Selasa, 29 Desember 2009

Menikmati Kayong Utara, Menyeberangi Dumai-Rupat


Sudah lama saya ingin pergi ke Pulau Rupat, sebuah pulau eksotis di Kabupaten Bengkalis berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pemandangan pantai pasir putih Tanjung Lampin yang konon menghampar luas sepanjang 8 km,sungguh menggiurkan untuk dikunjungi. Namun saya tak punya kesempatan untuk pergi ke sana, bila tak dikhususkan betul.
Jatah libur 2009 ini sudah habis disikat, Juli lalu, bertepatan dengan penugasan liputan ke Kabupaten Ekspo di Jakarta Convention Centre dari majalah tempat saya nyambi kerja sekali sepekan. Setelah itu, mendadak kami harus pindah ke rumah baru yang diidam-idamkan selama sembilan tahun ini. Jadi liburan itu diisi dengan mengangkat barang-barang pindahan dan beres-beres di rumah baru. nanti saya ceritakan kondisi rumah itu di bagian lain...
jadi intinya, tak ada lagi jatah libur dari kantor tahun ini. Tapi saya harus pergi ke sana, karena ada moment peresmian kapal roll on roll off Dumai-Tanjungkapal, Rupat yang berlaku tiap hari. Ini alasan tepat untuk dicoba.
Maka kami sekeluargapun menyusun rencana. Jauh-jauh hari si Abang sudah diwanti-wanti untuk tidak membuat jadwal keluar kota pas hari keberangkatan kami. Lira juga disuruh minta izin sama guru sekolah, MDA dan les-nya, bahwa pada hari itu, ia tidak masuk. Syukur alhamdulillah, semua memberi izin. Sekolah umumnya belum ujian, demikian pula MDA. Jadi aman untuk berangkat.
Jumat malam, saya masih bekerja hingga pukul setengah dua belas malam. Tak bisa diburu agar lebih cepat karena halaman Siak yang saya pegang, baru dikerjakan pada sesi tiga. Itu artinya, baru dikerjakan sekitar pukul setengah sepuluh malam. Apa boleh buat, dijalani saja. Toh selama ini, rutinitas ini berjalan biasa saja. Dan saya masih bisa bangun pagi untuk Shalat Subuh tepat waktu, berikut shalat sunatnya dan zikir-zikir panjangnya...
jadi, bangun pagi itu, anak-anak yang sudah disiapkan mental dan fisiknya sedari malam, bangun dengan gembira. tak perlu mandi karena hari masih terlalu pagi. saya katakan, nanti saja mandinya di Dumai. Kami sudah pasti harus menginap karena perjalanan ke Dumai memakan waktu sekitar lima jam.
Saya bangun dengan mata tak dapat dibuka pagi itu. Sakit mata. Ketularan si Lira, lalu adiknya dan sekarang giliran saya, dua minggu setelah keduanya sembuh. Dengan mata tertutup, saya berjalan sambil meraba-raba ke kamar mandi. Di bawah tangga, saya mengambil secuil kapas lalu terus ke kamar mandi. Mata masih belum dapat dibuka. Kotorannya luar biasa banyak dan lengket.
Di kamar mandi, saya membasahkan kapas dengan air lalu mengusap perlahan mata yang penuh kotoran itu. lalu membukalah ia keduanya. saya liat di kaca, astaga... alangkah merah dan bengkaknya!
"Air kencing pagi obatnya," kata si Abang beberapa hari lalu. Kakakku bilang, ia baru sembuh juga dari sakit mata. Anaknya si Intan, mencoba resep tradisional itu dan sembuh dalam beberapa hari. hanya sehari yang parah betul, sementara kakakku yang agak jijik, menderita beberapa hari yang menyedihkan dengan mata memalukan itu.
Maka akupun memberanikan diri mengambil setetes dua air kencing pertama pagi itu dan meneteskannya dengan cottonbud ke kedua mataku. Rasanya perih sekali. Aku usahakan, tidak terlalu banyak air kencing itu yang diteteskan karena tetap saja aku merasa itu najis dan jangan sampai turun ke tenggorokan..
Sekitar pukul tujuh pagi, dengan anak-anak yang sudah siap di dalam mobil, aku dengan kaca mata hitam, berangkat ke Dumai.
Perjalanan tidak begitu menyenangkan karena aku berusaha untuk memejamkan mata selama perjalanan. Alangkah tidak enaknya mengadakan perjalanan dalam kondisi badan tidak fit itu. Tapi apa boleh buat, harus aku lakukan karena tidak ada lagi waktuku untuk menundanya. Tulisan dan foto-foto perjalanan itu ditunggu untuk edisi Desember.
Sampai di Duri, Lira berkata bahwa tas pakaiannya yang berisi aneka baju dan buku-buku bacaan, tertinggal di rumah. Aku kira dia main-main, ternyata tidak. Beruntung adiknya membawa baju dan celana dalam beberapa lembar sehingga si kakak bisa meminjam.

Siang itu, sekitar pukul setengah satu, kami sampai di pelabuhan roro Dumai. Sayang roronya sedang diperbaiki hari itu sehingga kami harus menunggu hingga besok pagi. Beruntung kami membawa bekal makan siang berupa nasi dan dendeng dari daging kurban yang dikirim ibuku dari Padang. Hm... alangkah nikmat dendeng buatan Ibu...

Kami menginap di hotel. Si Permata merengek sedih karena tak bisa tidur aku keloni. Ia biasanya tidur di lenganku sambil diusap-usap kulitnya, entah itu lengan, kaki, atau wajah, sampai tertidur. Aku malah demam malam harinya. Untung keesokan paginya sembuh sendiri. Tapi pengobatan tradisional dengan air kencing tetap kulakukan...

inilah catatan perjalanan itu...
Minggu 6 Desember lalu, saya mencoba roro penyeberangan Kayong Utara dari Dumai ke Pulau Rupat. Berjarak sekitar sepekan dari peresmiannya oleh Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit, hari itu Kayong Utara melayani warga yang antusias hendak menyeberang ke Pulau Rupat.
Udara terasa sejuk pagi itu. Matahari bersinar di balik awan. Tertera di dinding Kantor Dinas Perhubungan Dumai, di pelabuhan roro, tepatnya di samping Terminal Agro itu, jadwal penyeberangan dari Dumai menuju Rupat diawali pukul 06.30 WIB. Namun pagi itu keberangkatan pertama terpaksa ditunda karena pasang belum lagi naik. Roro itu tak bisa masuk ke pelabuhan.
Begitu pasang naik, roro itu segera menuju pelabuhan dan para penumpang satu demi satu menaiki kapal itu. Penumpang roro sangat beragam. Pedagang harian, pedagang kue, pencari burung, guru, masyarakat biasa, dan sebagainya.
Pemandangan menarik terlihat di dek kapal itu. Sepeda motor dengan keranjang rotan di bagian belakangnya, berderet rapi dengan kepala menghadap ke depan. Siap untuk turun ketika kelak sampai di Dermaga Tanjung Kapal, Rupat.
Pagi itu penumpang lebih banyak pedagang kecil yang mencari bahan mentah di Rupat yang memang masih banyak hutannya. Ada pula pedagang kecil yang akan berjualan ke Rupat, seperti seorang pedagang roti yang pagi itu, juga melayani sesama penumpang yang belum sempat sarapan.
Selain para pedagang kecil yang merasa sangat terbantu dengan adanya roro ini, masih ada warga lain yang juga merasa gembira dengan pengoperasian Kayong Utara. Di antara penumpang itu, terdapat pula guru, pemikat burung, warga biasa, dan sebagainya.
Syaiful, seorang pemikat burung, selalu ulang-alik Dumai-Rupat, tiga kali sepekan. Di Rupat, ia mengontrak rumah bersama keluarganya. Kerjanya memikat burung untuk kemudian dijual di Dumai. Pagi itu, akan pergi ke Rupat untuk melaksanakan pekerjaannya.
Syaiful mengatakan, Kayong Utara sangat meringankan masyarakat kecil seperti dirinya. Sebelumnya, ia harus mengeluarkan biaya Rp20 ribu untuk menyeberang dengan pompong ke Rupat. Sekarang, ia dapat menyeberang dengan aman dan gratis pula.
Pemprov Riau memang belum mengenakan ongkos bagi para penumpang roro itu. Namun dalam waktu dekat, ongkos ini akan dibelakukan juga, mengingat tingginya antusias warga menggunakan roro ini.
"Saya dengar memang akan ada ongkosnya nanti. Mungkin tak lama lagi. Tapi masih terjangkau kok, karena kabarnya hanya Rp13 ribu untuk sepeda motor berikut orangnya. Dulu naik pompong malah sampai Rp20 ribu," kata Syaiful.
Pagi itu, penyeberangan pertama dimulai pukul 08.22 WIB. Penumpang sebagian naik ke lantai dua kapal untuk menyaksikan pemandangan dan menikmati angin laut. Bangku-bangku panjang yang dibuat menempel ke dinding kapal dan berbentuk letter U, dapat menampung sekitar tiga puluh penumpang.
Sebagian penumpang memilih tetap berdiri di dek sambil menikmati angin. Penyeberangan hanya berlangsung lebih kurang 35 menit, dari Dumai ke Tanjung Kapal, Rupat. Jadi tak terlalu lama. Selama perjalanan, orang-orang bercengkerama sesama mereka.
Roro Kayong Utara itu merupakan aset Pemprov Riau. Dikatakan Kepala Dinas Perhubungan Bengkali Joni Syafrizal, baru-baru ini, roro itu termasuk jensi lands craft tank (LCT) yang dapat menampung tak hanya kendaraan roda dua, melainkan juga beberapa unit mobil.

Dikatakannya, pengoperasian roro ini seiring dengan telah selesainya pembangunan dermaga atau pelabuhan kapal, baik di Dumai maupun Tanjung Kapal.

Dengan dioperasikannya pelabuhan serta kapal roro jenis LCT tersebut, sarana transportasi masyarakat antar pulau dapat dilayani dengan maksimal, terutama bagi mereka yang memiliki kendaraan dengan tujuan Kota Dumai. Di samping itu, seluruh infrastruktur pendukung juga terus dibenahi untuk mendukung operasional pelabuhan dan kapal roro.

“Mudah-mudahan dengan beroperasinya roro LCT nantinya, akses perhubungan antar pulau semakin bergairah dan masyarakat dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin,” tutup Joni.

Saat libur Idul Adha yang lalu, Kayong Utara benar-benar menjadi idola. Berita tentang keberadaannya telah memancing rasa ingin tahu banyak orang. Tak sedikit warga Pekanbaru yang sengaja datang ke Dumai untuk mencoba roro ini. Kayong Utara memang spesial, karena ia dapat memuat mobil, sehingga orang dapat berjalan-jalan di Rupat untuk kemudian sore kembali ke Dumai.
“Pelayaran roro LCT itu disambut antusias warga, baik yang ada di Rupat maupun di Dumai. Khusus untuk warga Rupat, mereka tidak hanya berasal dari Kecamatan Rupat, tapi juga dari Kecamatan Rupat Utara. Dengan adanya penyeberangan ini, warga bisa balik hari kalau ke Kota Dumai,” terang Joni.

Minggu (29/11) lalu, puluhan kendaraan roda dua malah tidak bisa balik ke Kota Dumai karena penuh. Akibatnya, warga Dumai tersebut terpaksa bermalam di rumah-rumah penduduk di Kelurahan Tanjung Kapal maupun Batu Panjang.

Saat ini, jembatan penghubung Rupat dengan Rupat Utara, sedang dalam tahap pengerjaan. Bila jembatan ini siap dan jalan-jalan telah diaspal mulus, maka arus wisatawan dari Riau Daratan menuju Rupat Utara yang eksotis dengan pantai Tanjung Lampinnya yang berpasir putih, diperkirakan akan membludak. Duuuh.. jadi tak sabar....***

3 komentar:

  1. Asslm. BU Fitri, saya sengaja berkunjung ke Blog Ibu yang menarik ini, untuk mencari informasi menyeberang dari Dumai ke Rupat. Kebetulan saya ditugaskan untuk survey lokasi di Rupat Utara, apakah Ibu Fitri bisa memberikan informasi lebih detil apa yang harus saya persiapkan? Saya berangkat via Jakarta ke Pekanbaru, kemudian Dumai.
    Apakah mobil bisa ikut menyeberang ke Rupat Utara?
    Apakah ada persewaan motor/mobil di Rupat Utara?
    Bagaimana infrastruktur jalan dan fasilitas penginapan di Rupat Utara?
    Atau saran lain yang Ibu Fitri ingin sampaikan?
    Terimakasih.. salam -- Erin

    BalasHapus
  2. halo Erda Rindrasih...senang Anda mengunjungi blog saya ini. Semoga betah membaca tulisan-tulisan lainnya ya. Maaf saya baru membalas sekarang komentarnya. saya jawab satu-satu ya.
    1. Mobil bisa menyeberang ke Rupat. tapi tidak ke Rupat Utara. Itu pulau yang berbeda dengan Rupat Utara. Waktu tulisan ini dibuat, saya tak jadi sampai ke Rupat Utara, karena jembatan penghubung kedua pulau belum siap. Jadi mobil kami tinggal di pelabuhan di Dumai.
    2. Setahu saya persewaan motor mungkin ada. Mobil tidak, karena ifrastruktur jalannya memang belum memadai. Orang biasanya mengunjungi Rupat Utara dengan perahu motor dari Dumai dan perlu waktu beberapa jam. Maaf saya tidak tahu berapa jam pastinya.
    3. Infrastruktur jalan dan fasilitas penginapan kabarnya juga belum tersedia. Orang-orang datang ke Rupat Utara biasanya mendirikan tenda.
    4. Saran saya, carilah informasi lebih lengkap kepada rekan yang ada di Dumai atau Bengkalis. Saya sendiri menetap di Pekanbaru dan sebenarnya saat mencoba Kayong Utara, kami tidak turun dari kapal. Kapalnya tidak bisa merapat, sehingga ada jarak beberapa meter antar kapal dengan lantai pelabuhan. Orang-orang membentangkan sepotong papan penghubung kapal dengan lantai pelabuhan dan lewat papan itulah sepeda motor diturunkan ke Rupat. Waktu itu saya sempat diingatkan sama teman di Bengkalis untuk mengurungkan niat pergi ke Rupat, karena medannya sangat tidak memungkinkan dilalui mobil. "Pasti balik kanan," katanya sehingga kami mengurunkan niat.
    Begitulah keterangan dari saya, semoga membantu...

    BalasHapus
  3. ass buk, saia mau bertanya , saia mahasiswa dan saat ini akan melaksanakan Kuliah kerja nyata di kecamatan rupat , apakah ibu tau keadaan disana ? apakah sudah ada listrik ? dan untuk airnya bagaimana bu ? mohon balasannya buk :)

    BalasHapus