Senin, 09 Agustus 2010

Kisah dalam Sebutir Telur

Kemarin sore, Rara menemuiku di dapur. Di dadanya, ia mengenggam sesuatu.
"Rara mau menetaskan telur ini, Rara mau punya anak ayam," katanya.
Tentu saja tak ada salah dengan memelihara ayam. Namun pengalaman yang
sudah-sudah, anak-anak seringkali tidak telaten memelihara sesuatu. Dulu mereka punya
peliharaan mulai dari umang-umang, kura-kura, ikan, anak ayam warna warni, semua
mati. Kura-kura malah tak kami temukan jasadnya (semoga ia berhasil melarikan diri ke
rawa-rawa di dekat rumah, amiin...).
"Tidak gampang memelihara telur hingga menetas menjadi ayam. Dia harus
dihangatkan dalam panas tertentu. Terlalu panas, bisa matang, tinggal dimakan. Terlalu dingin, malah busuk. Apakah kamu tahu berapa panas yang pas untuk mengeramkan
telur? Induk ayamlah yang paling tahu."
"Iya, Rara akan mendudukinya juga."
"Ini tidak sehari dua hari lo....Tapi 40 hari! Tidak boleh pergi kemana-mana. Induk ayam bahkan tidak makan selama mengeram itu. Puasa. Kamu sanggup?"
"Bagaimana kalau diletakkan di atas?" maksudnya di lantai atas rumah kami.
"Itu terlalu panas. Lagipula, ini telur ayam ras. Belum dicampuri oleh sel dari ayam jantan, jadi tidak akan bisa menetas."
Dia kurang paham.
"Jadi begini Rara. Orang-orang memelihara ayam ras dalam dua kelompok. Ada yang
dipelihara untuk diambil dagingnya, maksudnya, dijual sebagai ayam potong, seperti
yang sering kita beli. Ada juga ayam petelur, yang memang disiapkan untuk bertelur.
Jenis makanan untuk masing-masing ayam itu, berbeda. Ayam pedaging hanya dipelihara selama lebih kurang 30 hari, setelah itu sudah dapat dimakan. Dulu di Padang Datuk melakukannya. Kalau lewat dari 30 hari ayamnya tidak laku, petaninya rugi. Nah,
ayam petelur, diletakkan di dalam kandang yang tidak ada ayam jantannya. Mereka diberi makan yang membuatnya cepat bertelur dan banyak. Ini bedanya dengan ayam
kampung. Ayam kampung yang biasanya tidak dikandangkan, umumnya telurnya dapat
ditetaskan. Ayam-ayam itu kawin dengan ayam jantan. Kalau manusia disebut menikah.
Ayam-ayam ras tidak kawin, jadi tidak ada sel dari ayam jantan yang dapat mengubah
telur itu menjadi anak ayam," thanks God, untung dulu aku gak cabut pas pelajaran
Biologi...
Dia masih belum puas.
"Tapi Rara mau punya anak ayam..." rengeknya.
"Kalau kita tinggal di rumah di Bukittinggi, kita bisa memelihara anak ayam, karena halamannya luas, ayamnya bisa berkeliaran kesana kemari. Kalau di sini, kemana ia akan main? Tentu ke dalam rumah, mengotori semuanya. Kamu tahu, ayam itu suka
mengais-ngais tanah untuk mencari cacing. Itu sifat alaminya. Dia juga suka buang
kotoran sembarangan. Nanti, kotorannya akan berserakan dimana-mana.
"Biar Rara yang bersihkan." Ia pantang menyerah.
"Kita juga tidak punya kandangnya."
"Kan ada kardus?"
"Mau ditaruh dimana? Di dalam rumah, tak mungkin, itu mengundang ular. Di luar
apalagi. Belum anjing di depan rumah, suka main-main. Nanti dikejarnya anak ayam itu
dimain-mainkan dengan kakinya, mati deh."
Aku dan dia, sama-sama tercenung, larut dalam pikiran masing-masing....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar