Selasa, 29 Desember 2009

Astaga, di Riau Masih ada Bocak Bergizi Buruk?

Saya kaget membaca berita bahwa di Siak, ditemukan seorang bocah penderita gizi buruk. Siak, negeri para raja, negeri yang kaya oleh sumber daya alam, terkenal karena ketinggian budayanya, ternyata masih memiliki bocah penderita gizi buruk.
Bunga Dewi Lestari (1), nama bocah itu, beratnya hanya lebih kurang 4 kg. Tubuhnya lemas, kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok. Bapaknya seorang buruh sedang ibunya berdagang keci-kecilan di pinggir minyak pipa BOB.

Dalam imajinasi saya, sebuah kartun yang menarik langsung muncul. Seorang wanita menjajakan barang remeh temeh di samping pipa yang mengalirkan dollar dari pekarangan rumahnya sendiri. Ia hanya menjadi penonton,
Akibat kondisi tubuhnya yang memprihatinkan itu, iapun dirujuk ke RSUD Siak. Setelah diekspos media, banyak kalangan yang merasa kebakaran jenggot. Salah satunya Kadis Kesehatan Siak. Menurutnya, pihaknya sudah melakukan upaya-upaya penyelamatan terhadap Bunga, namun memang kesadaran orang tuanya yang kurang, sehingga Bunga mengalami nasib senestapa itu.

Selain Kadis Kesehatan Siak Budiman Shafari, yang merasa kena tinju telak di wajahnya oleh bocah kecil kurus itu, ada lagi yang merasa kesal, yaitu Hj Nuraini OK Fauzi, Ketua Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) Kabupaten Siak. Kasus Bunga juga sebuah tamparan ke wajahnya karena ini seolah merontokkan kesuksesan program tambahan makanan dan gizi yang dijalankannya di Siak.
Menurutnya sudah cukup banyak program tambahan makanan dan gizi yang dilakukan pemerintah untuk membantu balita di Indonesia, termasuk di Siak. Harusnya kasus ini tak terjadi lagi.

Mungkin memang Rodiah, ibu Bunga, yang kurang telaten mengurusi anaknya, karena desakan ekonomi. Mungkin memang ia lebih mengutamakan mencari uang daripada memberikan makanan bergizi untuk bayinya. Di kampung-kampung, terkadang orang-orang memang masih bertahan pada pemikiran lama yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Makan banyak lebih penting daripada makan berkualitas. Makan sepiring nasi walau hanya dengan garam, sudah membanggakan orang tua ketimbang makan sedikit tapi dengan asupan gizi yang lengkap.

Mungkin pola pikir semacam itu yang harus kita ubah. Makanan bergizi tak selalu mahal. Bayam, kangkung, telur, ikan, sebenarnya dapat diperoleh dengan mudah dan tanpa biaya, asal kita mau sedikit berusaha. Bayam misalnya, hanya dengan menyerakkan bijinya di sembarang tempat, dapat tumbuh sedemikian. Dipupuk dengan air tajin, darah sisa ikan, juga jadi. Ikan dapat ditangkap di kolam atau sungai. Telur mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Jadi, apa yang susah?
Pemikiran bahwa makan banyak lebih baik ketimbang makan sedikit tapi lengkap asupan gizinya, harus diubah. Memang bukan kerja ringan, tapi bila kita mau berusaha, insya Allah, akan dimudahkan. Selamat mengubah pola pikir masyarakat, para pemimpin Siak...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar