Kamis, 19 Agustus 2010

Bergantunglah hanya pada Allah

Tadi usai berbuka puasa bersama di rumah, aku dan si abang menonton Super Family. Rara sudah mengambil buku, belajar di kamarnya. Tata yang sifatnya suka meniru, ikut-ikutan, juga mulai mencari bukunya. Saat kami lagi asyik berpacu menjawab pertanyaan Super Family, tiba-tiba Tata muncul.
"Ma, mama liat buku Tata nggak?"
Aku menggeleng.
"Temani Tata ke atas ya Ma, mau ngambil buku tulis."
"Mama lagi istirahat ni Ta...Coba ingat-ingat lagi, mana tau bukan di atas tinggalnya."

Dia memang agak sedikit ceroboh. Suka lupa menaruh barang-barangnya. Kaus kaki, sepatu, tas, jilbab, jepit rambut dan lain-lain, seringkali tak lengkap kiri kanannya. Entah hilang dimana. Dia sendiri tak ingat dimana terakhir barang-barang itu diletakkannya.
Merasa tak akan dapat pertolongan dariku, Tata memejamkan mata dan berdoa dengan khusuk sambil membuka laci meja makan, "Ya, Allah, mudah-mudahan di sini ada buku tulis Tata, amin!"
Dibukanya laci itu dan kecewa karena buku itu tak ada di sana. Ia pergi ke tempat lain dan membaca doa yang sama untuk mendapatkan bukunya. Kukatakan pada si abang, "Manusia yang paling bergantung pada tali Allah di dalam rumah ini, ya si Tata itulah."
Tata memang hobi berdoa. Lupa mencuci tangan, tapi terlanjur mencomot kue, cepat ia berdoa pada Allah. Kira-kira doanya seperti ini, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak masuk kuman-kuman ke mulut Tata ya Allah, amin!"
Lupa bawa helm, takut ditangkap polisi atau kecelakaan di jalan, berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan Tata tidak kecelakaan atau ditangkap polisi, amin!"
Lupa menutup mulut saat menguap, berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak masuk setan ke mulut Tata ya Allah, amin!"
Kepalanya terantuk tempat tidur, cepat berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan tidak sakit otak Tata ya Allah, amin!"
Saat lupa menaruh buku perpustakaan yang dipinjamnya, padahal hari itu harus dikembalikan, ia berdoa pada Allah, "Ya Allah, mudah-mudahan bukunya ketemu ya Allah, biar Tata tak kena denda, amin!"
Tak pernah lupa menyebut 'amin' di akhir doa. Sepertinya itu bagian yang tak terpisahkan dari doanya.
Pernah sekali, kami sama-sama membaca doa keluar rumah saat hendak pergi. Tata protes, "Ma, doa Mama nanti bisa nggak dikabulkan Allah."
"Kok bisa?"
"Mama lupa bilang amin!"
"Amiiiin....."
Walaupun terkadang apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan, atau doanya tak terkabul, ia tak pernah jera berdoa. Ia tetap yakin Allah akan membantunya. Namun seringkali doa itu memang terkabul. Bila ia menghadapi persoalan, dan ia meminta solusi padaku, aku berkata dengan enteng, "Berdoa saja pada Allah, pasti beres! Allah itu paling hebat, bisa semuanya."
Saat menulis ini, pukul 10 malam, Kamis (19/8), aku tengah berada di kantorku. Tata tinggal dengan kakaknya di rumah. Papanya pergi ke masjid. Aku tidak khawatir meninggalkan mereka berdoa, karena selalu kutitipkan ia pada Pemiliknya. Kubisikkan doa di dalam hati, "Ya, Allah, kutitip anak-anakku padaMu. Ia jauh dari penglihatanku, tapi selalu berada dalam pengawasanMu. Aku percaya, tak pernah aku kecewa karena meminta padaMu. Amin...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar