Kamis, 05 Februari 2009

Anak-anak, Malangnya Kalian

Sungguh, membaca berita tentang penderitaan Rizki, seorang bocah 13 tahun korban perceraian orangtuanya, ada kegetiran dan kepiluan yang dalam di hati saya. Bocah ini dititipkan pada bibinya, setelah kedua orangtuanya bercerai. Bukannya mendapatkan perlindungan, ia malah diperlakukan lebih rendah dari seorang pembantu (Riau Mandiri hari ini halaman 18).
Setiap saat ia dipukuli, bahkan karena alasan-alasan sepele seperti terlambat mengambilkan gunting kuku, atau terlambat menyapu rumah. Puncaknya, ia dipukuli dan diarak keliling kampung karena mencuri sepotong tahu goreng buatan bibinya.
Melihat foto Rizki saat dikunjungi Ketua KPAID Riau dan Pekanbaru, walaupun tak memperlihatkan wajahnya, cukup menunjukkan betapa pedih kehidupan anak itu. Punggungnya penuh luka dan memar. Itu belum termasuk yang terdapat di bagian depan tubuhnya.
Kisah yang tak kalah membuat saya merinding adalah pelecehan seksual oleh seorang kakek terhadap anak perempuan berusia 13 tahun. Ibarat bunga yang sedang mencoba merekahkan kelopaknya, gadis kecil ini perlakukan kasar oleh laki-laki yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap dirinya.

Anak-anak memang sangat rentan terhadap penyiksaan bahkan pelecehan justru oleh orang-orang terdekatnya. Ini disebabkan anak-anak berada dalam kendali orang dewasa. Dari sisi manapun, anak-anak akan kalah bertarung dengan orang dewasa. Mungkin karena ini pula anak-anak seringkali menjadi korban.

Membaca berita-berita kriminal setiap hari, membuat saya selaku orangtua merasa amat khawatir dengan anak-anak sendiri. Mereka juga rentan oleh perbuatan orang-orang yang sudah kehilangan kendali diri. Parahnya lagi, lingkungan terdekatlah yang paling utama harus diwaspadai. Tak peduli keluarga dekat atau jauh, tetangga seumpama saudara ataupun tetangga jauh, semua perlu diwaspadai.
Demikian pula dengan anak-anak, harus sedini mungkin diajarkan menghargai dan menjaga dirinya sendiri. Tidak boleh sembarang orang menyentuh dirinya, tidak boleh pula sembarangan ia membuka auratnya.
Sayangnya, televisi memberikan contoh lain. Anak-anak melihat para bintang sinetron mengenakan baju seksi dan berbusana minim untuk menarik hasrat lawan jenisnya. Dan mereka menggandrunginya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar