Rabu, 30 Mei 2012

Tragedi Sukhoi Superjet 100



Sejak tragedi jatuhnya pesawat canggih Sukhoi Superjet 100 buatan Rusia pekan lalu, berita seputar pesawat jet itu dan juga Gunung Salak, menjadi ramai dibicarakan. Ada yang serius, tentang upaya pencarian dan pengevakuasian para korban dari lereng Gunung Salak dengan kemiringan hingga 85 derajat, ada pula yang berbau mistis. Tidak sedikit pula rumor yang agak menyinggung rasa nasionalisme kita, serta penyebaran foto palsu oleh orang tak dikenal di twitter tentang kondisi korban Sukhoi yang sangat mengenaskan.

    Seperti yang ditulis di salah satu media, tim penyelamat yang tidur di lereng gunung itu, secara aneh mengalami mimpi basah bersamaan.  Tema mimpinya sama, yaitu dijamu wanita cantik di sebuah rumah bak istana di puncak gunung itu.Ada pula yang mendengar suara wanita minta tolong, walau tak jelas dari mana sumbernya.

    Di Rusia, tragedi Sukhoi yang cukup menarik perhatian masyarakat internasional ini, juga membawa 'korban'. Seorang pramugari dipecat dari pekerjaannya karena menulis di akun twitternya tentang tragedi itu dan menyumpahi Sukhoi sebagai pesawat yang menyebalkan. Tulisan yang tidak mencerminkan empati terhadap para korban dan keluarganya itu, juga menyinggung rasa nasionalisme masyarakat Rusia. Istilah kita, 'sesama bis kota dilarang saling mendahului'. Kira-kira artinya, sesama Rusia dilarang saling menjatuhkan.

    Lalu muncul pula kisah baru, pilot Sukhoi ditemukan tersangkut di ranting pohon dengan parasut di punggungnya. Hallooo.... pilot berlisensi internasional, dengan jam terbang tinggi, duta bangsanya untuk menjual pesawat kebanggaan, menyelamatkan diri sendiri dengan parasut? Ini mungkin lebih kurang sama dengan ulah Francesco Schettino, kapten kapal pesiar Costa Concordia yang karam setelah menabrak karang di Tuscsan yang dekat dengan pulau Giglio, Italia.

Ia yang seharusnya keluar dari kapal paling akhir, tentu saja setelah memastikan semua penumpang telah turun dari kapal, malah duluan naik ke sekoci penyelamat. Ia konon telah diperingatkan hingga 10 kali agar kembali ke kapal dan membantu mengevakuasi para penumpang, namun menolak. Kapten itu berakhir di pengadilan.

    Pemerintah Rusia dapat dikatakan 'kebakaran jenggot' akibat kecelakaan ini. Bagaimana tidak. Sukhoi Superjet 100 yang akan ditawarkan ke perusahaan-perusahaan penerbangan di Indonesia, juga sudah dipesan sebanyak 200 unit  oleh perusahaan penerbangan lainnya. Selain itu, beredar pula kabar tak sedap bahwa Sukhoi sebenarnya dirancang oleh insinyur-insinyur tak bersertifikat. Dengan adanya kecelakaan ini, ditambah dengan sekumpulan kabar lainnya, masih adakah yang berminat untuk membeli Sukhoi?

    Belum lama ini, seorang pengamat kedirgantaraan dengan tegas mengatakan bahwa teknologi Sukhoi sebenarnya telah lebih dulu diterapkan PT Dirgantara Indonesia (sebelumnya bernama IPTN) dan dipimpin BJ Habibie. Perusahaan itu dulu pernah berjaya memproduksi pesawat-pesawat komersial dan dijual ke negara-negara tetangga. Walaupun pesawat itu 'dibarter' dengan beras oleh negara pembeli, paling tidak Indonesia telah pernah mencapai tahap sebagai produsen pesawat.

    Kini, IPTN atau PT DI telah ditutup. Sebagai gantinya, siswa-siswa SMK merintis kembali dari nol perakitan pesawat dan dimulai benar-benar dari dasar. Sebagai gantinya juga, kita ditawari Sukhoi, yang teknologinya 'meniru' produksi kita sendiri, beberapa tahun lalu. Adakah pelajaran yang bisa kita petik? Semoga...
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar