Senin, 11 April 2011

Buku tabungan Tata

oleh Fitri Mayani pada 13 Juli 2010 jam 22:35
Tadi saat akan pulang sekolah, ibu guru Tata memberikan para murid sebuah buku berwarna kuning. Katanya, "Ini namanya buku tabungan ya Anak-anaaaaak.... Mulai besok, anak-anak ibuk sudah boleh menabung. Jadi anak-anak tak boleh membawa uang jajan ke sekolah, kecuali untuk ditaaa...."
"Buuuuung...." koor anak-anak kecil itu.
Maka dibagi-bagilah buku itu. Senang sekali si Tata juga kebagian. Kakaknya memberi petunjuk, bahwa semua yang yang ia dapatkan dari mama atau papa, atau juga dirinya, boleh ditabungnya di buku itu. Nanti kalau ia sudah tamat TK, uang tabungan itu akan banyak, cukup buat pergi jalan-jalan ke Amerika,
misalnya...(menghayal.com).
Siang itu, setelah letih muter-muter mencari kekurangan buku tulis si Rara dan menyampulnya, aku bertanya, "Rara, salonnya masih buka? Mama mau perawatan punggung nih!"
"Sori Ma, salonnya udah tutup. Rara mau siap-siap pergi sekolah."
Tiba-tiba si Tata muncul dengan wajah cerah seria. "Sama Tata aja Ma. Tata juga punya salon."
"Gratis?" Secara kemarin dia menggratiskan perawatan punggung dan kepala khusus untukku.
"Tidak, mama harus bayar. Nanti uangnya mau Tata tabung di sekolah."
Aku tertawa. Kreatif! Kecil-kecil sudah matre!
Maka akupun memulai perawatan punggung siang itu dengan si Tata. Tapi sebelumnya, ia berlari-lari dulu ke salon kakaknya di lantai atas untuk mengambil daftar harga. Begini kira-kira isi daftar itu

Salon Rara

1. Perawatan Wajah Rp2.000
2.Perawatan Badan Rp2.000 (ini maksudnya punggung, red)
3.Perawatan Tangan Rp2.000
4.Lulur Rp3.000

Karena pelanggan tetapnya berambut keriting, di bagian paling bawah daftar itu ditambahkan: Perawatan rambut ikal Rp3.000. Akibat daftar harga ini, aku telah berutang hingga Rp17.000 di salon itu gara-gara si Tata tiap hari melakukan anekaperawatan.
Daftar itu disodorkan Tata padaku sambil bertanya, aku mau perawatan yang mana. Kupilih spesialisasiku, perawatan badan seharga Rp2.000. Segeralah petugas salon itu mengolesi punggungku dengan handbody dan mulai mengurut.
"Mama mau perawatan apa lagi selain perawatan punggung?"
Aku mikir-mikir, kira-kira apa ya?
"Tangan sama kepala ajalah,"
"Oke."
Aku tertidur beneran dalam masa perawatan itu. Untuk semua perawatan itu, aku dikenakan biaya Rp7.000. Tata senang sekali menyelipkan uang itu di buku tabungannya. Siap untuk dipamerkan pada si kakak, nanti sore. Lalu memelukku dan ikut tidur siang...(ini pesan penting dari gurunya, bahwa ia harus tidur siang).
Malamnya, kembali aku merasakan nyeri punggung dan bertanya pada Rara, apakah salonnya masih buka malam-malam begini.
"Sori Ma, kalau malam salonnya sudah tutup."
Uh, aku memang lupa, salon itu hanya buka dari pukul 11.00-13.00 WIB...
"Sama Tata aja!" Nah, itu dia, kompetitor kuat Salon Rara.
Berhubung daftar harga milik Salon Rara yang tadi siang raib entah kemana, Tata terlebih dahulu mendesakku untuk membuatkan daftar harga yang baru. Isinya lebih kurang sama, tapi ada beberapa tambahan yang lucu, seperti 'Perawatan citra handbody campur senilai Rp3.000', 'Perawatan jari Rp9.000' dan 'Perawatan kuduak Rp3.000.'
Sembari menikmati perawatan badan, Tata mempromosikan keunggulan salonnya, yaitu perawatan jari. "Mama mau coba perawatan jari? Enak lo Ma!"
"Ah, nggak ah, badan aja."
"Eh, ini perawatan spesial!"
Okelah, aku menurut. Ternyata perawatan itu hanya jari-jari kita dipegang erat-erat. Gitu aja. Biayanya Rp9.000.
Begitu selesai, ia langsung menagih.
"Tunggu Mama gajian ya, lagi bokek nih!"
Ia siap berguling-guling untuk menuntut haknya. Tak terima utang rupanya.
"Aaa...pokoknya bayar...."
"Iii... Tata nggak kasian sama Mama.." aku mulai main perasaan. Ia langsung KO.
"Iyalah... utang dulu... Berapa semuanya?"
"Lima ribu aja ya?"
"Kok cuma lima ribu?" Biasa, tak mau rugi, sifat alami para pedagang dan penjual jasa.
"Iya, perawatan punggung dua ribu, kuduak dua ribu tambah jari seribu."
"Perawatan jari kok seribuuuu? Di situ kan ditulis sembilan ribu.." dia merengek sambil menghentak-hentakkan kaki.
"Ah, segitu aja!" aku bersikeras.
Si Rara terpingkal-pingkal. Mencari aman, karena ini juga sudah pukul sembilan malam dan aku mau cepat-cepat ke kantor, kujanjikan utang itu semua lunas begitu aku gajian. Baru dia senang.
"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar