Jumat, 13 Februari 2009

Aku Jijik Lihat Mama

Sudah seminggu ini Rara influensa. Ingusan. Dasar anak-anak, ia malas sekali mengeluarkan ingus itu.
Sukanya menghirup lagi ingus yang sudah sampai di ujung bibir, masuk dalam-dalam ke hidungnya. Dapat anda bayangkan bukan, asoynya…
Jadi rutinitas saya kalau subuh memandikan dia,ya membuang ingus itu. saya gemas mendengar ia menghirup-hirup ingusnya itu.
“Dulu waktu kecil saya gak pernah kayak gitu, malah jijik ngeliat teman yang punya ingus, tapi kok sekarang anaknya hobi banget punya ingus. Turunan
siapa ya?”tanya saya pada suami dengan pandangan menuduh.
“Sembarangan!” kata suami dengan mata melotot. “pagi-pagi sudah nyari pasal!”
Saya cekikikan.
“Ayo, buang ingusnya! Yang banyak! Yang kuat!” kata saya mengomandoi Rara membuang ingus. Mula-mula yang kanan dulu, lubang yang kiri ditutup, jadi semua ingus
di lubang yang kanan keluar tuntas. Lalu dilanjutkan dengan yang kiri.
Kadang sebelum berangkat sekolah pukul enam pagi, waktu matahari baru saja keluar, saya masih menyempatkan diri untuk mengeluarkan sedikit lagi ingus itu. Rara kadang protes. ”Udahlah tu Ma… Rara m alas nih…”
“Eit, nanti teman-temannya gak mau main sama kamu, habis, ada ingusnya sih. Dulu mama waktu kecil gak mau main sama teman yang ada ingusnya. Ih, mama jijik!”
Dengan cemberut ia menuruti apa kata saya. Lalu berangkat sekolah.
Siangnya, saat ia pulang pukul dua belasan, tampangnya kusut. Jilbab entah dimana, kaus kaki sudah tak ada, celana kotor kena tanah… dan ingus yang berkilauan di
lubang hidungnya.
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam Sayaaang…”
Rara masih terkantuk-kantuk. Saya kasian melihatnya.
“Ayo, cepat ganti baju dan tidur,” kataku. Ia segera membuka seragamnya dan merebahkan diri di tempat tidur. Tapi sekalipun tak pernah ia bisa tidur lagi sepulang sekolah. Jadi saya kira ia hanya enak tidur di dalam mobil dengan kondisi penuh sesak, ribut dan angin berhembus dari jendela.
Setelah itu, saya pergi ke depan komputer lagi. Rara biasa main di bawah meja, dekat kaki saya.

Siang itu, sambil menekan-nekan keyboard, saya dengar suara Rara menghirup ingus lagi. Sekali dua kali, saya biarkan. Tapi lama-lama terganggu juga.
“Ingusnya Rara…”
“Iya, sebentar lagi,” jawabnya. Ia sedang asik main sendiri di kolong meja.
Lima menit kemudian, suara itu terdengar lagi.
”Rara… ingusnya buang!”
“Iya iya.”
Tapi masih tak ada gerakan.
“Rara, mama jijik lihat ingus kamu!”
“Rara juga jijik liat mama.” Jawabnya santai.
Saya terdiam. Ops, saya telah salah mengenalkan sebuah kosa kata.
Setelah diam beberapa saat, saya berkata padanya, “Ayo Sayang, bersihkan ingusnya, biar cepat sembuh. Mama sayang sama kamu dan mama ingin anak mama yang cantik
ini tidak sakit lagi biar bisa diajak jalan-jalan.”
Diam sejenak. Lalu...
Ia bangkit dari duduknya dan memeluk saya. “Aku sayang mama!”
"Ingusnya Nak, ingusnya."
"Yayaya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar