Minggu, 15 Juli 2012

Mama, Mama Ingin Anaknya Nanti Jadi Apa?

Dialogku dengan Tata kemarin malam (Sabtu, 14 Juli 2012) cukup berkesan.  Saat kami beristirahat di tempat tidur sepulang hang out ke Mal SKA, dia bertanya, aku ingin anakku kelak menjadi apa?
 
Aku teringat profil-profil siswa dan mahasiswa Indonesia berprestasi yang dimuat di media baik cetak maupun elektronik. Sebagai penanggung jawab Halaman Edukasi di Harian Vokal tempatku bekerja saat ini, aku selalu memberikan porsi yang cukup untuk anak-anak berprestasi. Ada profil anak tukang cuci yang mendapatkan beasiswa berkat Nilai UN-nya termasuk kelompok lima tertinggi se-Indonesia. Ada juga juara olympiade kimia yang mendapatkan undangan kuliah di Oxford, Inggris. Samuel Leonardo Putra nama anak lelaki itu, berkata, "Semoga Pemerintah Tepati Janji, Saya Bisa Kuliah di Oxford".

 Biaya kuliah di universitas itu Rp250 juta/tahun ditambah biaya hidup Rp150 juta/tahun. Kalau ditotal, uang Rp400 juta itu cukup untuk membeli satu unit rumah di Pekanbaru. Bahkan di daerah pinggiran, mungkin kita bisa mendapatkan rumah sederhana hingga 6 unit.
   
Dengan gajiku dan papanya, ditambah pertimbangan usia kami berdua yang sudah tidak muda lagi, plus bahwa Tata masih punya kakak, tentu sungguh tak masuk akal bila kami sanggup membiayainya kuliah ke luar negeri dengan biaya sendiri. Apalagi dengan biaya semahal itu.
 
Ada pula generasi muda Indonesia yang berangkat ke Amerika untuk bertarung dalam  kontes robot. Ada yang menciptakan alat penetralisir CO2 menjadi O2, ada yang membuat mobil irit, dan lain sebagainya. Saya kagum pada generasi  muda Indonesia itu.
 
Masih banyak lagi karya generasi muda Indonesia. Kisah-kisah inspiratif kalangan kampus ini dapat dilihat di situs okezone.com pada rubrik 'kampus; atau kompas.com pada rubrik 'edukasi'. Saya suka membaca kisah-kisah di rubrik itu dan bangga mengetahui bahwa banyak siswa dan mahasiswa Indonesia yang kreatif di luar sana.

 Jadi saat Tata bertanya, aku menjawab, "Mama ingin anak Mama menjadi anak yang pintar, kreatif, sekolah dengan baik, cinta pada Allah, takut dan sayang pada Allah. Berprestasi, tidak suka berbuat jahat pada orang lain. Mau jadi apapun, dokter, polwan (cita-citanya hingga usia 7 tahun ini), bahkan mungkin hanya jualan sayur di pasar, tak masalah, asalkan anak Mama tidak sombong dan selalu ingat pada Allah."

 "Jadi Mama tak apa-apa kalau Tata jadi tukang sapu aja?"

 "Biar aja. Tukang sapu yang sopan, suka menolong, tidak pernah lalai dengan ibadahnya pada Allah, jauh lebih mulia dibandingkan orang kaya atau pintar tapi sombong minta ampun. Biar uang kita sedikit, kalau kita selalu bersyukur, Allah pasti akan mencukupkan uang kita yang sedikit itu untuk hidup kita."

 Dia diam, lama matanya tak berkedip menatapku. Lalu tiba-tiba ia memelukku dan membenamkan kepalanya di dadaku. "Tata sayang Mama..." katanya.

 Suasana malam itu di rumahku memang sangat romantis. Tapi tunggu besok pagi, ketika harus membangunkannya. Uji nyali dimulai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar