Minggu, 11 Januari 2015

Hari Kelima: Jam Gadang, Pasa Ateh, Ampiang Dadiah!




Hidung mulai meler. Flu berjamaah.  Tapi karena judul besarnya adalah liburan, hati senang-senang saja. Hari ini, agenda kami adalah naik ke Jam Gadang. 

Setelah mandi pagi dan mencuci, kami berangkat. Rombongan dibagi dua. Si Tata dan papa pergi ke Panorama. Dia masih penasaran ingin masuk lagi ke Lobang Jepang. Calon arkeolog kami ini ingin melihat kembali ruang-ruang penyiksaan, dapur  dan sebagainya di dalam lobang besar itu. 

Sementara aku sudah angkat tangan dengan urusan daki mendaki ini. Ndak  kuat di angok do mak oooi...

Rara dan Tsaqif juga gak mau ke Panorama.  Mereka memilih keliling muter-muter di Pasa Ateh saja. Okelah kalau begitu. Itu mama banget! Kami  sarapan dulu di warung sarapan Mas Karto di Pasa Ateh. Di sana ada soto, mie goreng dan lain sebagainya. Tapi sate gak ada.  

Setelah itu, Tata dan si papa memisahkan diri. Aku, Rara dan Tsaqif menuju Jam Gadang. aku penasaran ingin naik ke atasnya. Ingin foto-foto selfie buat manas-manasin ente-ente semua di rantau yang gak pada pulang kampung.

Hari itu pengunjung cukup ramai.  Kami masuk ke bagian bawah Jam Gadang, mau mengurus perizinan naik ke puncaknya. Aqif sudah gelisah, hahaha...




Jam Gadang, dibangun pada 1926, sebagai hadiah dari Ratu Belanda

 Pak Fauzi, pegawai Dinas Pariwisata Bukittinggi yang menjadi Koordinator Jam Gadang, menyambut kami dengan ramah.  Dengan baik-baik ia mengatakan bahwa kami tidak diperkenankan menaiki jam itu.


“Ini berlaku sejak 2006 lalu. Alasannya, demi keselamatan pengunjung juga. Kami kan tidak memungut karcis untuk masuk ke sini sehingga tidak ada asuransinya. Kalau terjadi apa-apa nanti di atas, kan bahaya juga,” katanya.

Saya dapat memakluminya.  Dia menjelaskan lebih jauh, dulu, tiket untuk naik ke atas Jam Gadang Rp50.000 perorang. Cukup mahal ya. Itu sembilan tahun yang lalu loh. Sekarang aja  masih terasa mahal. 

Saat ini, hanya orang-orang tertentu yang diperkenankan naik ke atas, misalnya orang-orang dari media, untuk kepentingan promosi pariwisata. Itupun di wartawan harus melengkapi diri dengan surat tugas resmi dari  kantor dan mendapat izin pula dari Kepala Dinas Pariwisata Bukittinggi.

Pihak lain yang diperbolehkan naik ke atas adalah para wakil rakyat dan aparat Kepolisian atau TNI. Kalau aparat Kepolisian dan TNI diperbolehkan naik, saya masih bisa menerima alasannya,  demi keamanan dan sebagainya yang terkait dengan itu. 

Tapi kalau para wakil rakyat, alasannya apa ya? Mau menjemput aspirasi? Aspirasi siapa yang menunggu mereka di puncak Jam Gadang? hehehe... 



Prasasti ini menerangkan sejarah Jam Gadang


Jam Gadang dibangun pada 1926 oleh pemerintah kolonial Belanda.  Bahan-bahannya adalah kapur, putih telur dan pasir putih.  Tahukah Tuan-tuan dan Puan-puan, siapa arsitek jam ini? Ternyata namanya Yazid dan Sutan Gigi Ameh. Pada prasasti di jam ini dijelaskan, bahwa ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi Rook Maker. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh putera Rook Maker yang berusia 6 tahun.

Hingga saat ini, jam yang digerakkan secara manual itu, masih hidup. Saat terjadi gempa besar di Padangpanjang, jam itu baru siap hingga tingkat ketiga. Pembangunannya lalu dihentikan sementara.
Setelah keadaan tenang kembali, pembangunan dilanjutkan hingga menjadi enam tingkat. Puncak jam itu awalnya dipasangi lambang ayam jago oleh Belanda. Sementara ketika Jepang menjajah, puncaknya diganti seperti kuil. Dan pada 1953, setelah Indonesia merdeka, puncaknya diganti kembali dengan gonjong, khas Minangkabau, hingga hari ini.

Pada malam pergantian tahun masehi 31 Desember, orang-orang berduyun-duyun datang ke bawah  jam gadang. apa yang mereka lihat?

“Karena di sekitar lokasi ini dilarang digelar panggung terbuka dengan musik hingar bingar, pada malam tahun baru diadakan pesta kembang api dan bunyi sirine. Urang-urang datang untuak mancaliak kambang api jo jam balimpik,” terangnya lagi.


Teteup wawancara...

Jam balimpik maksudnya jarum  jam berdempet di angka 12 tengah malam. 

Selagi aku asyik ngobrol sama si bapak, Rara dan Aqif sudah pergi duluan menjelajah lapak demi lapak di Pasa Ateh. Apalagi yang dicari, kalau bukan oleh-oleh, pernak-pernik kecil lucu imut. 

Pasa Ateh di Bukittinggi hingga saat ini tetaplah menjadi  magnet bagi para pelancong. Walau dari satu lapak ke lapak lainnya produk yang dijual relatif sama, namun tetap saja orang ramai berdatangan. Rasanya belum ke Bukittinggi, kalau belum ke Pasa Ateh.

Tips belanja di sana, sederhana saja; jangan sungkan menawar setengah harga! 

Aku menyusul mereka. Kami membeli baju kaos dengan tulisan khas Bukittinggi untuk Rara, Aqif dan Tata, sebagai kenang-kenangan. Puas keliling-keliling sampai kaki pegal, aku merapat ke warung yang menjual Ampiang Dadiah. Horeeee..... akhirnya ada juga kesempatan untuk menikmatinya lagi.


Ampiang dadiah, makanan khas Bukittinggi  dari susu kerbau fermentasi

Ampiang dadiah adalah makanan khas yang terdiri dari ampiang dan dadiah. Ampiang adalah beras pulut yang disangrai hingga lunak, lalu ditumbuk  hingga bentuknya pipih. Sementara dadiah adalah susu kerbau yang difermentasi, mungkin sama kayak yogurt kali ya? Rasanya asam seperti yogurt, bentuknya seperti bubur. 

Makanan ampiang dadiah dihidangkan dengan urusan; ampiang, dadiah, parutan kelapa, vla dari gula merah. Boleh ditambahi es serut di atasnya. Satu porsi Rp15 ribu.

Aku langsung menikmati menu kesukaanku itu. Rara dan Tata memilih es tebak yang sudah biasa di lidah mereka. Pas disuruh nyobain ampiang dadiah, ekspresi wajah mereka jadi lucu. Hehehe...
Tak lama kemudian, Tata dan papanya datang. Ternyata mereka juga mampir ke museum di dekat Panorama itu. Melihat ampiang dadiah, ni orang Bukittinggi aseli yang belum pernah menikmatinya, jadi pengen juga. Maka dipesanlah seporsi lagi. 

 Aqif dan Rara mencicipi ampiang dadiah punyaku. Mereka masih kurang suka. Tunggu sampai klean gadang dan jauah di rantau urang yo, pasti takana-kana jo ampiang dadiah ko mah...



Setelah itu, kami pulang dengan perasaan puas dan bahagia. 

Siap-siap untuk petualangan besok hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar