

Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Daerah Riau, turut berpartisipasi dalam Riau Women Ekspo dengan membuka stand aneka hasil batik Riau dan kerajinan lainnya. Selain itu, dibuka pula kursus kilat cara membatik, di salah satu stand di sisi kiri arena pameran kerajinan.
Sabtu (18/12) sore, saat saya dan anak-anak berkunjung, sebenarnya kami tidak tahu kalau di situ ada kursus membatik juga. Saat mengunjungi stand Dekranasda Riau, kami bertemu Ibu Lely yang memberitahu dengan senang hati, "Di samping kiri ada kursus membatik lo.Kalau mau belajar membatik seperti Michelle Obama, bisa." Anak-anakku langsung berdiri antenanya. Sebenarnya aku juga. Tapi aku masih harus pergi ke stand-stand lain untuk bahan tulisanku. Jadi aku abaikan dulu keinginan mereka. Tapi kiranya itu tak berhasil. Selagi ada kesempatan bersuara, selalu itu yang dikatakan anak-anak itu, kapan kita pergi ke tempat belajar membatik? Mengalahlah emaknya ini. Apa boleh buat deh.
Sebenarnya saat tiba di stand itu, aku serahkan saja keduanya pada dua orang penjaga stand, sementara aku sendiri langsung menyeberang ke depan stand itu, mengunjungi stand bunga-bunga cantik ijo royo-royo menarik hati. Sayangnya harganya nauzubillahiminzalik..pending, pending.....
Aku putar haluan, kembali ke stand kursus membatik itu. Di sana terlihat dua pembatik Dekranasda Riau Nuh dan Siti, sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membatik. Lima kompor kecil, kuali kecil, canting, lilin khusus batik, dan keperluan membatik lainnya, diletakkan di tiga stand yang dijadikan satu, sehingga terkesan luas. Para pengunjung yang ingin tahu cara membatik, dapat belajar di sini dan dikenakan biaya murah, hanya Rp7 ribu.
Nuh (perempuan dan sebenarnya bernama Nur, tapi karena salah tulis, jadilah ia Nuh) lulusan SMKN 4 Pekanbaru, mendampingi Rara dan Tata dan menerangkan cara memegang dasar kain yang telah digambar dengan pensil, cara memegang canting dan cara melukis dengan cairan lilin khusus di permukaan kain itu.
"Kainnya harus dipegang dengan posisi miring, supaya lilinnya tidak menumpuk di satu titik. Jangan mengambil cairan lilinnya terlalu banyak, karena ia gampang dingin dan membeku," katanya.
Permata (Tata) dan kakaknya Lira (Rara), mendengarkan dengan seksama dan memperhatikan baik-baik cara Nuh membatik. Sepertinya mudah dan mereka mulai memegang canting masing-masing. Cairan diambil, sedikit saja, lalu ditempelkan ke pinggiran kuali kecil tempat lilin itu dipanaskan. Tujuannya, agar cairan lilin di bagian bawah canting tidak ikut terbawa, karena dapat jatuh dan mengotori kain.
Mungkin karena baru kali pertama dan tak punya persepsi apa-apa, si Kiting langsung mengambil cairan lilin agak banyak sehingga saat ujung canting menyentuh kain, lilin itu langsung keluar dari ujung canting dan membentuk sebuah bulatan.
Sementara kakaknya, Lira, berusaha sehati-hati mungkin, namun hasilnya juga tidak terlalu baik. Siti dan Nuh saling tersenyum. Dikatakan Siti, mereka sering menerima siswa bahkan mahasiswa yang ingin praktek membatik di Dekranasda Riau. Tidak sedikit siswa TK seperti Permata, yang belajar membatik. Dan sepanjang kemarin saja, sedikitnya 15 orang mengambil kursus kilat ini terdorong oleh rasa penasaran akan proses membatik itu.
Cairan lilin ini digunakan untuk memblok kain sehingga saat diberi warna, tidak tersebar kemana-mana. Jadi, kita harus memastikan bahwa lapisan lilin ini benar-benar menyerap ke dalam kain, sampai ke bagian belakang. Bila tidak, saat diberi warna, bisa menyebar ke tempat-tempat yang tidak diinginkan," terang Siti pula.
Aku memandang sepele. Sepertinya memang mudah. Tapi setelah dicoba, ampun.. memang susah. Hasil karyaku tidak lebih baik dari kedua anak kecil itu.
Ada beberapa motif bunga yang dapat dipilih para pengunjung yang ingin belajar membatik di sini. Umumnya bunganya besar-besar dan tidak terlalu banyak sehingga proses belajar ini tidak memakan waktu terlalu lama.
Setelah seluruh motif di selembar kain putih berukuran sekitar 20x20 cm itu selesai diberi cairan lilin, proses selanjutnya adalah mewarnai. Ada beberapa pilihan warna yang tersedia di sini dan pengunjung dapat memilih warna yang disukainya.
Berhubung ini hanya pengenalan proses membatik, hasil karya para pengunjung disarankan untuk tidak dipakai ataupun dicuci, karena proses mempermanenkan warna tidak dilakukan di arena RWE itu. Kata Nuh, mungkin lebih baik hasil kursus itu dibingkai saja, sebagai kenang-kenangan.
Komentar Lira setelah selesai kursus, "Ternyata membatik itu tidak gampang."
Memang, dan wajar bila batik handmade berharga mahal karena proses pembuatannya memerlukan waktu yang tidak sebentar, kesabaran yang tidak sedikit dan proses yang tidak sederhana. Membeli batik handmade sama dengan menghargai hasil karya orang lain, menghargai kebudayaan bangsa sendiri, sekaligus menghargai manusia yang bergelut di bidang ini. (Fitri Mayani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar