Minggu, 06 Februari 2011

Launching dan Bedah Buku A9ama Saya Adalah Jurnalisme





Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya buku 'A9ama Saya Adalah Jurnalisme' karya Andreas Harsono, resmi diluncurkan di Gedung C Perpustakaan Soeman Hs, Pekanbaru, Minggu (6/2/11).
Banyak hal yang dibicarakannya terkait perkembangan pers dunia saat ini. Apa yang akan dilakukan wartawan bila berita yang ditulisnya tidak dinaikkan media tempatnya bekerja, bagaimana menjaga idealisme, bisakah 9 elemen jurnalisme diterapkan dalam kehidupan nyata para wartawan di lapangan, dan lain sebagainya.
Ternyata jawabannya sederhana saja. Bila tidak dimuat di media cetak, bukankah masih ada blog, youtube, facebook, twitter, dan lainnya? Itulah bedanya pers jaman dulu dengan sekarang. Dalam lima tahun terakhir, demikian pesatnya perkembangan pers, menembus batas negara. Ia juga menegaskan, wawancara melalui chatting di fb-pun, selagi sumbernya layak dipercaya, adalah akurat dan sah-sah saja dijadikan berita.
"Karena itulah, wartawan sekarang harus mempelajari bahasa internet, shooting video, cara mengedit gambar dan suara, buat blog dan ikuti arus perkembangan media," tegasnya.
Soal menjaga idealisme, jawabannya juga sederhana saja; menulislah dengan baik. "Kalau tulisan Anda baik, pekerjaan akan datang dari mana-mana," katanya. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang berkeliling terus dari Sabang sampai Merauke dalam
rangka pekerjaan-pekerjaan itu.
Dan soal penerapan 9 elemen jurnalisme dalam kehidupan sehari-hari, sangat bisa, apalagi oleh pers kampus yang tak perlu khawatir akan diputus kontrak iklannya oleh pihak manapun. Jawaban ini disampaikan oleh Juwendra Asdiansyah, salah seorang
pendamping Andreas dalam mengupas buku ini.

Tiga rekomendasi
Tiga hal yang direkomendasikan Andreas Harsono pada wartawan hari ini adalah, pelajari Bahasa Inggris, buat blog dan carilah beasiswa. Dengan bahasa Inggris, berita yang sama akan dihargai berlipat-lipat dibandingkan bila ditulis dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan media lokal. "Menulislah dalam bahasa Inggris, karena media-media di luar lebih menghargai karya jurnalistik," pesannya.
Lagipula, tak lama lagi media konvensional yang dicetak dengan kertas, kelak akan ditinggalkan, seiring makin sulitnya mendapatkan bahan baku kertas karena adanya pelarangan penebangan kayu. Saat ini saja, demikian dikatakan Sutrianto dari Riau Pos, harga koran yang dijual ke pasaran, jauh di bawah harga ideal dan perusahaan harus mensubsidinya.
Andreas Harsono yang telah berada di Riau sejak sepekan silam untuk mengajarkan tentang jurnalisme pada wartawan kampus, hari itu didampingi tiga pendamping dan seorang moderator, yaitu Ahmad Jamaan dari UR sebagai moderator, Budi Setiyono dari Yayasan Pantau, Juwendra Asdiansyah dari Lampung dan Sutrianto dari Pekanbaru.
Buku 'A9ama Saya Adalah Jurnalisme' ini berisi kumpulan tulisan Andreas Harsono sejak 1999-2007 seputar jurnalisme. Dikatakan Ahmad Jamaan, buku ini setara dengan novel filosofi Dunia Sophie karya Jostein Gaarder yang bercerita tentang filsafat dengan cara yang sederhana dan ringan. Wajar saja bila kemudian ia tidak saja patut dibaca oleh para jurnalis, tapi juga layak dikonsumsi oleh masyarakat umum. Sementara Benny Glay dari Sekolah Tinggi Theologia Walter Post, Sentani, Papua, menulis di sampul belakang buku, "Andreas...dorang bahas dan persoalkan barang-barang yang disembunyikan." Statemen yang menarik dan mengena.
Andreas Harsono merupakan satu dari segelintir wartawan Indonesia penerima Neiman Fellowship on Journalism dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Bila jurnalisme adalah sebuah 'agama', maka Bil Kovach adalah 'nabi'nya. Bill Kovach
mengajarkan tentang 9 elemen jurnalisme. Terbitnya 'buku-bukuan' ini, demikian Andreas menyebutnya, adalah wujud terima kasih dan balas budinya pada sang Nabi Bill Kovach. ***

2 komentar: