Selasa, 29 Desember 2009

Kisah-kisah Tragis pada Gempa Sumbar

Berbagai peristiwa tragis mewarnai gempa 7,6 SR yang melanda Padang dan sekitarnya, 30 September lalu. Beberapa mendirikan bulu kuduk, sisanya membuat hati terasa perih.
Siang keramat itu, seorang ibu marah-marah pada anak lelakinya yang sudah beberapa hari bolos les ke LBA-LIA di Jalan Khatib Sulaiman, Padang. Geram dengan ulah si anak yang seolah tak peduli dengan masa depannya, ia mengantarkan sendiri si anak ke tempat lesnya.
Saat ibu itu masih berada di jalan yang sama sepulang mengantar anaknya, gempa hebat itu mengguncang. Si anak terkubur hidup-hidup. Si Ibu konon tak dapat bicara hingga hari ini.

Seorang suami, mengantarkan istrinya ke kantornya sebuah dealer mobil di Jalan Proklamasi. Sore itu istrinya akan memberikan surat cuti melahirkan, karena kandungannya sudah demikian berat. Tinggal menunggu hari.
Sang suami menunggu di halaman, tak turun dari sepeda motornya. Lalu gempa datang tanpa aba-aba. Ia melihat istrinya berlari ke luar, dalam jarak beberapa meter dari dirinya. Suami itu mengejar, mencoba menyelamatkan dua nyawa berharga miliknya itu. Tapi ia kalah cepat dengan kekuatan alam. Istrinya tewas tertimpa bangunan. Sementara tangan si bayi, terulur keluar dari robekan di perut ibunya.
Pemilik LBA-LIA itu sendiri, hari itu tergerak hatinya untuk mengantarkan sang istri mengajar ke lembaga itu. Itulah kali pertama ia mengantarkan istrinya mengajar. Namun kiranya itu benar-benar pengalaman sekali seumur hidup karena saat pergi meninggalkan tempat les itu, bumi berguncang. Istrinya tertimpun reruntuhan. Bangunan tiga lantai yang semula megah, kini tinggal dua lantai. Lantai pertama telah tenggelam ke perut bumi, menyisakan dua lantai di atasnya.
Itu hanya segelintir kisah tragis yang dialami warga Padang. Masih banyak kisah lainnya yang membuat perasaan terasa nelangsa. Kiamat bagi mereka sudah datang. Sebagian yang siap dengan bekalnya, tentu tak risau. Mati dalam keadaan apapun, bukan masalah, karena itu hanya proses. Hal yang lebih penting adalah bagaimana kita menghadapinya.
Bagaimana dengan kita, yang selamat, yang setiap hari melangkah dengan pasti menuju ke kematian kita? Sudah siapkah kita? Melihat kemaksiatan dan hukum Tuhan dilanggar di sekeliling kita, dapatkah kita membayangkan, azab apa yang sedang dirancang Allah untuk kita?

1 komentar: