Rabu, 30 November 2011

My Lipstick

Sejak 10 tahun terakhir, lipstik yang aku beli, tak pernah habis aku pakai. Tentu bukan karena aku yang boros atau sok kaya sehingga hanya menggunakannya sekali pakai lalu dibuang atau diberikan pada pembantu (emang gak punya pembantu soalnya...), tapi karena memang benda itu tak bisa bertahan lama di rumahku.


Dua perempuan yang tinggal di rumahku, selalu ikut campur soal lipstik ini sehingga patah sebelum waktunya. Mereka ikut bergaya di depan kaca dengan lipstik itu, memoles bibir, bahkan juga bibir boneka, atau sesekali kalau aku sedang tak ada di rumah, digunakan pula untuk mencoret dinding serta mewarnai gambar (kalau krayon terselip entah dimana).


Inilah lipstik pertama selama 10 tahun terakhir yang memang murni aku gunakan untuk semestinya. Selebihnya, patah di tengah jalan.

Siapakah dua perempuan itu? Inilah mereka....

Selasa, 29 November 2011

PT CPI Bangun Venue Wushu Berkonsep Green Building


PT CPI membuktikan komitmennya mendukung Pemprov Riau sebagai tuan rumah PON XVIII pada 2012 mendatang dengan membangun venue olah raga wushu di Rumbai Sport Center.
Dikatakan GM Policy, Government adn Public Affairs (PGPA) PT CPI Usman Slamet, Selasa (29/11), venue itu berkonsep green building, yang memanfaatkan pencahayaan matahari semaksimal mungkin. Diperlukan dana sekitar Rp34 miliar atau USD3,78 juta untuk membangun venue ini agar representatif dan nyaman digunakan.
Luas bangunan ini 4.400 meter persegi dengan kapasitas sektiar 1.500 penonton. Konstruksinya saat ini dalam tahap pembangunan pondasi dan diperkirakan selesai serta diserahterimakan kepada Pemprov Riau pada Agustus 2012 mendatang.
"Chevron sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dan perkembangan Provinsi Riau. Gedung ini merupakan salah satu wujud kontribusi kami untuk turut menyukseskan perhelatan akbar PON XVIII yang akan membawa nama baik Riau sebagai tuan rumah," kata Usman, kemarin.
Diproyeksikan, setelah digunakan dalam PON, venue ini dapat menjadi gedung serba guna seperti halnya GOR Tri Buana di Jalan Diponegoro yang juga merupakan sumbangan PT CPI untuk Riau. Diharapkan gedung ini kelak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan seminar, pelatihan, dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.
"Oleh sebab itu, penataan lay outnya bersifat multi fungsi. Kami juga berupaya memikirkan bagaimana setelah PON maupun Islamic Solidarity Games nanti, gedung ini tetap dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat, terutama bagi pengembangan kapasitas dan peningkatan kualitas SDM," kata Manager PGPA Rumbai Imamul Ashuri yang didampingi Manajer Komunikasi Hanafi Kadir.
"Kami mohon doa dari seluruh masyarakat Riau agar pembangunan gedung ini berjalan lancar dan selamat. Sebab kesuksesan PON XVIII nanti juga merupakan kebanggan masyarakat Riau," kata Usman menambahkan.
Saat ditinjau ke lokasi proyek, kemarin, terlihat para pekerja sedang membangun pondasi gedung yang bentuknya mengadopsi pelindung kepala dan sabuk salah satu cabang olah raga bela diri itu. Lokasinya berseberangan dengan venue olah raga renang.
Terkait maintenance dan operasional gedung ini nanti, dikatakan Usman, PT CPI dan Pemprov Riau akan menandatangani MoU tersendiri. Hal ini disampaikan Usman menjawab pertanyaan wartawan yang mengaku khawatir nanti gedung ini tidak terurus, seperti banyak gedung lainnya, bila maintenance-nya tidak dipikirkan dan dibicarakan sejak awal. ***

Minggu, 27 November 2011

A Cup of Frozen Yoghurt

Sejak berkenalan dengan frozen yoghurt setahun lalu kira-kira, kami jadi menyukainya. Sayang harganya lumayan mahal, satu cup bisa Rp25 ribu-an. Itu bisa lebih lagi kalau diberi topping macam-macam.
Kalau si Tata disuruh membuat list tentang makanan kesukaannya, maka frozen yoghurt akan masuk top ten, di samping dendeng, es krim, pizza, nasi goreng, telur dadar/orak-arik, dll.
Sabtu (26/11), sesuai perjanjian, aku dan dia pergi ke Mal SKA untuk membelinya. Kakaknya tidak ikut, karena tidak memenuhi syarat. Apa itu? Senin lalu, aku membuat kesepakatan, kalau mereka mau frozen yoghurt pada hari Sabtu, maka mereka harus menabung uang jajan hingga Rp15.000. Apa pasal harus begitu? Aku sering khawatir si Tata ini jajan sembarangan di sekolah. Walaupun setiap pagi sudah sarapan mengenyangkan, kupikir karena euforia punya uang jajan dan boleh pergi sendiri ke kantin, ia jadi boros dengan uang. Berapa pun diberi, selalu habis. Suatu hari ia mencret dan saat kutanya, ngakunya cuma makan mie instan di sekolah. Setahuku, penjual mie instant itu mejeng di luar pagar sekolah. Anak-anak yang memesan mie goreng, akan bertransaksi melalui celah di pagar.
"Lain kali, jangan beli mie lagi di sana ya Ta. Kan di rumah sudah mama bikinkan? Gratis lagi," kataku.
Ia berjanji akan patuh.
Jadi Senin kemarin, aku buat kesepakatan itu. Rara gagal menabungkan uang jajannya, karena di sekolah ia ikut arisan dengan teman sekelas. Rara berharap nama akan keluar saat pencabutan arisan, sehingga bisa ikut makan frozen yoghurt. Namun sekitar pukul 10.00 pagi, ia mengirim sms, yang terima temannya Alex.
"Kalau begitu, Rara tidak ikut ke mal SKA ya," balasku.
"Iyalah, tapi makan frozen yoghurtnya di sana aja ya ma, jangan dibawa pulang," ia mengirim sms lagi."Dan belikan Rara kue pas pulang nanti."
Aku setuju.
Jadilah aku pergi berdua dengan si Tata. Kami tunggu kakaknya berangkat MDA dulu sekitar pukul setengah tiga, baru kemudian pergi. Tata senang sekali menikmati frozen yoghurtnya. Ia suka yang rasa strawberri dengan topping buah strawberry dan krim coklat. Sedangkan aku suka yang rasa leci dengan taburan kismis. Tapi hari itu kismisnya lagi kosong, jadi aku ganti dengan buah lengkeng.
Setelah membelinya di stand dekat Hypermart, aku bertanya pada Tata, apakah dia ingin kami duduk di dekat-dekat situ, atau ke lantai atasnya. Ke atas, jawabnya. Kami lalu mencari tempat duduk di atas, yang memang banyak tersedia di sana. Bangkunya cantik, terbuat dari kayu dan dapat menampung sekitar 8 orang. Kami dapat bangku di dekat gerai Rotiboy yang aromanya zuper zedap itu. Hm... ini jadi frozen yoghur aroma rotiboy deh...

Kami menikmatinya dengan senang hati. Alangkah nikmatnya itu frozen yoghurt... Dan sebagai hadiah buat si kakak di rumah, kami beli roti dan camilan lain, teman nonton Captain America di rumah nanti malam...

Rabu, 23 November 2011

Ditemukan Jamur Raksasa Bertanduk di Pandau

Warga Desa Tanah Merah, kecamatan Siak Hulu, Kampar digemparkan dengan ditemukannya jamur bertanduk dan berukuran raksasa dengan lebar 1 meter di dalam kamar mandi rumah Fatima di Perumahan Utama Raya, Pandau.

Menurut Fatima yang pertamakali menemukan jamur raksasa itu, rumah kontrakannya itu sudah 3 bulan kosong. Meskipun demikian, dirinya tetap membersihkan rumah tersebut. Dua hari terakhir, ia memang tidak mendatangi rumah itu.

Ketika kemarin pagi ia masuk ke rumah kontrakan yang tepat berada di samping rumahnya itu, ia kaget melihat jamur raksasa bertanduk telah tumbuh di dalam kamar mandinya. Jamur berwarna putih itu dalam ukuran normal biasanya dapat dikonsumsi manusia sebagai lauk.

Kaget mendapati sesuatu yang tidak lazim itu, Fatimah segera pergi ke luar rumah dan memanggil warga untuk menyaksikannya. Sebentar saja, rumah itu sudah penuh sesak oleh warga yang penasaran ingin melihat jamur itu. Jamur terlihat indah, merekah dan terdiri dari tiga batang dengan satu bongkol.


"Saya tidak tahu jenis jamur apa yang tumbuh itu. Kemarin sekitar pukul 18.00 WIB saya melihat jamur ini tidak sebesar saat ini. Semalam tingginya sekitar setengah menter, saat ini sudah satu meter," kata Fatimah pada wartawan Vokal.

Mengantisipasi kemungkinan adanya racun pada jamur itu, Fatimah lalu menutup pintu kamar mandi itu sebatas pinggang anak-anak. Dengan demikian, jamur raksasa bertanduk itu dapat dilihat dari jarak yang relatif aman.

Hingga kemarin, belum ada satupun dinas terkait yang datang untuk mengecek keberadaan jamur raksasa itu. Memanfaatkan keadaan, Fatimah meletakkan kardus untuk menampung sumbangan dari warga yang ingin melihat jamur itu. Uang sumbangan itu akan digunakan Fatimah sebagai biaya kebersihan.

beritanya ditulis Andika

Selasa, 22 November 2011

My audiences

Amerika Serikat 279
Indonesia 222
Algeria 37
Malaysia 6
Jerman 3
Arab Saudi 1

There are my audiences for this week. Thanks a lot all! How nice to know you read it. Please sent your opinion about my blog. I will consider it to next written... ;)

Minggu, 20 November 2011

Ulang Tahunku

Tak ada yang terlalu istimewa dari perayaan ulang tahunku kali ini. Sebenarnya memang tak berharap banyak, tapi si Rara yang memproklamirkan diri sebagai orang yang suka memberi dan menerima hadiah, jauh-jauh hari sudah menghitung hari, tak sabar menunggu tanggal 15.

"Ada kejutan untuk Mama," katanya dengan mata berbinar-binar.



Aku tersenyum.

Namun pas hari H, tak seorang pun di rumah yang ingat kalau itu hari ulang tahunku. Aku ingat tapi tak terlalu ambil pusing. Pasalnya, banyak hal yang menyita perhatian, menu hari itu, cucian yang banyak, batuk yang sedang parah-parahnya, ah, mana pula kepikir soal ulang tahun?

Tapi sms masuk dari seorang teman, Imel Boim, yang mengucapkan selamat ulang tahun. Ujung-ujungnya, ngajak karaokean. Ia memang satu dari sedikit temanku yang suka nyanyi di tempat karaoke. Suaranya keras, berat dan tak bisa diajak duet. Bukan apa-apa, suara yang lain langsung 'tenggelam' oleh kekuatan vokal Imel. Jadi backing vokal pun tak bisa. Hehehe... peace Mel..

Ketika sore aku sudah berada di kantor, masuk sms dari Rara. "Selamat ulang tahun Mama... Mama pasti lupa kalau sekarang ulang tahun kan?" tebaknya. "Ingat, tapi Rara yang lupa, jadi Mama diam saja," balasku.

Lalu di facebook, ucapan selamat masuk dari mana-mana. Juga dari beberapa teman kantor, Desi dan Santi, mengucapkan selamat. Tapi aku harus buru-buru ikut rapat, jadi tak sempat salaman. Salamannya kami lakukan keesokan harinya.

Maghrib aku sempatkan pulang ke rumah, untuk makan malam. Kebetulan tugas di kantor sedikit ringan, jadi bisa ditinggal. Masih tak ada yang istimewa di rumah. Si Tata mengucapkan selamat, si Abang mengucapkan selamat dan Rara juga. Tapi tak ada menu spesial di atas meja.

Keesokan harinya, aku minta izin sama suami, untuk mengajak makan siang beberapa orang teman ke rumah. Di kulkas masih ada daging kurban yang lumayan banyak. Sayang kalau disimpan terlalu lama. Mending itu dimanfaatkan. Aku memilih hari Sabtu, karena hari itu aku libur.

Jumat siang, aku ambil dari kulkas sebongkah besar daging yang nyaris tanpa lemak. Aku sayat tipis lalu dilumuri ketumbar halus dicampur garam dan bawang putih. Itu resep dendeng dari Papaku. Kepandaian menyayat daging hingga menjadi lembaran tipis itu, aku peroleh juga dari Papa yang memang menyuka dendeng. Selain itu, mungkin ini juga bakat kultural sebagai keturunan orang Koto Anau, Solok, yang sebagian
besar memang berprofesi sebagai tukang daging, hahaha...

Oke, lanjut ke dendeng. Aku memasak dendeng secara praktis. Yaitu, setelah daging dibumbui, direbus hingga empuk. Sementara Papaku suka membuat dendeng dengan cara dijemur setelah dibumbui. Cara ini lebih makan waktu dan sangat bergantung pada sinar matahari. Tapi hasil keduanya hampir sama. Dendeng yang dikeringkan di terik matahari juga awet untuk disimpan lama. Bedanya, dendeng yang dikeringkan kalau
digoreng lebih garing kriuk-kriuk.

Keesokan harinya, aku sibuk mengurus ini itu. Anak-anak membantu sekedarnya. Beberapa orang teman yang diundang, menyempatkan diri untuk datang, sementara yang lain minta maaf tidak bisa hadir. That's fine...

Kami berempat di rumah itu penyuka dendeng. Tidak heran, Rara nambah tiga kali makan siang itu sedangkan Tata empat kali. Dendeng sekilo punah dalam sehari. Alhamdulillah juga, para tamu suka dendengnya. Kepuasan terbesar tukang masak tentu tak lain adalah bila melihat makanan yang dibuatnya disukai orang.

Malam harinya, aku dan anak-anak meminjam VCD The Spy Next Door, Pan's Labyrinth dan X-Men First Class. Dua film pertama sudah kami pinjam sebelumnya dan anak-anak masih ingin menontonnya.

Tapi untuk menontonnya terpaksa harus merayu si Papa dulu yang sedang menyaksikan pertandingan sepakbola antara Indonesia-Vietnam. Televisi kami hanya satu dan sekarang, sedang dikuasai si Papa.

Babak pertama yang cukup mendebarkan, dilewati dengan iringan rengekan dan rayuan si Tata.

"Pa, bolehlah kami nonton VCD..."

"Pa, please Pa..."

Kulit kuaci dan es krim berserakan di karpet.

"Manalah enak nonton bola sendirian di rumah?" aku mengompori. "Tadi kami liat di RM Rajawali 2000 sudah ramai orang mau nonton bola. Bayangkanlah serunya teriak-teriak kalau gol."

"Iya Pa, kami liat tadi jalanan jadi macet karena banyak yang parkir di pinggir jalan," sambung si Rara.

Tata sudah terkantuk-kantuk dan sepertinya pasrah tidak jadi nonton The Pan's Labyrinth malam itu. Untunglah, si Papa akhirnya mengalah dan memilih 'mengungsi' entah kemana saat istirahat setelah habis babak pertama.

"Papa kasi waktu 15 menit ya!" katanya sebelum berlalu.

Kami kegirangan dan langsung memutar film yang bersetting waktu Perang Dunia I di pedesaan Spanyol itu. Sebenarnya dalam titelnya disebutkan bahwa Pan's Labyrinth adalah film dewasa. Setelah aku tonton, memang ada beberapa adegan yang cukup sadis dan tak layak ditonton anak-anak. Sebagai solusi, pas adegan sadisnya, seperti saat sang pembantu merobek mulut tuannya dengan pisau lipat, filmnya kami percepat,
sehingga tak perlu dilihat anak-anak.

Hari Minggu, masih ada rangkaian acara ulang tahunku. Ini hadiah kejutan dari Rara. Sebenarnya ia ingin mentraktir aku dan adiknya makan pizza di Pizza Hut di Mal SKA atau Ciputra. Tapi karena mereka bertengkar sehingga aku marah dan menolak pergi, akhirnya diputuskan untuk memesan pizza via delivery.

Kami menikmatinya bertiga, sementara si Papa sedang ada urusan di luar. Tak lama kemudian, aku istirahat sebentar, sedang anak-anak pergi main ke rumah temannya. Sorenya, aku berangkat ke kantor dan memulai rutinitas seperti biasa.
Begitulah...

Jumat, 18 November 2011

Jam Berapa Mama Pulang Part II

Barusan ditelepon lagi sama anak di rumah, ditanya,jam berapa aku pulang? Apakah aku akan Shalat Maghrib di rumah? Aku jawab, tidak, karena ini sudah lewat waktu Maghrib dan aku sudah shalat di kantor.
Tata: Jadi Mama tidak pulang?
Aku : Tidak. Nanti malam kalau jarum panjang sudah di angka 12 dan jarum pendek di angka 11, Mama pulang. Oke?
Tata: Pulang ajalah dulu sekarang sebentar Ma..., biar Tata bisa melihat muka Mama yang bulek padek itu...
Aku : Hahaha... Nanti malam kalau Mama pulang dan Tata sudah tidur, Mama akan bangunkan Tata sambil bilang, "Ta, nih liatlah muka Mama yang bulek padek. Oke?"
Tata: Iyalaah... (lesu).
Aku: Nanti kita tidur sama-sama ya...!
Tata: Iyaaa... (semangat lagi)

Love you so much My Curly...

Kamis, 17 November 2011

Siswa Caltex American School Sosialisasikan Green Dignity


Siswa-siswi Caltex American School, Rumbai, menyosialisasikan penggunakan kantong ramah lingkungan yang terbuat dari bahan parasut, di mini market (commissary) yang ada di Komplek PT CPI, Rumbai, Rabu (16/11).
Saat dikunjungi ke commissary itu, kemarin sore, terlihat beberapa siswa ekspatriat tengah duduk di dekat meja kasir, siap memberikan kantong plastik ramah lingkungan untuk para pembeli yang berbelanja seharga minimal Rp50.000.
Katie, pelajar asal Australia dan Joshua dan Singapura, mengatakan, ia dan teman-temannya ingin turut serta ambil bagian dalam penyelamatan bumi dari kerusakan. Meminimalisir penggunaan kantong plastik biasa adalah salah satu langkah yang mereka jalankan.
"This is a great plan to save the earth," kata Joshua.
Katie juga mengatakan akan membawa kantong-kantong plastik itu ke negaranya, saat pulang nanti, untuk kemudian dijual atau diberikan secara cuma-cuma sebagai hadiah kepada keluarga atau teman-temannya. Hasil penjualan kantong-kantong itu kelak akan disumbangkan ke Panti Asuhan Insan Permata, Rumbai, yang memasok barang-barang ini.
Sementara itu Joyce, salah seorang pengajar di Caltex American School mengatakan, program ini berawal dari ide Green Dignity yang dibawa oleh Mr Davis dari Amerika. "Ia menyarankan kami untuk melakukan ini, yaitu penggunaan kantong ramah lingkungan."
Kantong dimaksud berwarna hijau, terbuat dari parasut, mudah dibawa, kuat, tidak memakan banyak tempat dan dapat dicuci apabila kotor. Dengan demikian, para pembeli tidak harus selalu menggunakan kantong plastik baru setiap kali berbelanja di commissary.
Kantong itu dibeli seharga Rp15.000 persatuan, namun dibagi gratis kepada para pembeli yang belanja minimal Rp50 ribu. Dikatakan Joe Murphy, guru Sosial Studies Caltex American School, program ini memang baru diluncurkan hari itu, namun direncanakan akan berlangsung lama. Diawail di Rumbai dan bila mendapat sambutan akan diteruskan ke Minas, Duri dan Dumai.
Sementara itu salah seorang perwakilan Panti Asuhan Insan Permata Ana, mengatakan, ini merupakan order kedua yang dilakukan para siswa dengan pihaknya. Bila dijumlahkan, sedikitnya ada sekitar 400 kantong yang telah mereka pasok untuk kegiatan itu.
Ia berharap kerja sama ini dapat terus berkelanjutan, karena akan saling menguntungkan kedua belah pihak dan tentu saja menyelamatkan bumi dari ancaman kerusakan. ***

Pencairan Hingga Akhir November, 85 Persen Beasiswa Pemprov Sudah Disalurkan

Hingga Kamis (17/11), sudah 85 persen beasiswa Pemprov Riau yang disalurkan untuk mahasiswa Riau mulai dari jenjang pendidkan Strata 1 hingga Strata 3.
Demikian disampaikan Kasubag Pendidikan Biro Kesra Setdaprov Riau Fakhrul Chacha, kemarin. "Sampai saat ini sudah sekitar 85 persen dana bantuan pendidikan Pemprov Riau yang kami salurkan kepada para mahasiswa Riau," tegasnya.
Sayangkan Fakhrul tidak dapat merinci, dari jumlah itu, berapa persen untuk mahasiswa strata satu dan berapa untuk strata dua dan tiga. "Wah, kalau tidak saya tidak hafal. Tapi dapat dikatakan, merata," katanya.
Pencairan beasiswa ini semula dilakukan di Gedung Wanita di Jalan Pangeran Diponegoro. Namun sejak 10 November lalu, untuk menghindari keramaian, telah dipindahkan ke Biro Kesra Setdaprov Riau. Pihaknya masih akan menunggu hingga akhir bulan ini bagi yang belum mengurus pencairan dana bantuan itu.
"Bagi mereka-mereka yang namanya terdapat dalam pengumuman penerima beasiswa ini, kami beri waktu hingga akhir November ini untuk mengurus pencairannya," katanya.
Saat ditanya kendala yang dihadapi para calon penerima beasiswa ini saat proses pencairan, diakatakan Chacha hampir tidak ada, "Kecuali mereka agak kurang sabar. Ingin cepat-cepat bisa mencairkan bantuan itu. Padahal kami butuh waktu untuk mencari proposal yang bersangkutan di arsip kami," katanya.
Bahkan bagi mahasiswa strata satu, kalau saat pencairan semua syarat yang diminta dibawa lengkap, tak sampai 30 menit dana sudah dapat dicairkan. Sementara untuk jenjang pendidikan strata dua dan tiga, perlu tatap muka sekitar dua kali.
Sebagaimana diberitakan, tahun ini Pemprov Riau menganggarkan dana dari APBD Riau sebesar Rp10 miliar untuk membantu para mahasiswa, mulai dari jenjang pendidikan strata satu hingga tiga. Dana ini ternyata sangat diminati, terbukti dari banyaknya proposal yang masuk ke Biro Kesra Setdaprov Riau. Chacha mengatakan, untuk S1, ada 3.044 proposal yang masuk ke pihaknya sementara dari S2 dan S3 1.161 proposal.
Dari jumlah itu, hanya 775 proposal S1 yang disetujui untuk dibantu, sedangkan untuk S2 dan S3 sebanyak 573 proposal. Alasan Chacha, budget yang tersedia sangat terbatas. Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, dimana dana untuk bantuan pendidikan mencapai Rp17 miliar dalam APBD Riau.***

Jumat, 11 November 2011

Jam Berapa Mama Pulang?

Hp-ku berbunyi sore ini....
Tata: Jarum panjang di angka berapa waktu Mama pulang nanti?
Aku : Di angka 12 dan jarum pendek di angka 11.
Tata: Itu berarti sudah malam sekali?
Aku : Ha a.
Tata: Nanti pas Magrib Mama pulang sebentar?
Aku: Belum tau Ta, lihat pekerjaannya dulu, banyak atau sedikit.
Tata: Pulang ajalah Ma....
Aku: Kan ada kakak dan papa di rumah?
Tata: Iya, tapi Mama pulang ajalah...
Aku: Kenapa?
Tata: Tata suka lihat muka Mama tu... Mama bulek padek.
Aku: Hahaha.....

Minggu, 06 November 2011

Duduk di Belakang



Suatu hari...
Ibu guru Tata: Mama, si Tata ini suka bicara sama temannya saat belajar, jadi saya pindahkan dia ke belakang.
Aku : Oh, maaf Bu... Nanti saya bilang padanya supaya tidak bicara saat belajar.

Keesokan harinya...
Aku cerah ceria menjemput dia pulang sekolah.
Aku : Halo Tata.... Gimana sekolahnya tadi Nak?
Tata : Biasa aja (ogah-ogahan)
Aku : Tadi dipindahkan lagi ke belakang?
Tata : Tidak
Aku : Oh, syukurlah... (lega)
Tata : Tapi Tata disuruh duduk di depan, di samping Ibu Guru, supaya nggak ngomong lagi...
Aku : Tata... hiks hiks... (lemass...)

Kamis, 03 November 2011

Komisi X DPR RI: Panitia PON Lebih Siap Ketimbang Panitia Sea Games

Anggota Komisi X DPR RI Dedi Gumelar, Kamis (20/10), menilai Panitia PON di Riau lebih siap ketimbang panitia Sea Games yang akan digelar di Sumatera Selatan.
Hal itu diungkapan Dedi Gumelar kepada wartawan Vokal sesaat sebelum menggelar pertemuan dengan Gubernur Riau dan panitia PON ke-18. Rombongan Pokja PON Komisi X yang dipimpin Utut Adianto ini sebelumnya telah meninjau beberapa venus PON di Rumbai, termasuk main stadion di Panam.
“Saya mengapresiasi panitia dan menurut saya Riau lebih siap ketimbang Sumatera Selatan sebagai tuan rumah Sea Games. Riau telah menyiapkan venus-venus ini dengan baik, bahkan di Jakarta saja tidak ada stadion sebagus Main Stadion yang dibangun Riau. Yang ada sekarang itu kan peninggalan jaman Soekarno,” kata Dedi.
Hal senada disampaikan Eko Purnomo, anggota Banggar DPR RI yang ikut dalam rombongan ini. Menurutnya venus yang dilihatkan ternyata lebih bagus dibandingkan gambar-gambar yang dilihatnya selama ini.
Namun ia juga memberi saran agar Pemprov Riau mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti air yang kuning atau listrik yang tidak memadai, sehingga mengganggu jalannya pertandingan.
“Jangan sampai sepulang dari Riau para atlet itu gatal-gatal,” kata Eko.
Menjawab itu, Gubri sambil tertawa sempat berkelakar bahwa air kuning itu karena pengaruh cahaya lampu. Namun secara serius kemudian ia menerangkan, Riau telah mengantisipasi masalah ini dengan menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Denmark untuk menghasilkan air bersih. Sementara masalah listrik juga telah diantisipasi dengan membangun pembangkit listrik 420 megawatt di Pekanbaru dan Dumai.
Gubri juga memaparkan tentang venus-venus yang telah disiapkan Riau untuk cabang-cabang olah raga yang akan dipertandingkan nanti. Hampir semua venus telah siap di atas 50 persen, bahkan ada yang sudah siap 100 persen.
Meskipun demikian, Gubri mengatakan panitia PON masih kekurangan dana sebesar Rp306 miliar untuk penyelenggaraan. Diharapkan Komisi X DPR RI dapat mengakomodir hal ini sehingga dana itu dapat dianggarkan di APBN 2012.
Sementara itu Ketua Tim Komisi X DPR RI Utut Adianto mengatakan, komisi ini membentuk kelompok kerja (pokja) PON baru pekan lalu. Pokja ini dibuat bukan untuk mengkritisi, sebaliknya mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang mungkin ditemukan panitia PON. Pihaknya akan mendukung Riau untuk mendapatkan dana Rp306 miliar dari APBN untuk penyelenggaraan PON ke-18 pada September 2012 mendatang.
Terkait apresiasi Komisi X atas keberhasilan Riau mempersiapkan diri menghadapi iven besar itu, Gubri mengatakan, “Kita tidak boleh terlena dengan pujian itu. Masih banyak yang harus dikerjakan. Kita jadikan itu spirit untuk meningkatkan pembangunan Riau ke depan.”
Dalam pertemuan ini terlihat hadir Wakil Gubenur Riau HR Mambang Mit, Ketua Harian PB PON Syamsurizal, serta pihak-pihak terkait lainnya. Pertemuan yang direncanakan digelar pukul 9.30 itu, molor hingga pukul 11.45. Bahkan lokasinya dari Ruang Melati di lantai tiga kantor gubernur dipindahkan ke Ruang Pertemuan Gubernur di lantai delapan Gedung Sembilan Lantai. ***

Dapat Innova dari BRI, Karmilah Menangis

Karmilah (43), nasabah BRI Pangkalankerinci, menangis haru saat satu unit Kijang Innova warna hitam yang masih mulus, diserahkan kepadanya oleh Pimpinan Cabang BRI Pekanbaru Wiguno Aridarto, Senin (17/10/11) siang.
"Terima kasih ya Allah...." katanya terisak, saat petugas sekuriti BRI memarkirkan mobil itu di depan teras bank itu. Karmilah langsung memeluk mobil itu dengan kedua tangannya.

Karmilah merupakan satu dari sekian banyak nasabah BRI yang beruntung mendapatkan hadiah dalam penarikan Undian Simpedes BRI Periode I 2011 yang dilangsungkan pada Sabtu (18/9) silam di Bandar Seikijang. Ia berhasil mendapatkan hadiah utama berupa satu unit mobil Kijang Innova. Ia mengaku gemetaran saat diberitahu oleh Ketua KUD tempatnya bergabung, bahwa dirinya mendapatkan mobil. Kiranya itulah makna mimpi yang dialaminya beberapa hari sebelumnya.
"Saya mimpi menggendong anak di punggung saya. Berat sekali rasanya," katanya saat berbincang-bincang dengan wartawan Vokal.
Karmilah didampingi suaminya Kardiman dan beberapa kerabat, datang dari Pangkalankerinci ke Pekanbaru kemarin pagi. Hingga sore saat penyerahan hadiah, ia masih tak percaya dan deg-degan. Ia belum tahu hadiah itu akan diapakannya, karena ia dan suaminya yang berprofesi sebagai petani, sama-sama tidak bisa menyetir mobil.
"Belum tau mau diapakan, mungkin disimpan dulu, karena anak-anak saya sebentar lagi akan besar," kata ibu tiga anak ini.
Karmilah menjadi nasabah BRI sejak 2004 silam. Sepanjang kurun itu, ia menabung dan menarik dananya dari BRI untuk berbagai keperluan. "Kalau ada duit sisa, disimpan, kalau perlu, nanti diambil lagi. Ya gitu aja," katanya.
Pernah sekali ia meminjam dana untuk membeli tanah di BRI. Namun karena tanah itu tak sempat diurus, kemudian dijual lagi. "Duitnya disimpan lagi di BRI," terusnya.

Kepala Cabang BRI Pekanbaru Wiguno Aridarto, mengucapkan selamat kepada Karmilah dan suaminya yang mendapatkan hadiah utama itu. Dikatakannya, hadiah itu merupakan bentuk apresiasi BRI kepada para nasabahnya.
Harapannya, ke depan akan semakin banyak orang yang menabung di BRI. Apalagi banyak fasilitas yang disediakan bank pribumi ini untuk kelancaran transaksi para nasabahnya.
Penarikan Undian Simpedes BRI periode II 2011 akan digelar beberapa bulan mendatang. Hingga saat ini, belum ditentukan daerah mana yang akan menjadi tuan rumah. Setiap tahun, penarikan undian ini memang digelar di lokasi yang berbeda-beda, untuk lebih mendekatkan bank ini dengan para pelanggannya.

Wakil Gubernur Riau Ingatkan Pengawas Internal tak Buka Perut Sendiri

Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit, mengingatkan pengawas internal untuk tidak mempublikasikan temuan-temuan yang diduga merupakan penyimpangan penggunaan dana APBD.


"Apapun hasil temuan pengawas internal, tidak boleh dipublikasikan. Itu sama saja dengan membuka perut sendiri. Tugas pengawas internal itu menurut saya bukan mencari-cari kesalahan orang, tapi membenarkan apa yang tidak benar," katanya, Kamis (3/11/11), saat membuka secara resmi rapat koordinasi pengawasan daerah yang digelar Inspektorat Riau, di Hotel Pangeran, Pekanbaru.


Sebaliknya, pengawas internal harus bisa melihat apa yang terjadi di balik itu semua. Dikatakannya, pengawas internal harus sudah berperan sejak penyusunan APBD, agar dapat berjalan sesuai dengan peruntukannya.



Sementara itu Kepala Inspektorat Wilayah II Kemendagri Sutiyono, mengatakan, bila temuan-temuan penyimpangan itu sudah masuk ke BPK, maka ia akan dapat diakses oleh berbagai pihak. Menghindari munculnya lagi temuan-temuan itu, BPK Perwakilan Riau melakukan penajaman pengawasan, baik di tingkat provinsi, kabupaten, hingga lurah.

Sutiyono juga mengatakan, terhadap temuan-temuan yang tidak dapat ditindaklanjuti, maka akan dilakukan langkah-langkah seperti meminta pertanggungjawaban wakil gubernur di tingkat provinsi atau wakil bupati di tingkat kabupaten. Pimpinan satker terkait juga wajib untuk menindaklanjuti temuan itu selama 60 hari kerja.

"Atau dikenakan sanksi disiplin PNS," terusnya.

Sindir Syamsurizal

Mambang Mit dalam kesempatan itu juga mengatakan bahwa saat ini perlu perubahan paradigma pengawasan, sehingga kelak tidak ditemukan lagi hal-hal yang berindikasi negatif dalam penggunaan anggaran.

"Ini saya baca apa yang ditulis Kepala Inspektorat aja. Jadi banyak istilah teknisnya," katanya. Ia sempat pula menyindir tentang Kepala Inspektorat Syamsurizal yang terlalu banyak merangkap jabatan, sehingga tidak hadir di acara yang digelarnya sendiri.

Ia juga mengatakan bahwa Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK seharusnya bukanlah tujuan akhir aparat menjalankan roda pemerintahan. "Yang penting dapat dipertanggungjawabkan," terusnya.

Mambang menilai saat ini ada gejala orang takut melakukan sesuatu dan hanya mengejar WTP, sehingga anggaran tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Kalau sudah begini, menurut Mambang, yang rugi pemerintah dan masyarakat.

Masih di BPK

Sementara itu Sekretaris Inspektorat H Dahlius, mengatakan, hingga saat ini tindak lanjut temuan BPK di beberapa satker masih berada di BPK. "Belum sampai ke Inspektorat," katanya.

Namun saat didesak, ia mengatakan, hingga saat ini sudah ada yang menyelesaikan tindak lanjut temuan itu, yaitu Biro Umum Setdaprov Riau. Sementara Setdaprov Riau secara keseluruhan belum tuntas. Demikian pula dengan Sekretariat DPRD Riau.

Sekdaprov Riau H Wan Syamsir Yus, akhir pekan lalu juga mengatakan bahwa temuan di Setwan masih separuhnya yang ditindaklanjuti.

Anger Management

Suatu hari, sepulang dari menjemput si Tata dari sekolahnya di SD Muhammadiyah 2, Jalan KH Ahmad Dahlan, aku menemukan bahwa semua pensil yang tadi pagi aku raut hingga seruncing jarum, sudah patah semua. Tentulah awak jadi heran. Apa pasal nih?



Aku: Tata, ini kenapa kok pensil Tata patah semua? (sambil mikir, jangan-jangan kami telah membeli pensil kualitas buruk. Maklumnya, belinya di toko serba Rp5.000).

Tata: Begini Ma... Hm... jadi kalau Tata marah sama teman Tata si Nana atau sama Ibuk Guru, Tata patahkan pensilnya.

Aku: Astaga!

Anak Buruh Bangunan Dapat Beasiswa Penuh dari Yayasan PCR dan BSM Pekanbaru

Ikhwanul Suenta berdiri paling kanan.

Namanya Ikhwanul Suenta, putra seorang buruh bangunan, eks siswa SMAN 9 Pekanbaru. Ikhwan, demikian ia biasa dipanggil, tampil sebagai pemuncak dalam raihan IPK selama masa matrikulasi sebagai calon penerima beasiswa penuh dari Yayasan Politeknik Chevron Riau bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri Cabang Pekanbaru. Ya, Ikhwan berhasil mendapatkan IPK 4,00. Angka sempurna.
Sosoknya terlihat bersahaja, tenang, namun cerdas. Ia tampil sebagai pemuncak dari sembilan penerima beasiswa YPCR dan BSM. Pihak PCR mengatakan, selama enam minggu masa matrikulasi, Ikhwan dapat menyelesaikan tugas yang tidak dapat dikerjakan oleh mahasiswa lain.
Siapakah dia? Begini kisah hidup Ikhwan. Ayahnya Suparmansyah, meninggal pada Maret 2011 lalu karena kanker paru-paru, sebulan sebelum Ujian Nasional digelar. Tentulah ini ujian yang berat bagi seorang anak yang sedang beranjak dewasa. Satu penopang seolah patah, dengan kepergian sang ayah tercinta.
Kini ia tinggal dengan sang ibu, seorang guru di SMP Kalam Kudus dan adik perempuannya Galuh (13), di Jalan Teratai Gang Gunga Nomor 8 Pekanbaru. Sejak lama ia memang ingin sekolah di jurusan teknik. Alasannya sederhana, begitu tamat, kemungkinan mendapatkan pekerjaan lebih besar.
Dipilihnya PCR karena memang PCR bagus menurutnya. Namun ia sempat pesimis bisa masuk, karena terkendala biaya. Apalagi kalau mengingat kondisi ekonomi keluarganya. Untunglah kemudian ia melihat ada pengumuman di facebook tentang penerimaan mahasiswa baru PCR dan beasiswa dari BSM.
"Saat saya katakan pada Mama, Beliau mendukung saya 100 persen. Maka saya lengkapi persyaratannya dan mengikuti tes," katanya.
Alhamdulillah, Ikhwan diterima di sini. "Saya pikir, ini jalan terbaik dari Tuhan untuk saya. Ini waktu yang sangat tepat. Ketika Papa sudah tidak ada, saya dapat beasiswa penuh," terusnya.
Hingga saat ini, Ikhwan masih tinggal dengan ibunya. Setiap pagi, ia mengantarkan ibunya ke SMP Kalam Kudus untuk mengajar, lalu pergi ke kampusnya di Rumbai. "Mama tidak bisa bawa motor. Jadi saya yang bertugas mengantarkan Mama ke sekolahnya setiap pagi, sebelum berangkat ke kampus," katanya.
Saat ditanya apa cita-citanya, dimana ia ingin bekerja setelah tamat nanti, Ikhwan mengatakan, "Dimana saja tidak masalah. Di dalam negeri atau di luar, tidak apa-apa. Pokoknya, empat tahun lagi, saat Mama pensiun dan saya lulus, saya ingin Mama istirahat di rumah, biar saya yang kerja," katanya tegas.
Suaranya penuh percaya diri. Ada tekad kuat yang memancar dari nada bicaranya. Melihat apa yang sudah dicapainya saat ini, rasanya cita-cita mulia Ikhwan akan diraihnya.
Ikhwan juga menceritakan pengalamannya mengikuti matrikulasi selama satu semester (6 minggu) di PCR. "Sempat kaget. Dulu di SMA, sistem belajarnya keras, ternyata sampai di sini, lebih keras lagi. Tugas dari dosen cukup banyak. Kami sering tidur larut malam agar dapat menyelesaikan tugas," katanya.
Kamis (3/11/11), Ikhwan bersama delapan rekannya yang lain dari berbagai daerah di Riau, menerima beasiswa dari BSM. Beasiswa itu mencakup seluruh biaya kuliah selama masa pendidikannya. Syaratnya, IPK mereka harus di atas 3,00. Bila kurang dari itu, maka beasiswa akan diputus sementara waktu.***

Yayasan PCR dan BSM Serahkan Beasiswa Penuh untuk 9 Mahasiswa Baru

Yayasan Politeknik Chevron Riau (YPCR) bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Pekanbaru, Kamis (3/11), menyerahkan beasiswa senilai Rp100 juta untuk sembilan mahasiswa baru kurang mampu PCR. Beasiswa ini berbentuk grant, artinya semua biaya pendidikan yang ditetapkan kampus terhadap mahasiswa, ditanggung sepenuhnya oleh kedua belah pihak, hingga selesai masa kuliah.
"Tentu ada syaratnya sehingga beasiswa itu dapat berkelanjutan. Kami menginginkan para mahasiswa memiliki IPK 3,00 setiap semester. Kalau di bawah itu, beasiswa akan ditangguhkan," kata perwakilan Yayasan PCR Robinar.
Pimpinan Cabang BSM Pekanbaru Atep Heri Herlambang, mengaku sangat senang dengan program ini. Dikatakannya, ini merupakan pilot project mereka di Riau dan diharapkan menjadi pilot project pula di tingkat nasional.
"Selamat buat para penerima. Kalian adalah yang terpilihnya dari yang dipilih. Selesaikan kuliah dengan cepat dan jadilah duta yang dapat menjadikan PCR semakin unggul," pesannya pada para mahasiswa baru itu. Ia juga memesankan untuk tidak melupakan almamater mereka setelah masuk ke dunia kerja nanti.
Setelah itu, seorang dosen pembimbing para mahasiswa ini Zainal, menyampaikan laporan akademis para anak didiknya itu selama satu semester (enam pekan) matrikulasi.
"Rata-rata nilai mereka 73,13. Memang masih jauh dari ekspekstasi, tapi mereka akan mendapatkan lebih banyak setelah kuliah di sini nanti," katanya.
Zainal juga memaparkan bahwa selama masa matrikulasi, para mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Riau ini, diberi pemahaman tentang sistem belajar di PCR. "Banyak yang kaget dan canggung dengan ritme perkuliahan di sini. Tapi lama kelamaan mereka akan beradaptasi dengan lingkungannya," katanya.
Ikhwanul Suenta, mahasiswa PCR yang berasal dari SMAN 9 Pekanbaru, keluar sebagai pemuncak, karena berhasil mendapatkan IPK 4. Selain Ikhwanul, masih ada delapan penerima beasiswa lainnya, yaitu Septio Wardana, Siti Iswahyuni, Timang Sugara, Rian Rivandi, Ary Surbakty, Daud Suheri, Susiyanti dan Ade Patria.
Timang Sugara, salah seorang penerima beasiswa asal Pekanbaru, menceritakan, ia mengetahui tentang pengumuman penerimaan mahasiswa baru dari kalangan kurang mampu itu melalui koran. Seorang temannya menyuruhnya membaca koran yang sudah dua hari lalu terbit dan berisi pengumuman itu. Timang segera mencarinya dan menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan.
"Ternyata itu hari terakhir pendaftaran. Saya segera menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan," kenangnya.
Saat ditanya apakah ia mengalami kesulitan saat menjalani tes, Timang mengatakan tidak terlalu sulit. "Tesnya biasa saja. Saya cuma tidak bisa menjawab soal yang memang saya tidak tahu. Kebetulan saya kan jurusannya waktu SMA Kimia, jadi kalau soal Fisika lumayan tahu. Tapi kalau soal akuntansi, nah itu baru saya gak tahu," katanya sambil tertawa.
Timang, Ikhwan dan teman-temannya menerima dana Rp100 juta untuk bersama dari Yayasan PCR dan BSM. Dana itu diserahkan secara simbolis oleh Pimpinan Cabang BSM Pekanbaru Atep kepada Robinar, disaksikan Ketua Yayasan PCR Azhar.
Pemberian beasiswa di suatu lembaga perguruan tinggi merupakan suatu keharusan, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 30 Tahun 2010 serta selaras pula dengan tujuan PCR yakni menghasilkan SDM Riau yang berkualitas. ***

Kalau Tata Sedang Suntuk






Kalau Si Tata sedang suntuk dan bosan sendirian (si kakak sedang pergi sekolah), maka tak bisa tidak, akulah sasaran tembaknya. Ia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya.

Misalnya, “Ma, adakah anak kecil yang meledek mamanya?”

“Mungkin ada.” La, logikanya, seluas ini dunia, mungkin saja kan, ada anak yang meledek ibunya?

“Siapa namanya?” pertanyaan berikutnya.

“Meneketehe?”

***



Kali lain, muncul pertanyaan lain. ”Ma, Mama pernah ketemu artis?”

”Pernah.”

”Siapa namanya?”

”Tompi.” Dia sudah tahu Tompi, secara aku menghidupkan nyaris nonstop My Happy Life semasa dia kecil dulu, sebagai teman tidurnya.

”Yang lain?”

”Itu di tivi banyak.”

”Bukan, yang Mama lihat langsung.”

Aku menyebut beberapa nama.



***




”Ma, Mama punya teman orang Kristen?”

”Punya.”

”Siapa namanya?”

”Imelda.”

”Siapa lagi?”

Aku menyebut beberapa nama lain.



Kali lain, dia sedang suntuk dan mood-ku sedang buruk. Kain-kain setinggi gunung menunggu disetrika, cuaca panas, kerongkongan kering. Fiuh!

”Ma, Mama pernah ketemu artis?”

”Tidak.”

”Bohooong... katanya pernah. Tompiiii.”

”Na itu Tata tau, kok masih nanya?” Gondok.

”Mama punya teman orang Kristen?”

”Tidak.” Gigi mulai merapat.

”Katanya Tante Imelda...”

”Kan tau tuh!”




Pertanyaan-pertanyaan lain muncul tanpa diduga. Apakah ada anak kecil yang ditangkap polisi karena melukai temannya? Adakah anak kecil yang bisa bawa motor, lalu menabrak orang di jalan? Dan lain-lain. Kalau jawabanku ’ada’, dia akan bertanya, siapa namanya. Tapi pertanyaan ’apakah aku pernah bertemu artis’, adalah pertanyaan favorit yang sudah berkali-kali aku dengar. Dan aku mulai jengkel, geram, galigaman.

Tadi pagi, sambil menyetrika, ia bertanya lagi. ”Ma, apakah Mama punya teman orang Kristen?”

”Gaak!”

”Katanya Tante Imelda....”

”....”

”Ma.”

”Mmm..?”

”Mama pernah ketemu artis?”

”Tata, kalau sekali lagi nanya ketemu artis ketemu artis, kamu Mama ’rameh’ ya!” (sambil membayangkan meremas pantatnya seperti meremas adonan donat).

Dia tertawa. ”Iya... iya.... sekarang serius. Mama jawab ya!”

”Iya! Cepat!”

”Apa... Mama pernah.... ketemu artis??”

”TATA!!!! AAARRRRGGGHHHH.......”

Mengunjungi Rumah Kelahiran Bung Hatta, Mengenang Sang Proklamator

Ini kisah perjalanan liburan Lebaran tahun lalu. Mungkin dapat menjadi inspirasi pembaca yang hendak liburan ke Sumatera Barat, tepatnya ke Bukittinggi.






Rumah kelahiran salah satu Proklamator Indonesia Bung Hatta, terletak di daerah Pasar Bawah, Bukittinggi. Mungkin hampir semua orang mengenal rumah berlantai dua semi permanen ini, karena ia memang dapat dikatakan sudah berada di wilayah pasar. Ada angkot yang lalu lalang di depannya. Tapi macetnya pasar itu membuat jengkel. Angkot, mobil pribadi dan juga bendi-bendi, berebut jalan. Belum lagi para pedagang kaki lima yang menyerobot trotoar dan parkir kendaraan yang memakan badan jalan. Sediakan stok kesabaran Anda lebih banyak dari biasanya...



Saya dan keluarga memang sudah merencanakan pergi ke Rumah Kelahiran Bung Hatta ini. Selain karena belum pernah ke sana, saya kira anak-anak perlu diisi memorinya dengan Sang Proklamator.



Pada papan nama di depan rumah, disebutkan bahwa rumah itu dibangun Pemko Bukittinggi bekerja sama dengan Universitas Bung Hatta dan diresmikan pada 12 Agustus 1995 oleh Menteri Negeri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Azwar Anas,




Si Tata yang baru bisa menulis, saya suruh menuliskan namanya di buku tamu. Dengan senang hati ia menulis baik-baik di buku itu. Kami lalu masuk ke rumah itu. Sebenarnya saat masih di teras, terdapat satu kamar berukuran kecil saja, memuat satu tempat tidur bujangan dan sebuah lemari kecil. Kamar itu disebut Kamar Bujang dan saya kira, itu kamar itu pemuda yang ditugaskan menjaga rumah.



Memasuki rumah itu, saya serasa kembali ke masa lampau. Ruangan segi empat cukup luas terhampar di depan mata. Ruang ini disekat dengan perabotan sehingga menjadi ruang tamu dan ruang makan. Kursi-kursi kayu di ruang tamunya dulu pernah saya lihat di rumah Pak Tuo (kakek saya).




Di dindingnya terdapat lukisan besar Bung Hatta. Ia seorang yang kharismatik. Ada juga ranji keluarga dari pihak ayah dan ibu Bung Hatta.



Ruangan besar itu diapit empat kamar di sisi kiri dan kanannya. Kamar-kamar itu milik mamak-mamak (paman/adik laki-laki ibu) Bung Hatta, salah satunya Mamak Saleh. Di dalamnya terdapat tempat tidur besi yang disebut kero. Di salah satu kamar, kami lihat terdapat sumur tua yang sepertinya sudah tidak digunakan lagi.





Lurus dari arah pintu masuk, kita melihat jendela-jendela menuju halaman belakang. Ada taman kecil antara rumah induk dan paviliun. Dan selayaknya rumah-rumah yang kaya zaman dulu, rumah ini juga memiliki gudang padi berbentuk segi empat dengan atap runcing-runcing seperti atap rumah adat Minangkabau. Gudang padi itu terdapat di sisi kiri rumah induk.



Selain meja makan untuk tamu, terdapat lagi meja makan di ruangan kecil di bawah tangga, di bagian belakang rumah. Saya kira itu ruang makan untuk para pekerja. Kami menaiki tangga berbentuk L dan sampai di teras kecil di lantai dua. Ada bunga-bunga ditata elok di pinggir teras.



Ruang atas sama bentuknya dengan ruangan di lantai dasar. Kamar tempat Bung Hatta dilahirkan, ada di lantai ini. Terdapat pula kamar untuk pak gaeknya (saya kurang pasti, apakah pak gaek berarti kakek atau pak de?).



Di paviliunnya, berderet satu kamar tidur, dapur, kamar mandi dan ruang bendi. Sedangkan di sisi kanan rumah, terdapat kandang kuda. Konon Bung Hatta kecil diantar dengan bendi ini ke sekolah semasa kecilnya.



Kunjungan ini cukup menyenangkan. Banyak turis yang datang. Di buku tamu tertera, mereka datang tidak saja dari seputaran Sumatera Barat, melainkan juga dari negeri tetangga dan negeri-negeri yang jauh lainnya. Sayangnya, hobi kita meminta sumbangan ala kadarnya, tetap tak terelakkan di tempat ini. Klenengan tempat para pengunjung dapat meninggalkan recehan mereka, disediakan di pintu masuk. Entah untuk siapa dana itu.



Saya kira, kalau memang pemerintah serius dan sungguh-sungguh ingin melestarikan peninggalan orang besar seperti Bung Hatta, jangan lecehkan dia dengan meminta seribu dua ribu dari pengunjung untuk alasan apapun (biasanya sih dengan alasan untuk parkir atau menggaji petugas kebersihan).



Seharusnya ada dana yang pantas untuk para pekerja yang telah menjadikan tempat itu layak untuk dikunjungi, sehingga tak ada lagi dalih mencari dana tambahan dengan menyediakan kotak amal itu. Kalau memang ingin memungut biaya masuk, lakukan secara resmi. Lagi pula, mencari dana toh bisa dilakukan dengan menjual souvenir dan sebagainya? Tentulah orang Minang yang dasarnya pedagang, punya banyak akal untuk mencari uang...

Ternyata Belajar Berenang itu Gampang

Berawal dari pesta kejutan untuk merayakan ulang tahun salah seorang gurunya di MDA pada 16 Mei silam, Rara dan kawan-kawan diajak berenang oleh si Ibu Guru ke Kolam Renang Nila, di Jalan Puyuh, Pekanbaru, sepekan kemudian (Minggu, 22 Mei 2011).


Sebelumnya kami hanya pergi ‘bermain air’ di Taman Kaca Mayang, di Jalan Jenderal Sudirman. Kolamnya hanya sebatas pinggang si Tata, kecil dan penuh sesak oleh anak-anak. Tiket masuk hanya Rp2.000.

Kolam Renang Nila mematok harga tiket masuk Rp7.000 perkepala. Aku ikut bersama Tata dalam rombongan ini. Dan selagi Rara dan teman-temannya bermain air, aku mengajarkan si Tata berenang.

Kami masuk ke kolam yang dalamnya selututku. Wajah Tata sumringah. Pelampung kuning sewaan, terlihat di sampingnya. ”Ayo belajar berenang!” ajakku.

Aku mengingat-ingat kembali pelajaran seorang guru les renang yang dulu sempat mengajarkanku teori berenang di Kolam Renang Teratai, di Padang. Oh, itu sudah puluhan tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP, kalau tidak salah.


”Sandarkan tubuh ke dinding, tumpukan satu telapak kaki ke sana, lalu ambil posisi seperti sedang rukuk,” katanya. Setelah mengambil napas dalam-dalam dan menahannya di paru-paru, dorong tubuh dengan sebelah kaki yang ditumpukan itu, sehingga tubuh meluncur di air. Gerakkan kaki dari pangkal paha, bukan dari betis. Insya Allah, itu sudah separuh jalan dari yang namanya berenang.

Aku instruksikan si Tata untuk melakukan gerakan-gerakan itu. Ia masih takut-takut memasukkan kepalanya ke air. ”Nggak pa-pa Ta, kan ada Mama,” kataku berusaha menenangkannya. Aku berdiri kira-kira dua langkah dari tempat ia berdiri.

Ia pun memberanikan diri mempraktekkan teori itu. Setelah beberapa kali mencoba, berkali-kali kemasukan air di mulut, bisa juga ia meluncur. Setelah itu, kami meningkatkan pelajaran dengan menggerakkan tangan. Berhasil! Sekarang Tata sudah dapat berenang hingga jarak kira-kira empat meter tanpa mengambil napas.



Belajar sendiri


By the way (hehehe...) sebenarnya aku juga belum bisa berenang, walaupun teorinya sudah di luar kepala. Setelah Tata berani dilepas sendiri, aku memberanikan diri untuk mencoba teori renang itu. Ternyata butuh keberanian ekstra bagi makhluk darat seperti aku untuk memasukkan kepala ke dalam air. Perasaan akan tenggelam demikian kuat, padahal kenyataannya itu kolam cuma sepaha! Tapi karena malu sama anak dan umur, aku beranikan juga mencobanya. Alhamdulillah, setelah menelan air kaporit berkali-kali, hidung sakit dan telinga berbunyi seperti gendang, bisa juga aku meluncur.

Ternyata ini pelajaran yang mengasyikkan!

Si Rara, patut diancungi jempol karena sekali diajarkan, langsung berani mencoba teori renangku dan sukses. Ia memang lebih berani dari aku dalam segala hal terkait berenang ini. Walaupun belum bisa berenang pada hari pertama kami pergi itu, ia tetap masuk ke kolam yang lebih dalam, kira-kira sebatas telinganya. Kolam itu hanya dibatasi teralis dengan kolam tempat aku dan Tata belajar.



Nyaris Tenggelam

Tergoda untuk mencoba (kan sudah bisa meluncur, ;-D) aku ikut masuk ke kolam yang lebih dalam itu. Tapi buat jaga-jaga, pelampung kecil si Tata, aku bawa serta. Ternyata, begitu aku masuk dengan pelampung di tangan, kakiku tidak berhasil mencapai dasar kolam itu! Kepanikan langsung menyerangku. Pelampung itu kekecilan untuk ukuran tubuhku sehingga tidak berhasil aku masukkan dengan sempurna ke dalam tubuh. Pelampung itu menyangkut di leher, dengan posisi sebelah tangan masuk hingga ke bawah ketiak, sebelah lagi tidak. Dapat dibayangkan bukan?

Aku mencoba menggerakkan tangan, mengayuh maksudnya, dengan tujuan tepi kolam. Tapi kok malah semakin jauh ke tengah?

”Tata... ternyata kolamnya dalaam.... Mama takut!” kataku. Tata langsung pucat pasi. Cepat ia keluar dari kolam kecil itu, mengulurkan tangan ke arahku dan mulai menangis ketakutan.

”Jangan nangis Ta, ini Mama lagi usaha supaya bisa ke pinggir,” kataku. Aku sudah tak berani lagi mencari dasar kolam dengan kakiku. Waktu itu memang aku belum tahu seberapa dalam kolam itu sebenarnya. Aku juga tidak berani mengayuhkan tangan, takut malah makin ke tengah. Akhirnya aku diam saja, membiarkan air itu mengombang-ambingkanku hingga akhirnya semakin ke pinggir.

Cepat Tata mengulurkan tangan kembali dan meraih tanganku. Ditariknya aku ke pinggir dan aku benar-benar bernapas lega ketika akhirnya berhasil keluar dari sana. Tata memelukku dengan mata berkaca-kaca. ”Mama... Tata takut Mama tenggelam,” katanya lirih. Kami berpelukan.

Setelah menenangkan diri sejenak, kami lalu mencoba nyali ke kolam yang lebih dalam untuk ukuran Tata, yaitu hingga ke dadanya. Sama seperti tadi, awalnya dia takut-takut. Aku katakan, selagi ia menahan napas, maka ia tidak akan tenggelam.

”Lihat pelampung ini Ta. Dia tidak tenggelam karena ada udara di dalamnya. Begitu juga tubuh kita, selagi kita menahan napas di paru-paru kita, kita tidak akan tenggelam. Oke?”

Aku mengambil posisi, menunggu dia mulai belajar berenang lagi. Ia menentukan sejauh mana aku boleh berdiri dan tidak boleh berajak dari situ hingga ia datang. ”Jangan mundur ya Ma.”

”Ya!”

”Janji?”

”Janji.”

”Tunjuk Allah!” tantangnya.

Aku menunjuk langit. Dan itu adegan yang berkali-kali terjadi sepanjang sejarah kami belajar berenang. Sebentar-sebentar ia menyuruhku menunjuk Allah, tanda bahwa aku tidak akan berbohong dan tetap berada di posisiku hingga ia datang. Sesekali, kalau dia lupa menyuruh tunjuk Allah, aku geser kaki ke belakang, hihihi...

Kami keluar dari kolam pukul 12.00 WIB. Kulit kami langsung menghitam. Si Tata bahkan mencetak model baju renangnya di punggungnya. Si Rara tidak ada perubahan karena baju renangnya berlengan panjang. Hanya wajahnya yang kian gelap. Tapi kami santai saja. Tidak masalah kulit hitam, asal ada hasilnya. Seperti kata Kak Roma, boleh begadang asal ada perlunya, hahaha!

Sejak Minggu itu, tidak ada hari lain yang lebih ditunggu anak-anak selain Hari Minggu. Tiada Minggu yang terlewati tanpa berenang setengah hari di Kolam Renang Nila. Acara itu terinterupsi karena karena kami pergi ke Sumbar pada libur panjang lalu.

Minggu ketiga, si Papa yang kami desak untuk ikut bergabung dan mengajarkan cara mengambil napas, akhirnya mau datang. Ia mengancungkan jempol sepekan sebelumnya saat mampir untuk melihat perkembangan kemampuan berenang kami. Jadi pada minggu ke tiga, ia turun tangan mengajarkan cara mengambil napas. Rara dengan cepat menangkap pelajaran. Sekarang ia bisa berenang gaya dada. Bisa mengambil napas dengan sukses dan mampu berenang sejauh lebar kolam yang kedalamannya hingga telinganya.

Sedangkan aku, butuh beberapa menit mengumpulkan keberanian yang terserak-serak sepanjang perjalanan dari rumah ke kolam itu, dan butuh beberapa kali mengambil napas panjang, sebelum akhirnya mencoba berenang, lalu mengambil napas di tengah perjalanan. Aku perhatikan, aku berhasil mengambil napas kalau kepala dimiringkan ke kiri. Sedangkan si Rara berhasil mengambil napas bila wajah menghadap ke depan. Si Papa bisa keduanya. Si Tata, tak berani keduanya.

Tapi Tata berani masuk ke kolam dalam, menyelam selama ia mampu menahan napas dan berenang dalam jarak tiga hingga empat meter.
Lupa pakai sunblock, ini jadinya kulit punggung si Tata setelah beberapa kali berenang.



Aku melengkapi diri dengan penutup hidung dan telinga. Entah bagaimana, tanpa kedua alat bantu itu, aku gampang sekali kemasukan air ke telinga dan hidungku. Sedangkan si Tata dan Rara, santai saja. Tak pernah punya masalah dengan hidung dan telinganya.



Aku mengajarkan anak orang lain berenang

Sampai sekarang, kami sudah tujuh kali datang ke kolam itu. Kemampuan kami terus meningkat. Rara bahkan berani loncat ke dalam kolam, sementara aku tidak. Rara juga selalu menang kalau adu cepat dengan aku.

Dan sepanjang ingatanku, beberapa anak ikut aku ajar berenang. Ada anak yang datang bersama ibunya, seumuran dengan Tata. Ia duduk di pinggir kolam sendirian, sementara ibunya yang sudah tua, duduk di kursi pengunjung. Tapi ia berani mendekatiku dan minta diajarkan berenang. Dengan senang hati aku ajarkan. Si Tata sampai cemburu melihat keakraban kami, hihihi...

Pekan kemarin, seorang ibu menyuruh anaknya yang duduk di bangku kelas 1 SMP belajar berenang dengan Tata yang baru kelas 1 SD. Mungkin ia takjub melihat si Tata yang dengan berani meloncat ke kolam, lalu langsung berenang dan sekalian belajar mengambil napas. Kakaknya, entah kelas berapa, ikut minta diajarkan. Alhamdulillah, keduanya bisa minimal meluncur beberapa meter sebagai langkah awal. Tentu saja pakai teori renangku.

Pekan kemarin juga, aku mulai memaksa Tata belajar mengambil napas. Seperti yang sudah-sudah, ini hanya perkara keberanian melakukan sesuatu yang tidak biasa kita kerjakan. Ia merengek mengatakan tidak bisa. Rupanya ia sudah cukup puas bisa berenang tanpa mengambil napas. Tapi aku katakan, kalau ia bisa mengambil napas, maka ia bisa aku lepas berenang dari ujung ke ujung, di kolam renang yang dalam. Itu tak membuatnya tertarik. Akhirnya aku pakai jurus terakhir, kalau dia tidak belajar hari itu, berarti minggu depan ia akan ditinggal. Dia menurut mendengar ini. Sekali dua kali, ia cukup berani, tapi menurutku masih belum sempurna. Tapi paling tidak, ia sudah berani mencoba sesuatu yang ditakutinya selama ini.

Pekan kemarin juga, Rara menjajal kemampuan mengapung di air dalam posisi telentang. Awalnya aku lihat ada seorang perempuan yang dengan gaya mengapung di tengah kolam. ”Lihat Rara! Orang itu bisa mengapung!” seruku.

Rara mencoba dan berhasil. Sekarang ia yang bergaya di depanku, mengapung dengan santai.

Jadi, sekarang, kalau ditanya, apakah aku bisa berenang, aku menjawab, bisa! Ada yang aku ajarkan caranya? Datang saja ke kolam renang itu, kami ada di sana setiap Minggu pagi, hingga masuk Ramadhan nanti.***

Rabu, 02 November 2011

Beasiswa Pemprov Riau Akhirnya Diumumkan

Puluhan mahasiswa, Rabu (2/11) siang mendatangi Gedung Wanita di Jalan Diponegoro, Pekanbaru, untuk melihat pengumuman nama-nama penerima dana bantuan pendidikan dari Pemerintah Provinsi Riau.
Kerumunan para mahasiswa sedang memperhatikan pengumuman yang ditempel di Gedung Wanita. Foto diambil oleh Andika, fotografer Harian vokal, Rabu (2/11/11) sekira pukul 15.00

Pengumuman ini telah mengalami dua kali pengunduran dari jadwal semula. Awalnya Biro Kesra Setdaprov Riau mengatakan akan mengumumkannya pada akhir Oktober, namun kemudian diganti menjadi tanggal 2 November. Hinga Selasa (1/11) sore, Kepala Biro Kesra Alimuddin dikabarkan masih mencari Gubernur Riau untuk menandatangani berkas penerima beasiswa itu, sebelum ditempelkan di papan pengumuman di Gedung Wanita.
Saat dilihat pagi kemarin, sekira pukul sepuluh, Gedung Wanita masih sepi. Tidak ada keramaian yang menyolok, walaupun satu dua orang terlihat datang dan pergi. Petugas Satpol PP yang bertugas di gedung itu Riko, mengatakan, sejak pagi sudah sekitar 20-an orang yang datang untuk melihat pengumuman itu. Namun mereka kecewa karena ternyata pengumuman itu tidak ada.
"Tadi ada yang ngomong, pengumumannya dialihkan ke Kantor Gubernur," katanya. Sementara di Kantor Gubernur, khususnya di Biro Kesra, ditempel pula pengumuman bahwa pengumuman penerima beasiswa itu akan dilakukan di Gedung Wanita.
Seorang mahasiswa Unri enggan menyebutkan namanya, mengatakan, mendapat informasi bahwa pengumuman itu akan ditempelkan pukul dua siang itu.
Kepala Biro Kesra Alimuddin, usai rapat dengan Sekdaprov Riau, membenarkan bahwa pengumuman itu akan dilakukan siang hari itu. "Siang nanti akan diumumkan di Gedung Wanita, cek saja ke sana," katanya.
Sayangnya ia tidak dapat menyebutkan berapa jumlah mahasiswa, baik dari jenjang pendidikan Strata Satu maupun Strata Dua, yang menerimanya. "Saya tidak hafal berapa jumlahnya," katanya.
Alimuddin juga mengatakan, pengumuman dilakukan di Gedung Wanita, sementara pencairan dananya dilakukan hari ini (3/11) di Biro Kesra Setdaprov Riau.
Sebelumnya dikatakan oleh Kepala Sub Bagian (kasubag) Pendidikan Biro Kesra Setdaprov Riau Fakhrul Chacha, dari 3.044 proposal mahasiswa Strata Satu yang mengajukan beasiswa, hanya 775 proposal yang disetujui mendapatkan bantuan. Masing-masing mahasiswa menerima bantuan antara Rp1,5-2,5 juta, tergantung universitasnya.
Sementara untuk jenjang pendidikan Strata Dua dan Tiga, telah masuk 1.161 proposal dan yang diluluskan hanya 573 proposal. ***

Doa dalam Sebuah Nama

Kata Nabi Muhammad SAW, dalam nama itu ada doa. Maka orangtua diseru untuk memberi anaknya nama-nama yang indah. Harapannya, kelak nama itu akan menjadi kenyataan dalam diri si anak. Kita tentu pernah mendengar nama yang terkesan sangat 'kuat', seperti Tegar, Bangkit, Jaya, Suci dan sebagainya.
Tidak hanya manusia yang diberi nama. Bangunan-bangunan penting juga diberi nama. Seperti gedung sembilan lantai di samping Kantor Gubernur Riau, diberi nama Menara Lancang Kuning. Perpustakaan Wilayah Provinsi Riau yang representatif itu diberi nama Soeman Hs, pusat kegiatan seni dan budaya diberi nama Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai) sedangkan tempat perhelatan seni budaya yang dicanangkan sebagai salah satu ikon Kota Pekanbaru di Bandar Serai itu diberi nama Anjung Seni Idrus Tintin.
Jalan, tugu, pohon, semua diberi nama. Jalan yang dulu bernama Harapan Raya, sekarang benar-benar sudah 'raya'. Dalam KBBI, raya berarti besar (terbatas pemakaiannya); alam (jagat) --; badak --; hari --; jalan --; purnama --; rimba --;
me·ra·ya·kan v memuliakan (memperingati, memestakan) hari raya (peristiwa penting): ~ Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia; ~ hari lahir; pe·ra·ya·an n pesta (keramaian dsb) untuk merayakan suatu peristiwa. Jadi Jalan Harapan Raya mungkin lebih kurang berarti jalan harapan atau jalan yang diharapkan akan menjadi jalan besar.
Sekarang, lihatlah Jalan Harapan Raya itu. Di sepanjang jalan itu bertaburan rumah toko yang ramai pengunjung. Berbagai benda dijual di sepanjang jalan itu. Wisata kuliner malam hari di jalan itu juga cukup menggairahkan. Berbagai rumah makan dan warung-warung tenda pinggir jalan, selalu ramai pengunjung.
Pertanyaannya, mengapa ada nama daerah di Duri Air Jamban? Apakah sejarah besar di balik nama itu, hingga diberi nama Air Jamban dan tak ada yang terpikir untuk menggantinya? Saya mencari-cari di kamus online, arti jamban, ternyata ini yang saya dapat; jamban adalah tempat buang air, kakus, tandas, peturasan.
Penasaran, saya cari lagi di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berharap akan menemukan pengertian lain dari jamban, supaya saya tidak berpikir negatif. Ternyata sama saja. Dan bila kita meyakini bahwa Bahasa Indonesia merupakan 'sumbangan' dari orang-orang Melayu untuk negeri bernama Indonesia ini, maka bisa jadi dalam bahasa Melayu pun jamban tidak jauh beda pengertiannya.
Lalu mengapa ada daerah yang diberi nama Air Jamban? Doa apa yang diharapkan orang-orang yang menyebut daerah itu dengan nama itu?
Masih ada lagi daerah di Duri yang menurut saya perlu di-rename. Daerah itu bernama Simpang Pokok Jengkol. Apa karena di sana dulu entah kapan, banyak pokok jengkol? Mengapa sekarang tidak kita tanam saja di sekitar persimpangan itu pohon akasia, sehingga nanti kita sebut kawasan itu Simpang Akasia?
Ada lagi di daerah Rumbai sebuah persimpangan jalan yang membingungkan para pengemudi sehingga dinamakan Simpang Bingung. Memang bingung kalau lewat sana, kemana harus membelok yang tidak melanggar rambu-rambu. Karena membingungkan itulah, beberapa ruas jalan di simpang itu diportal, sehingga tidak bisa lagi dilewati.
Sebagai provinsi yang kehidupan masyarakatnya dikatakan masih sangat kental dengan budaya Melayu dan ajaran Islam, mungkin sudah saatnya kita memikir ulang tentang nama-nama yang ada di daerah ini. Mari kita cari nama-nama yang bernilai rasa positif, penuh semangat dan mencerminkan kemelayuannya.