Selasa, 24 Februari 2009

Doa Pertama Permata

“Ya Allah, janganlah sampai ada setan di sini..”

Demikian si Permata yang biasa kami panggil Tata, 3,5 tahun, berdoa malam itu ketika ditakut-takuti kakaknya. Aku gembira, karena spontanitas Tata berdoa sungguh mengagumkan. Itu kali pertama ia berdoa sepanjang ingatan saya. Biasanya, disuruh ikut shalat dengan kamipun, ia tak sudi. Ia tak betah menunggu papanya menbaca ayat demi ayat. Jadi, sebelum Al Fatihah lunas, ia sudah membuka mukenanya dan menatap saya dengan mata cerdasnya.
Saya dapat membaca pikirannya. Ia sedang menunggu moment aku sujud, saat dimana ia akan melompat naik ke punggung saya, lalu menempel di sana hingga ritual sujud, duduk antara dua sujud, lalu sujud lagi, selesai. Begitu saya bangkit hendak berdiri, ia melepaskan pegangannya di leher saya.
Anak itu, tidak pernah mau menurut kalau saya larang mengganggu kami shalat. Berbeda dengan kakaknya, yang punya pengertian luar biasa untuk anak seukuran dia. Aku masih ingat, saat berusia sekitar setahun lebih, ia saya larang lewat di atas sajadah selagi saya shalat. Ia mengangguk mengerti. Dan hingga saat ini, rasanya tak pernah sekalipun saya menegurnya karena melupakan larangan itu.

Sementara si Tata, walau sudah dicubit gemas pantatnya yang montok, walau sudah dijawil dagunya, walau sudah dibelalakin, tetap saja tertawa senang bila sukses naik ke punggung saya atau papanya. Dan ia sadar betul, saya tidak suka ia mondar-mandir di atas sajadah itu selagi saya shalat, namun hal itu selalu dilakukannya. Dan cerdiknya, begitu ia tahu saya sudah hampir selesai, ia segera lari bersembunyi di tempat yang itu-itu terus, kalau bukan di bawah kolong tempat tidur, ya di balik gantungan kain.
Terkadang, si bungsu yang berambut keriting, berwajah bulat, bermata coklat ini, ikut shalat bersama kami, tapi tanpa mukenanya. Dan ia seringkali mendahului semua orang. Ketika kami masih berdiri tegak menyimak imam membaca Al Fatihah atau ayat pendek, ia tiba-tiba sudah rukuk sendiri, lalu sujud sendiri. Ia membaca bacaan semampunya, suka-sukanya, keras-keras pula. Kadang kami semua sulit menahan tawa kalau melihat tingkahnya.
Salah satu doa yang paling dihafalnya ada doa mau tidur. Dan karena pernah aku katakan pada ia dan kakaknya bahwa kalau tak membaca doa itu mereka bisa bermimpi buruk, atau berjalan sendiri ke luar kamar tanpa sepengetahuan kami, Tata tak pernah lupa membacanya. Ia bahkan juga mengingatkan si kakak untuk membacanya juga. Rara, si Sulung, terkadang ingin menggoda adiknya, membaca doa itu dalam hati.
Tata yang tidak mendengar, jadi khawatir. Ia mengadu, “Ma, kakak ndak mau baca bismika. Suruhlah dia Ma,” rengeknya.
“Biarkan ajalah, biar nanti mimpi digigit hantu,” kataku.
“Aah..” ia merengek lagi. “Nanti kakak tu jalan ke luar. Tata mau punya kakak…”
“Nanti kita ganti saja kakaknya sama Puput belakang,” kataku menggoda.
“Nggak mau do.. maunya kakak yang itu aja…”
Aku jadi tertawa. Walau sering terlibat konflik antara dua saudara itu, ternyata rasa memiliki keduanya masih ada. Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar