itu. Buku ini menarik sejak awal dan terkesan tidak bertele-tele.
Pelajaran moral yang disampaikannya terasa sangat terang; jangan sepelekan siapapun di sekitarmu. Orang pincangpun ternyata memiliki kekuatan super, seperti Grover, bocah pendek pincang yang suka mengembik itu dan terkesan sangat rendah diri dan penggugup itu, ternyata adalah satir (manusia setengah kambing dalam mitologi Yunani, red) yang melindungi Percy dari kejaran dan kebrutalan para monster.
Selain itu, lewat buku ini pembaca mendapatkan pelajaran gratis mata pelajaran sejarah, khususnya tentang mitologi Yunani yang penuh berisi dewa-dewi. Buku ini juga membentangkan imajinasi penulisnya tentang dunia mitologi, baik yang ada di langit, laut maupun alam bawah tempat para roh orang mati berkumpul. Kengeriannya tidak terlalu terasa, karena disampaikan dengan bahasa anak-anak yang sederhana. Rick Riordan sebagai penulis juga cerdas mencari setting untuk kisah ini, sehingga pembaca dapat membayangkannya.
Serial Percy Jackson & The Olympians ada lima dan The Lightning Thief adalah yang pertama. Buku ini telah memenangkan banyak penghargaan sejak pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada 2005. Edisi Bahasa Indonesianya pun sudah cetak ulang empat kali sejak pertama kali terbit pada Desember 2009. Satu lagi, The Lightning Thief juga telah difilmkan. ***

Membesarkan Sang Pemimpin dan Artis Hebat

Ternyata, si Permata (Tata) itu, adalah calon pemimpin masa depan. Menurut Ayah Edi (Apa ya, sebutan untuk dia? Sori aku lupa :D) ciri-ciri karakter si Tata adalah ciri-ciri calon pemimpin.



Ya benar, dia menangis dengan suara melengking tinggi. Heboh sampai ke langit ke tujuh, begitu aku menyebutnya. Tidak gampang kapok, walaupun sudah dihukum.

Waktu baru lahir secara caesar saja, dia sudah menunjukkan bahwa dirinya yang berkuasa. Tangisnya meledak tinggi, membuat kakaknya tersurut takut. Bahkan kata si Abang, matanya menatap tajam kakaknya di usianya yang baru beberapa menit itu.

Jadi kataku berkelakar, waktu kecil saja, si adik itu sudah nantangin kakaknya. "Mungkin dia mau bilang, 'Apa kau?!' sama Rara," kataku. Lira jadi tertawa terpingkal-pingkal membayangkan adik bayinya yang masih merah itu sudah menantang berkelahi...

Salah-satu ciri calon pemimpin adalah tangisnya yang keras, rasanya bisa membangunkan dua tiga rumah tetangga. Selain itu... dia suka ngeles. disuruh mandi minta makan, disuruh makan bilang ngantuk, disuruh belajar ngaku capek.

Sudah jelas itu gelas barusan dia yang gunakan, tetap tak ngaku saat sudah pecah. "Bukan Tata, jatuh sendiri. Tata cuma pegang." suaranya tinggi penuh percaya diri dan mata mendelik seolah aku telah berlaku tidak adil dan menebar fitnah dengan menuduhnya memecahkan gelas. Ya benar, itu dia!

Semangat bersaingnya cukup tinggi dan daya tangkapnya bisa dibanggakan. Sekarang dia sedang menghafal Asmaul Husna. Selagi mengulang nomor 1-30, dia marah kalau aku atau siapapun mencoba mengingatkan, bila ada salah satu yang dia lupa.

Tapi dia anak yang tidak dapat dipaksa. Calon pemimpin adalah pribadi yang harus diberi pilihan, melakukan atau tidak. Calon pemimpin itu harus membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Apakah dia akan berdoa saat masuk wc atau tidak. Apakah dia akan memakai celana panjang saat tidur atau tidak. Perintah semacam, "Tata, pakai sepatunya!" tak akan dapat menaklukkannya.

Terkadang, dia bertanya padaku, baju yang mana yang bagus ia kenakan sehabis mandi pagi. Kupilihkan seleraku, ternyata ia menolak.

"Jadi, buat apa nanya Mama?"

"Tapi Tata mau pakai baju yang ini," ditariknya pelan-pelan baju favorit yang sudah lusuh dan bikin malu itu. Lagi dan lagi. Hm...

Lira


Dari tangisnya yang berurai air mata, tersedu-sedu di balik bantal hingga mata bengkak dan merah, ya benar, dia akan kuat di bidang seni atau science. Ia menangis dalam diam saat menonton film My Name is Khan.

Kulihat, buku-buku seri ilmu pengetahuan alam maupun hewan-hewan, sangat digemarinya. Setumpuk boneka hadiah ulang tahunnya dulu, tak begitu disukai. Sebagian besar sudah diturunkan ke si 'calon pemimpin'.

Ia suka membaca buku dan dapat bertahan hingga berjam-jam dengan buku itu. Bahkan hingga larut malam, saat aku pulang dari kantor sekitar pukul setengah sebelas (itu standarnya, kadang bisa lewat), sering ia masih terbangun.

Sering di hari libur, kami pergi ke Perpustakaan Wilayah Soeman Hs yang megah untuk meminjam buku. Kuperhatikan, buku yang dipinjamnya tak jauh-jauh dari buku ilmu pengetahuan, semisal dunia rawa, angkasa luar, petir dan lain sebagainya.

Dan aku berbagi pengalaman keisengan masa kecil, tentang ulahku yang 'menguji' guru dengan ilmu pengetahuan umum yang kuketahui. Salah satu yang masih kuingat adalah istilah emas hitam untuk minyak bumi, emas hijau untuk hutan belantara dan emas putih untuk platinum. Itu semua aku dapatkan dari ensiklopedi.

Untuk menguji guru di kelas, aku bertanya, "Apakah emas hijau itu?" Si guru bengong, lalu berkata dengan nama heran campur mengejek, "Tak ada emas yang hijau." Aku tersenyum. Satu-kosong.

Ternyata sekarang Rara melakukannya pada gurunya. Dan aku kaget, pertanyaannya sama, apakah emas hijau itu? Reaksi gurunya sama dengan guru SD Inpres-ku, 30 tahun yang lalu....hehehe...

Mungkin aku salah mengajarkan dia soal itu. Tapi sisi baiknya, ia jadi lebih suka belajar. Sasaran tembaknya tak lagi guru, tapi juga teman-teman sekelas.

Usianya baru delapan tahun (Agustus 2010 nanti genap 9 tahun. Ha! Anakku sudah 9 tahun!!). Melihat gayanya, di waktu kelas 2, ia kumasukkan les menari. Alhamdulillah sekarang sudah disuruh tampil membawakan tari satu-satunya yang dia kuasai setakat ini, Tari Persembahan.

Beberapa hari lalu, kami mencari tempat les musik. Di salah satu mall di Pekanbaru, petugas administrasi yang menerima kami, mengatakan, untuk pemula seperti dia, bagusnya belajar piano klasik dulu. "Nanti setelah mahir, dia gampang pindah ke alat musik manapun, biola, gitar, atau apa saja," katanya.

Lira mengatakan mau ikut les. Otakku sibuk membuat pengurangan imajiner, bagian mana dari pos pengeluaran yang akan dipotong untuk biaya les piano klasik itu. Ditambah adiknya yang sudah pasti tak mau kalah, tentu biaya akan jadi 2 kali lipat. Hampir setengah juta untuk empat kali pertemuan dikali setengah jam sekali pertemuan. Belum termasuk adiknya.

Dan sebagai catatan, percuma merundingkan masalah itu dengan si Papa, karena ia kurang (bahkan tidak sama sekali), tertarik terhadap hal-hal semacam ini.

Itulah anak-anakku. Dua saja, tapi serasa punya selusin. Bila salah satu tak ada di rumah, rumah itu sepi, tenang dan damai saja. Tapi begitu keduanya lengkap, rumah jadi ramai. Jeritan, tawa, tangisan juga, bunyi benda jatuh, gelas pecah (itu kayaknya si Tata lagi deh), derap kaki berlarian, semua ada. Hm.. i love you full!!

Kamis, 07 Januari 2010

Kok Gini Sih, Pendidikan Kita???

Pagi itu, Senin 4 Januari 2010, yang bersejarah, karena merupakan hari pertama
Lira sekolah di semester kedua kelas III-nya. Sejak malam hari dia sudah
bersemangat, karena kukatakan, mungkin sekarang ia akan masuk pagi setelah
satu semester sebelumnya masuk siang terus.
Ia memandangku tak berkedip. Takjub membayangkan kesibukannya di pagi hari untuk pergi ke sekolah.

"Tapi tugas-tugas pagi tetap harus dikerjakan ya!" kataku.

"Iya Ma," jawabnya segera.

Maka pukul tujuh kurang sedikit, ia pergi diantar papanya. Ia dibekali handphone
agar nanti bisa menghubungiku kalau akan pulang. Pukul sembilan, aku telpon dia,
menanyakan, jam berapa akan pulang. Hari pertama, biasanya hanya berisi
pengumuman tentang jam sekolah keesokan harinya.

"Belum Ma, kami masih di luar kelas. Masuknya nanti jam sepuluh," katanya.
Untung banyak kawan-kawannya yang lain juga menunggu seperti dia.

Jadi, menunggu pukul sepuluh, aku pergi dulu berbelanja dapur untuk makan siang
hari itu. Pergi sama si Tata, adiknya. Pukul sepuluh, aku kembali ke sekolah itu. Sebagian murid sudah pulang namun masih banyak yang tinggal.

Aku kaget ketika Lira mengatakan ia akan kembali masuk siang seperti semester
sebelumnya.

"Bagaimana dengan kelas III A?" tanyaku, mulai jengkel.

"Tetap masuk pagi."

Dengan kesal, kutemui guru kelasnya. Sang guru, sedang hamil, menemuiku sambil terus berdiri, karena ruang tamu sedang diisi orang lain. Kutanyakan, benarkah murid kelas III B masuk siang lagi, seperti semester sebelumnya. Mengapa tidak ada rolling sejak dia kelas satu dulu. Mengapa murid kelas III A tidak merasakan sekolah siang? Apa istimewanya kelas itu?

Jawaban yang kuterima, asal saja. Lokal kurang, jadi tidak ada rolling. Murid kelas III B, ya begitulah, kebijakan kepala sekolah, akan masuk siang terus. Kenapa kelas III A masuk pagi terus, ya begitulah. Mengapa murid kelas III B tidak berubah sejak kelas I, ya begitulah...

OMG... Mengapa mereka tak punya inisiatif untuk membuat penyegaran bagi anak-anak didik itu? Kalau seperti ini sistemnya, berarti murid kelas III B itu akan terus menghadapi guru-guru tak kreatif seperti itu. Saingan-saingan yang sama dan biang-biang kerok yang sama...

Aku jadi rindu sekolah inpres tempat aku menuntut ilmu dulu. Di sana, setiap selesai menerima rapor, kami akan bergantian masuk pagi atau siang. Kalau yang sebelumnya masuk pagi, maka sekarang ia akan masuk siang, dan sebaliknya.

Dan setiap kali tahun ajaran baru, berarti kami akan masuk ke kelas baru, kawan
baru dan guru baru... Momen itu sangat kami nanti-nantikan... karena itu artinya
kawan-kawan akan bertambah banyak, peta persaingan akan berubah dan wawasan juga akan berubah.

"Kenapa bu? Oh, ibu kerja ya?" kata si guru berusaha memaklumiku. Tapi malah
bikin tambah jengkel.

"Bukan saya Bu.. tapi anaknya. Kasihan dia tak merasakan sekolah pagi dan tak
bertambah kawannya sejak kelas satu dulu," kataku, berusaha menahan kejengkelanku yang nyaris meledak.

Tak ada solusi. Aku pulang dengan marah. Sorenya, baru aku mengadu pada suami, bagaimana sebaiknya. Rasanya setiap kali mengantarkan Lira ke sekolahnya itu, aku akan jengkel terus.
Huh!!!