Kamis, 03 November 2011

Ternyata Belajar Berenang itu Gampang

Berawal dari pesta kejutan untuk merayakan ulang tahun salah seorang gurunya di MDA pada 16 Mei silam, Rara dan kawan-kawan diajak berenang oleh si Ibu Guru ke Kolam Renang Nila, di Jalan Puyuh, Pekanbaru, sepekan kemudian (Minggu, 22 Mei 2011).


Sebelumnya kami hanya pergi ‘bermain air’ di Taman Kaca Mayang, di Jalan Jenderal Sudirman. Kolamnya hanya sebatas pinggang si Tata, kecil dan penuh sesak oleh anak-anak. Tiket masuk hanya Rp2.000.

Kolam Renang Nila mematok harga tiket masuk Rp7.000 perkepala. Aku ikut bersama Tata dalam rombongan ini. Dan selagi Rara dan teman-temannya bermain air, aku mengajarkan si Tata berenang.

Kami masuk ke kolam yang dalamnya selututku. Wajah Tata sumringah. Pelampung kuning sewaan, terlihat di sampingnya. ”Ayo belajar berenang!” ajakku.

Aku mengingat-ingat kembali pelajaran seorang guru les renang yang dulu sempat mengajarkanku teori berenang di Kolam Renang Teratai, di Padang. Oh, itu sudah puluhan tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP, kalau tidak salah.


”Sandarkan tubuh ke dinding, tumpukan satu telapak kaki ke sana, lalu ambil posisi seperti sedang rukuk,” katanya. Setelah mengambil napas dalam-dalam dan menahannya di paru-paru, dorong tubuh dengan sebelah kaki yang ditumpukan itu, sehingga tubuh meluncur di air. Gerakkan kaki dari pangkal paha, bukan dari betis. Insya Allah, itu sudah separuh jalan dari yang namanya berenang.

Aku instruksikan si Tata untuk melakukan gerakan-gerakan itu. Ia masih takut-takut memasukkan kepalanya ke air. ”Nggak pa-pa Ta, kan ada Mama,” kataku berusaha menenangkannya. Aku berdiri kira-kira dua langkah dari tempat ia berdiri.

Ia pun memberanikan diri mempraktekkan teori itu. Setelah beberapa kali mencoba, berkali-kali kemasukan air di mulut, bisa juga ia meluncur. Setelah itu, kami meningkatkan pelajaran dengan menggerakkan tangan. Berhasil! Sekarang Tata sudah dapat berenang hingga jarak kira-kira empat meter tanpa mengambil napas.



Belajar sendiri


By the way (hehehe...) sebenarnya aku juga belum bisa berenang, walaupun teorinya sudah di luar kepala. Setelah Tata berani dilepas sendiri, aku memberanikan diri untuk mencoba teori renang itu. Ternyata butuh keberanian ekstra bagi makhluk darat seperti aku untuk memasukkan kepala ke dalam air. Perasaan akan tenggelam demikian kuat, padahal kenyataannya itu kolam cuma sepaha! Tapi karena malu sama anak dan umur, aku beranikan juga mencobanya. Alhamdulillah, setelah menelan air kaporit berkali-kali, hidung sakit dan telinga berbunyi seperti gendang, bisa juga aku meluncur.

Ternyata ini pelajaran yang mengasyikkan!

Si Rara, patut diancungi jempol karena sekali diajarkan, langsung berani mencoba teori renangku dan sukses. Ia memang lebih berani dari aku dalam segala hal terkait berenang ini. Walaupun belum bisa berenang pada hari pertama kami pergi itu, ia tetap masuk ke kolam yang lebih dalam, kira-kira sebatas telinganya. Kolam itu hanya dibatasi teralis dengan kolam tempat aku dan Tata belajar.



Nyaris Tenggelam

Tergoda untuk mencoba (kan sudah bisa meluncur, ;-D) aku ikut masuk ke kolam yang lebih dalam itu. Tapi buat jaga-jaga, pelampung kecil si Tata, aku bawa serta. Ternyata, begitu aku masuk dengan pelampung di tangan, kakiku tidak berhasil mencapai dasar kolam itu! Kepanikan langsung menyerangku. Pelampung itu kekecilan untuk ukuran tubuhku sehingga tidak berhasil aku masukkan dengan sempurna ke dalam tubuh. Pelampung itu menyangkut di leher, dengan posisi sebelah tangan masuk hingga ke bawah ketiak, sebelah lagi tidak. Dapat dibayangkan bukan?

Aku mencoba menggerakkan tangan, mengayuh maksudnya, dengan tujuan tepi kolam. Tapi kok malah semakin jauh ke tengah?

”Tata... ternyata kolamnya dalaam.... Mama takut!” kataku. Tata langsung pucat pasi. Cepat ia keluar dari kolam kecil itu, mengulurkan tangan ke arahku dan mulai menangis ketakutan.

”Jangan nangis Ta, ini Mama lagi usaha supaya bisa ke pinggir,” kataku. Aku sudah tak berani lagi mencari dasar kolam dengan kakiku. Waktu itu memang aku belum tahu seberapa dalam kolam itu sebenarnya. Aku juga tidak berani mengayuhkan tangan, takut malah makin ke tengah. Akhirnya aku diam saja, membiarkan air itu mengombang-ambingkanku hingga akhirnya semakin ke pinggir.

Cepat Tata mengulurkan tangan kembali dan meraih tanganku. Ditariknya aku ke pinggir dan aku benar-benar bernapas lega ketika akhirnya berhasil keluar dari sana. Tata memelukku dengan mata berkaca-kaca. ”Mama... Tata takut Mama tenggelam,” katanya lirih. Kami berpelukan.

Setelah menenangkan diri sejenak, kami lalu mencoba nyali ke kolam yang lebih dalam untuk ukuran Tata, yaitu hingga ke dadanya. Sama seperti tadi, awalnya dia takut-takut. Aku katakan, selagi ia menahan napas, maka ia tidak akan tenggelam.

”Lihat pelampung ini Ta. Dia tidak tenggelam karena ada udara di dalamnya. Begitu juga tubuh kita, selagi kita menahan napas di paru-paru kita, kita tidak akan tenggelam. Oke?”

Aku mengambil posisi, menunggu dia mulai belajar berenang lagi. Ia menentukan sejauh mana aku boleh berdiri dan tidak boleh berajak dari situ hingga ia datang. ”Jangan mundur ya Ma.”

”Ya!”

”Janji?”

”Janji.”

”Tunjuk Allah!” tantangnya.

Aku menunjuk langit. Dan itu adegan yang berkali-kali terjadi sepanjang sejarah kami belajar berenang. Sebentar-sebentar ia menyuruhku menunjuk Allah, tanda bahwa aku tidak akan berbohong dan tetap berada di posisiku hingga ia datang. Sesekali, kalau dia lupa menyuruh tunjuk Allah, aku geser kaki ke belakang, hihihi...

Kami keluar dari kolam pukul 12.00 WIB. Kulit kami langsung menghitam. Si Tata bahkan mencetak model baju renangnya di punggungnya. Si Rara tidak ada perubahan karena baju renangnya berlengan panjang. Hanya wajahnya yang kian gelap. Tapi kami santai saja. Tidak masalah kulit hitam, asal ada hasilnya. Seperti kata Kak Roma, boleh begadang asal ada perlunya, hahaha!

Sejak Minggu itu, tidak ada hari lain yang lebih ditunggu anak-anak selain Hari Minggu. Tiada Minggu yang terlewati tanpa berenang setengah hari di Kolam Renang Nila. Acara itu terinterupsi karena karena kami pergi ke Sumbar pada libur panjang lalu.

Minggu ketiga, si Papa yang kami desak untuk ikut bergabung dan mengajarkan cara mengambil napas, akhirnya mau datang. Ia mengancungkan jempol sepekan sebelumnya saat mampir untuk melihat perkembangan kemampuan berenang kami. Jadi pada minggu ke tiga, ia turun tangan mengajarkan cara mengambil napas. Rara dengan cepat menangkap pelajaran. Sekarang ia bisa berenang gaya dada. Bisa mengambil napas dengan sukses dan mampu berenang sejauh lebar kolam yang kedalamannya hingga telinganya.

Sedangkan aku, butuh beberapa menit mengumpulkan keberanian yang terserak-serak sepanjang perjalanan dari rumah ke kolam itu, dan butuh beberapa kali mengambil napas panjang, sebelum akhirnya mencoba berenang, lalu mengambil napas di tengah perjalanan. Aku perhatikan, aku berhasil mengambil napas kalau kepala dimiringkan ke kiri. Sedangkan si Rara berhasil mengambil napas bila wajah menghadap ke depan. Si Papa bisa keduanya. Si Tata, tak berani keduanya.

Tapi Tata berani masuk ke kolam dalam, menyelam selama ia mampu menahan napas dan berenang dalam jarak tiga hingga empat meter.
Lupa pakai sunblock, ini jadinya kulit punggung si Tata setelah beberapa kali berenang.



Aku melengkapi diri dengan penutup hidung dan telinga. Entah bagaimana, tanpa kedua alat bantu itu, aku gampang sekali kemasukan air ke telinga dan hidungku. Sedangkan si Tata dan Rara, santai saja. Tak pernah punya masalah dengan hidung dan telinganya.



Aku mengajarkan anak orang lain berenang

Sampai sekarang, kami sudah tujuh kali datang ke kolam itu. Kemampuan kami terus meningkat. Rara bahkan berani loncat ke dalam kolam, sementara aku tidak. Rara juga selalu menang kalau adu cepat dengan aku.

Dan sepanjang ingatanku, beberapa anak ikut aku ajar berenang. Ada anak yang datang bersama ibunya, seumuran dengan Tata. Ia duduk di pinggir kolam sendirian, sementara ibunya yang sudah tua, duduk di kursi pengunjung. Tapi ia berani mendekatiku dan minta diajarkan berenang. Dengan senang hati aku ajarkan. Si Tata sampai cemburu melihat keakraban kami, hihihi...

Pekan kemarin, seorang ibu menyuruh anaknya yang duduk di bangku kelas 1 SMP belajar berenang dengan Tata yang baru kelas 1 SD. Mungkin ia takjub melihat si Tata yang dengan berani meloncat ke kolam, lalu langsung berenang dan sekalian belajar mengambil napas. Kakaknya, entah kelas berapa, ikut minta diajarkan. Alhamdulillah, keduanya bisa minimal meluncur beberapa meter sebagai langkah awal. Tentu saja pakai teori renangku.

Pekan kemarin juga, aku mulai memaksa Tata belajar mengambil napas. Seperti yang sudah-sudah, ini hanya perkara keberanian melakukan sesuatu yang tidak biasa kita kerjakan. Ia merengek mengatakan tidak bisa. Rupanya ia sudah cukup puas bisa berenang tanpa mengambil napas. Tapi aku katakan, kalau ia bisa mengambil napas, maka ia bisa aku lepas berenang dari ujung ke ujung, di kolam renang yang dalam. Itu tak membuatnya tertarik. Akhirnya aku pakai jurus terakhir, kalau dia tidak belajar hari itu, berarti minggu depan ia akan ditinggal. Dia menurut mendengar ini. Sekali dua kali, ia cukup berani, tapi menurutku masih belum sempurna. Tapi paling tidak, ia sudah berani mencoba sesuatu yang ditakutinya selama ini.

Pekan kemarin juga, Rara menjajal kemampuan mengapung di air dalam posisi telentang. Awalnya aku lihat ada seorang perempuan yang dengan gaya mengapung di tengah kolam. ”Lihat Rara! Orang itu bisa mengapung!” seruku.

Rara mencoba dan berhasil. Sekarang ia yang bergaya di depanku, mengapung dengan santai.

Jadi, sekarang, kalau ditanya, apakah aku bisa berenang, aku menjawab, bisa! Ada yang aku ajarkan caranya? Datang saja ke kolam renang itu, kami ada di sana setiap Minggu pagi, hingga masuk Ramadhan nanti.***

2 komentar:

  1. tata ni orang nya pancameh kan'?? dikit-dikit "mama hati-hati, mama hati-hati, mama hati-hati...." padahal mama sudah naik keatas tu dah! dan mungkin sampai sekarang masih ada jejaknya!

    BalasHapus
  2. http://tiny.cc/4w8hcx

    Dengan bergabung dan mengisi formulir survei ini, anda berpeluang berpenghasilan besar. Silahkan coba dan klik link di atas. Thank you.

    BalasHapus